TABLOIDSINARTANI.COM, Bogor --- Di era Pandemi COVID 19 dan new normal kali ini, penguatan pangan akan terasa semakin penting. Karenanya, Persatuan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI) meminta agar daerah semakin memperkuat pangan daerah dalam bentuk lumbung pangan mandiri untuk fondasi pangan nasional.
"Saya sangat meyakini sekali jika pasca Pandemi ini bahkan sudah terlihat saat Pandemi sekarang menuju new normal, negara seluruh dunia akan memproteksi stoknya di dalam negeri dahulu, daripada harus menjualnya ke negara lain," ungkap Ketua Umum Persatuan Mitra Tani Nelayan Indonesia (PETANI), Satrio F Damardjati kepada tabloidsinartani.com.
Satrio menambahkan jika Krisis pangan dunia sudah terjadi di depan mata untuk negara yang terlena dengan kebutuhan impor untuk pemenuhan kebutuhannya jika masing-masing negara sudah memproteksi stoknya. Dan gambaran itu sudah terlihat nyata sebenarnya di Amerika Serikat.
"Bank Pangan yang selama ini dikelola komunitas disana sudah sangat kewalahan dan pasokan juga semakin berkurang karena tingginya permintaan dari masyarakat yang terkena dampak COVID 19," tuturnya.
Di Indonesia, COVID 19 ini telah ditetapkan sebagai bencana nasional bukan alam karena secara langsung berhubungan dengan pangan dan faktor ketersediaannya. "Sebab bisa menurunkan ketersediaan, akses pangan dan konsumsi pangan itu sendiri. Mengganggu ketahanan pangan dalam jangka waktu yang lama hingga menurunkan asupan makanan yang bisa menurunkan gizi masyarakat juga," bebernya.
Karena itu, PETANI merekomendasikan Gerakan Nasional Lumbung Pangan Mandiri di daerah-daerah. "Sudah saatnya daerah bergerak untuk menyediakan stok pangan sendiri untuk kebutuhan masyarakat sendiri. Inilah yang akan menjadi landasan fondasi kuatnya pangan nasional," bebernya.
Lebih lanjut Satrio mengungkapkan bahwa Gerakan Nasional Lumbung Pangan Mandiri sebagai antisipasi cadangan pangan. Hal ini sesuai dengan UU Pemerintah Daerah yaitu UU 23/2014 tentang pembagian pelaksanaan urusan pemerintahan pusat, Provinsi dan Kab/Kota. "Dalam UU tersebut jelas terlihat bahwa pemerintah daerah hingga Kabupaten/Kota wajib mengembangkan cadangan pangan," tuturnya.
Dalam UU Pangan (UU 18/2012) juga disebutkan bahwa dalam menjaga kedaulatan pangan, ketahanan pangan, dan kemandirian pangan pemerintah telah menetapkan cadangan pangan nasional yang terdiri dari cadangan pangan perintah, cadangan pangan pemerintah daerah dan cadangan pangan masyarakat.
Satrio mengambil contoh langkah Kampung Adat Urug yang berlokasi di Kabupaten Bogor. "Penduduk kampung ini menjadikan bercocok tanam sebagai mata pencaharian mereka. Dengan luas lahan pertanian mencapai 50.000 meter persegi dan sistem cocok tanam sekali setahun mereka mampu swasembada pangan," bebernya.
Masyarakat Kampung Adat Urug mayoritas sebagai petani dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Tercatat 4.320 orang bekerja sebagai petani, kepemilikan lahan pertanian di Kampung Adat Urug adalah milik perorangan. Siklus Pertanian di Kampung Urug adalah setahun sekali atau 6-7 bulan sekali dilakukan saat Musim Hujan.
Hal ini dikarenakan sistem pertaniannya masih tradisional menggunakan irigasi dan alat-alat tradisional seperti lesung, lelempangan, dan ketam sebagai alat tadisional memanen padi masih digunakan.
Yang menarik di sini, semua kegiatan pertanian mulai dari penanaman hingga panen dilakukan secara serentak dan gotong-royong. Selain itu warga Kampung Adat Urug tidak menjual hasil pertanian mereka, padi sebagai bahan pokok pangan itu hanya untuk keperluan sehari-hari tetapi warga boleh membeli beras dari luar. Hal ini menjadikan hasil panen setahun dapat memenuhi kebutuhan selama dua tahun.
Konsep ketahanan pangan dari kampung Adat Urug, ketahanan pangan adalah menjaga, mengawasi didalam kehidupan dalam diri seseorang agar jangan meninggalkan kebudayaan misalnya pertanian, pertanian adalah mengolah tanah agar kita bisa memenuhi kebutuhan sehari- hari, bukan pertanian yang hanya mengejar keuntungan.
Bantu Petani Langsung
Lebih lanjut Satrio mengungkapkan Gerakan Nasional Lumbung Pangan Mandiri menjadi langkah aksi untuk mewujudkan kedaulatan pangan berbasis kearifan lokal dan agribisnis kerakyatan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan berazaskan Gotong Royong.
Di beberapa daerah binaan PETANI, kelompok-kelompok petani yang sudah ada mulai membentuk lumbung pangan di tingkat Kelompok Tani (Poktan). Sehingga mereka secara langsung membeli beras di desanya sendiri dan dikonsumsi oleh masyarakat sendiri.
Salah satu langkah yang sudah pernah dilakukan PETANI adalah dengan Gerakan Nasional Beli Beras Petani Untuk Zakat Fitrah yang dilakukan sejak 2018 silam. Saat itu, 500 ribu ton beras petani dibeli untuk kebutuhan zakat fitrah dan terjadi perputaran uang senilai Rp 12,5 Trilliun di dari dan ke petani.
"Nilai tersebut memiliki efek besar dan gotong royong karena ada 100 ribu hektar lahan sawah yang terbantu, 5000 orang petani yang terbantu, dan 350 ribu orang pekerja petani (petani buruh) yang terbantu. Bandingkan dengan beli beras impor, yang hanya menguntungkan 5 perusahaan importir dan 1 perusahaan ekspedisi," tukasnya.
Satrio sendiri merekomendasikan bagaiman program bantuan pangan bagi masyarakat yang terkena dampak COVID 19 ini juga melibatkan petani dalam pemenuhan pasokan bantuan.
"Sehingga isi bantuannya bukan hanya mie instan saja. Tetapi ada berasnya yang berkualitas langsung dari petani setempat. Jadi masyarakat terpenuhi pangannya sekaligus petani terbantu secara langsung," harapnya.