TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta --- Industri kelapa sawit dari hulu-hilir saat ini sudah berkembang pesat. Dari luas lahan 16, 38 juta ha lahan sawit saat ini, masih ada potensi perluasan pengembangan kebun sawit di Papua secara berkelanjutan.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Kasdi Subagyono mengatakan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPPDP KS) bisa memfasilitasi dukungan pendanaan untuk mengoptimalkan pengembangan kebun sawit di Papua. “ Ini kesempatan yang baik untuk mengangkat Papua, sebagai daerah bagian timur yang belum dioptimalkan,” ujar Kasdi dalam webinar bertajuk “Melirik Sawit di Tanah Papua”, di Jakarta, Kamis (19/11)
Kasdi mengatakan, Papua sudah dilirik investor untuk pengembangan kebun sawit, sehingga perlu peningkatan SDM yang cukup besar. Selain SDM, BPDP KS juga punya peran dalam mengembangkan PSR, sarana dan prasarana, serta riset. “ Apalagi lokus Papua dan Papua Barat potensinya luar biasa. Karena itu, kita juga mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan PSR, sarana dan prasarananya. Selain pembiayaan dan SDM, pengembangan sarana dan prasarana juga penting dilakukan demi kesejahteraan rakyat,” papar Kasdi.
Menurut Kasdi, sesuai UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, memberikan kesempatan investasi selias-luasnya dan adanya perlindungan kepada pekebun. Namun, sejak UU No.39 tahun 2014 diundangkan, sampai masuk ke UU Cipta Kerja, fasilitasi pembangunan kebun masyarakat yang besarnya 20 persen belum maksimal. Karena itu banyak hal yang harus diperbaiki dalam pengembangan kebun sawit ke depan.
“ Pelaku usaha yang terkait dengan kebun, harus lebih mengoptimalkan kemitraan kepada masyarakat (petani). Kemitraan yang sudah berjalan sejak program PIR Trans ataupun PIR Bun punya dampak besar terhadap pengembangan industri sawit. Kemitraan tak lepas dari program tersebut,” papar Kasdi.
Kasdi juga berharap, pengembangan kemitraan petani sawit sangat penting untuk mewujudkan tata kelola sawit berkelanjutan. Untuk itu, dengan dinamika yang baru harus ada perubahan paradigma dan kebijakan dalam setiap pengembangan industri sawit.
“ Dilihami dari program inti plasma, pengembangan kelapa sawit harus ada kemitraan antara petani dengan swasta (BUMN) sebagai off taker. Kemitraan tersebut basisnya dari korporasi petani sawit dan korporasi ini sangat memungkinkan dilakukan petani sawit,” kata Kasdi.
Menurut Kasdi, food estate berbasis korporasi petani sawit akan kuat, karena sudah ada konsep inti plasma. Bahkan, petani yang tergabung dalam gapoktan dan koperasi dalam skala 1.000 ha bisa dikorporasikan. Nah, dalam korporasi tersebut ada peran swasta atau BUMN sebagai off taker.
“ Selain itu, ada pendukung lainnya, seperti asuransi, pembiayaan, sertifikasi standarisasai dalam mengembangkan korporasi kelapa sawit,” pungkas Kasdi.