Pemerintah berharap dengan pemberian bantuan alsintan, kelompok tani membentuk Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) sebagai salah satu usaha mereka. Pembentukan UPJA ini juga merupakan ‘spirit’ petani untuk lebih mengembangkan usahanya.
“Jadi bukan sebatas usaha tani, melainkan menjadi usaha jasa alsintan, sehingga mendorong mereka lebih berperan serta dalam kemajuan pertanian Indonesia,” Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian, Andriko Noto Susanto.
Namun demikian untuk menggerakkan UPJA dengan memanfaatkan bantuan alsintan tersebut harus ada pendampingan dari penyuluh. Karena itu menurut Andriko, peran penyuluh dalam pendampingan UPJA sangat penting, terutama sebagai jembatan mobilisasi alsintan ke wilayah-wilayah yang sedang membutuhkan.
Misalnya, di satu wilayah memiliki UPJA dan sudah selesai proses tanam, lalu penyuluh berkomunikasi dengan wilayah lainnya yang dekat dengan wilayah tersebut apakah ada yang memerlukan alsintan. Nah, jika wilayah lainnya ternyata membutuhkan traktor, maka penyuluh langsung menghubungi UPJA yang berada di wilayah tersebut untuk segera ke wilayah yang membutuhkan.
Dengan adanya pendampingan ini, kata Andriko, alsintan akan dimanfaatkan sebaik-baiknya, bukan hanya di satu wilayah. Petani pun dapat melakukan usaha tani dengan menggunakan alsintan.
Namun lanjutnya, agar tidak ada lagi alsintan yang ‘tidur’, bukan hanya penyuluh yang berperan dalam pengawasan. Tapi juga dinas pertanian di tingkat kabupaten hingga provinsi, bahkan pemerintah pusat pun ikut mengawasi. Dinas Kabupaten akan mengawasi pemanfaatan alsintan di tingkat kecamatan. Lalu di tingkat kabupaten akan diawasi Dinas Provinsi, sedangkan di tingkat provinsi yang mengawasi adalah pusat, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
Pelatihan Operator
Untuk memanfaatkan alsintan lewat UPJA, memang diperlukan operator yang handal. Karenanya sekarang sudah ada pelatihan untuk menjadi operator alsintan. “Dengan beralihnya ke alsintan, tentu banyak buruh tani yang nganggur. Yang nganggur inilah kita latih sebagai operator alsintan. Jadi tidak ada yang namanya masalah sosial akibat perubahan ke alsintan,” tutur Andriko.
Tiap operator alsintan menurut Andriko, juga harus membuat jaringan antar operator di UPJA lain. Dengan demikian akan diketahui kebutuhan alsintan masing-masing daerah. Siapa yang membangun jaringan operator antar UPJA tentu saja penyuluh? Karena penyuluh sangat berperan penting dalam mengidentifikasi daerah mana yang siap untuk melakukan kegiatan usaha tani.
Pemanfaatan alsintan bukan sebatas mengubah usaha tani tradisional ke lebih modern, melainkan agar petani mau melakukan tanam dan panen serentak. Andriko mengakui, tanam dan panen serentak agak sulit apabila tidak menggunakan alsintan. “Menggunakan alsintan kegiatan tersebut (tanam dan panen serentak,red) dapat dilaksanakan dengan baik,” katanya.
Andriko menjelaskan, yang dimaksud dengan tanam serentak bukan seluruh wilayah harus tanam dan panen serentak, melainkan satu wilayah atau satu gabungan kelompok tani dalam satu hamparan mampu melakukan tanam dan panen serentak.
“Jadi bukan keseluruhan harus tanam dan panen serentak. Minimal 1 hamparan harus dilakukan secara serentak. Hal ini untuk menjaga kontinuitas akan ketersediaan produksinya. Tapi kalau semuanya bisa melakukan secara serentak, itu lebih baik lagi,” terang Andriko. Saat ini yang sudah menjalankan kegiatan tanam dan panen serentak secara kontinu adalah Brigade Alsintan. Cla/Yul/Ditjen PSP