TABLOIDSINARTANI.COM, Bali ---Pemerintah sedang mempertimbangkan penguatan ISPO dengan meningkatkan adopsi nilai-nilai SDGs 2015-2030 di dalam prinsip dan kriteria ISPO. Diharapkan nantinya, kinerja kelapa sawit terus membaik dan menciptakan daya tawar dalam jangka panjang, baik di pasar nasional maupun global.
Prinsip dan kriteria ISPO saat ini telah sejalan dengan 12 dari 17 tujuan dari SDGs 2015-2030, khususnya pertumbuhan inklusif dan pengentasan kemiskinan. Masih banyak ruang untuk meningkatkan adopsi nilai-nilai SDGs 2015-2030 ke dalam prinsip dan indikator ISPO kedepan.
“Yang saya tekankan, keberlanjutan menjadi kata kunci yang harus dilaksanakan pada pengembangan sektor kelapa sawit,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution saat memberikan Special Address pada 14th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2019 Price Outlook di Bali, Kamis (1/11).Peningkatan kinerja sektor kelapa sawit sendiri terlihat sejak tahun 2014.
Ada beberapa fokus yang sedang dikembangkan untuk memperkuat ISPO. Diantaranya, meningkatkan hirarki aturan atas kebijakan ini dari peraturan menteri menjadi peraturan presiden, mengikutsertakan para pemangku kepentingan untuk berkontribusi dalam peningkatan proses transparansi, kredibilitas dan kepemilikan. Selain itu, mengenalkan keseimbangan peran dan fungsi antara pemerintah, pihak swasta, dan komunitas dalam implementasi ISPO, serta mengoptimalkan prinsip dan kriteria ISPO sebagai alat untuk menguji kepatuhan terkait prinsip keberlanjutan.
Darmin mengatakan, mengakui, sektor ini (kelapa sawit) terus didorong agar sejalan dengan prinsip berkelanjutan dan berkontribusi dalam pencapaian SDGs 2015-2030 yang digunakan sebagai panduan bagi negara maju dan berkembang dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan. Pemerintah Indonesia sendiri, sejak tahun 2011 telah mendorong industri sawit agar mengedepankan prinsip berkelanjutan melalui sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan, yang lebih dikenal dengan istilah Indonesian Suistanable Palm Oil (ISPO).
Tujuannya untuk memperkenalkan pengelolaan yang lestari pada industri kelapa sawit, sehingga dapat menjaga manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan secara jangka panjang. “Kelapa sawit menjadi sangat penting bagi pemerintah karena mampu menghasilkan devisa, mengembangkan komoditas dengan keunggulan komparatif, dan berkontribusi positif terhadap pendidikan dan kesehatan, sehingga sektor ini memiliki peran penting dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) 2015-2030,” kata Darmin.
Data Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), elastisitas produksi kelapa sawit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 2,46 persen. Artinya, setiap kenaikan 1 persen produksi kelapa sawit baik secara langsung dan tidak langsung akan mampu memberikan efek multiplier ke sektor terkait dan meningkatkan 2,46 persen dari total pendapatan nasional.
Adapun, sektor ini juga mencatat kinerja terbaik melalui peningkatan ekspor tahun 2017 yang mencapai 25,73 persen menjadi Rp 307 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Optimalkan Kebijakan
Saat ini harga crude palm oil (CPO) mengalami penurunan sebesar 24 persen dari 636 dollar AS/ton menjadi 485 dollar AS/ton hingga akhir Oktober 2018. Pemerintah telah menyiapkan dua arah kebijakan sektor kelapa sawit untuk menjaga daya saing di pasar global.
Pertama, sisi penawaran, meliputi moratorium kelapa sawit, penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan (PPTKH), Kebijakan Satu Peta, penguatan ISPO dan penyesuaian pungutan ekspor. Kedua, sisi permintaan, meliputi optimalisasi B20 dan kebijakan hilirisasi produk kelapa sawit.
Selain itu, pemerintah juga membuka kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang telah diimplementasikan sejak 13 Oktober 2018. Program ini dioptimalkan mengingat posisi petani kelapa sawit yang menjadi elemen penting dari keberlanjutan sektor kelapa sawit.
Untuk meningkatkan kinerja PSR, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan menyederhanakan penyediaan dana PSR, dan meningkatkan target pencapaian lahan PSR dari 14 ribu hektar menjadi 50 ribu hektar hingga akhir November 2018. Saat ini program PSR telah dilakukan di Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Riau, serta akan terus diimplementasikan di seluruh Indonesia.
Tidak hanya itu, pemerintah juga sedang mengkaji sistem pungutan ekspor guna meningkatkan hilirisasi produk kelapa sawit. Adapun untuk mengatasi kampanye hitam di pasar global, pemerintah membentuk Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) bersama Malaysia untuk menjaga daya saing secara kolektif di pasar global dan menyelesaikan kendala perdagangan di beberapa negara destinasi ekspor, seperti India, Pakistan, Cina, Eropa dan Afrika.