TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -----Rencana pemerintah menargetkan swasembada gula nasional pada 2019/2020 belum bisa diwujudkan. Hal itu dikarenakan, daya dukung untuk melakukan perluasan lahan di luar Jawa sampai saat ini tak berjalan seperti yang diharapkan.
Menurut Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Ditjen Perkebunan Kementan, Agus Wahyudi, harus dilakukan penjadwalan kembali untuk memenuhi target perluasan lahan kurun 5 tahun ke depan.
“Karena itu saya perkirakan, swasembada gula nasional bisa tercapai pada tahun 2024 nanti,” ujar Agus dalam diskusi bertajuk “Quo Vadis Pergulaan Nasional?”.
Agus juga mengungkapkan, untuk memproduksi gula kristal putih (GKP) perlu tambahan perluasan lahan sekitar 500 ribu ha. Sedangkan untuk melakukan perluasan lahan di Jawa sudah tak mungkin.
Karena itu, harus dilakukan kembali penjadwalan untuk mencapai target perluasan lahan di waktu yang akan datang.
Agus Wahyudi mengatakan, kebutuhan gula nasional pada tahun 2019 sebanyak 2,7 juta ton. Sedangkan produksi gula nasional pada tahun 2019 hanya 2,2 juta ton.
Sehingga, kebutuhan gula nasional masih defisit (kurang) sekitar 500 ribu ton pada tahun ini.
"Untuk mencapai produksi gula sebanyak 3 juta ton pada tahun 2024 (swasembada), paling tidak diperlukan tabahan perluasan lahan sekitar 500 ribu ha dengan produktivitas 6 ton/ha,” kata Agus.
Menurut Agus, untuk penambah luas lahan di luar Jawa sesuai program pemerintah saat ini ada sekitar 6.000 ha. Sedangkan yang dilakukan langsung oleh PG sekitar 20 ribu ha.
“Memang sudah ada penambahan area dan jumlah produksi gula melalui PG baru yang sudah siap. Tapi ada juga PG baru yang belum menyiapkan tanamannya.,” kata Agus.
Data Ditjen Perkebunan Kementan menyebutkan, kondisi saat ini luas areal lahan tebu hanya sekitar 420 ribu ha dengan tingkat produktivitas sekitar 5,3 ton/ha.
“Berdasarkan data iklim BMKG pada tahun ini ada El Nino (tingkatnya ringan), dan mudah-mudahan produksinya bisa meningkat,” ujar Agus.
Selain melakukan penjadwalan ulang terkait target perluasan lahan, Agus juga mengatakan, Ditjen Perkebunan pun mendorong petani tebu untuk meningkatkan produktivitas melalui tata kelola air.
Sebab, sesuai rencana lahan tebu yang akan dikembangkan ke depan sudah bergeser pada budidaya tebu lahan kering.
"Untuk itu, pengembangan tata kelola air pun menjadi skala prioritas . Sebab, kalau tata kelola air tak dikelola dengan baik, produktiviuta tebu dikawatirkan tak naik signifikan,” papar Agus.
Agus juga mengatakan, untuk meningkatkan produktivitas tebu yang ditanam petani perlu dukungan kesuburan tanah. Sehingga, Ditjenbun Kementan menggandeng sejumlah perguruan tinggi dan Badan Litbang Pertanian.
"Untuk itu, pucuk tebu, ampas tebu, dan blotong tebu bisa dikembalikan menjadi unsur hara agar produktivitas tebu yang ditanam ke depan meningkat,” ujar Agus.
Sedangkan upaya lainnya yang kini sedang dilakukan Ditjenbun Kementan untuk mendorong peningkatan produksi tebu adalah, dengan mengembangkan pola tanam dan jadwal tanam. Artinya, pabrik tebu bisa beroperasi sesuai jadwal tanam.
“Namun, pola tanam dan jadwal tanam itu sudah lama ditinggalkan sehingga hampir semua pabrik gula (PG) saat ini rendemen giling awalnya rendah. Sebab, mereka tak menjadwalkan areal mana yang akan dipanen lebih dahulu. Karena itu, pola tanam dan jadwal tanam ini akan kami jadikan strategi untuk meningkatkan produksi,” papar Agus.
Agus juga mengimbau agar PG tetap menjaga kemitraan dengan petani. Artinya, ketika panen, petani bisa serahkan tebunya ke PG dan langsung mendapatkan bayaran.
“Walau beli putus, namun bukan berari antara PG dan petani tak ada ikatan. Justru, PG harus tetap menjaga kemitraan dengan petani melalui pengembangan ketrampilan kepada mereka,” pungkas Agus.