Sabtu, 20 April 2024


Dengan Ortam 58, Aceh Tamiang jadi Pionir Beras Organik di Aceh

23 Agu 2021, 10:37 WIBEditor : Gesha

Abdul Muin Ketua kelompok tani Seurasi menyerahkan beras organik secara simbolis kepada Bupati Mursil didampingi Kadistanbunak Yunus SP (kiri) dan Admansyah Lubis (kanan). | Sumber Foto:Bidang Penyuluhan Distanbunak Aceh Tamiang

TABLOIDSINARTANI.COM, Aceh Tamiang --- Antusiasme petani bertanam Padi organik di Kabupaten Aceh Tamiang kini berbuah manis. Kabupaten tersebut kini menjadi pionir produksi beras organik terbesar di Provinsi Aceh. 

Melalui produksi Beras Ortam 58, Kabupaten Aceh Tamiang membuktikan eksistensinya menghasilkan beras organik. 

“Ortam itu singkatan dari Organic Rice Tamiang's, sedangkan angka 58 merujuk Surat Al-A’raf ayat 58 yang menceritakan tentang kebesaran Allah SWT tentang keadaan terhadap tanaman,” jelas Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan, Yunus kepada tabloidsinartani.com.

Beras organik Ortam-58 adalah turunan dari padi organik yang berhasil diproduksi oleh Kelompoktani Seurasi, Kampung Pahlawan, Karang Baru. Proses dan hasil produksi yang dilaksanakan oleh poktan tersebut berhasil melewati uji sertifikasi yang diawasi secara ketat oleh Ketua Maporina Aceh sekaligus Inspektur Inofice, Abdul Rachman, para penyuluh pertanian setempat, serta petugas pertanian lainnya.

Pengembangan padi organik juga turut melibatkan penyuluh pertanian swadaya lokal, Admansyah Lubis, yang menjadi tenaga ahli organik di lapangan.

Hasil panen padi milik petani kemudian ditampung oleh Koperasi Organik Tamiang Jaya, dan diproses secara khusus sesuai standar pengelolaan produk organik.

Meski baru diluncurkan, produk beras Ortam-58 telah dipesan oleh sebagian pihak, serta telah dipajang di kedai milik Lingkar Temu Kabupaten Lestari pada satu lapak penjualan online.

Menambah produksi beras organik ini, Yunus menuturkan pihaknya menargetkan hasil padi sebanyak 200 ton dari luasan 20 hektar lahan yang diusahakan secara organik. Ia menambahkan, dalam dua tahun ke depan pengembangan padi organik ditargetkan mencapai 500 hektar. Seiring pengembangan itu, Distanbunak pun secara bertahap melakukan akselerasi intensifikasi pengembangan padi organik melalui program kerja yang ada. 

Dampak Positif

Bupati Aceh Tamiang, Mursil, mengaku cukup antusias dengan peluncuran beras organik ini, karena akan berdampak positif bagi konsumen dan petani.

Petani beras organik kata Bupati, akan mendapat keuntungan lebih karena harga gabah kering giling dibeli Rp 6.500 per kilogram. “Harga gabah kering giling tertinggi di Aceh Tamiang itu rata-rata hanya Rp 5 ribu. Ini jelas menjadi keuntungan petani,” ungkapnya.

Mursil mengklaim pengembangan budidaya ini merupakan gagasan dirinya, yang merujuk pola konsumsi sebagian masyarakat ekonomi menengah ke atas. Menurutnya beras orgaik tidak hanya bermanfaat bagi konsumen, tapi juga menguntungkan petani.

“Beras ini jelas sehat karena diolah secara organik, dan petani diuntungkan karena produksinya lebih banyak serta harga jual lebih tinggi,” kata Mursil.

Namun Mursil menilai keberhasilan program ini berkat peran aktif Wakil Bupati Aceh Tamiang, Tengku Insyafuddin dan Ketua Maporina Aceh Abdul Rachman. “Saya hanya sebatas gagasan, Pak Wabup selalu ke lapangan, memantau langsung kegiatan. Pak Rakhman, sampai tidur di rumah Pak Wabup, berbulan-bulan meninggalkan keluarga. Tanpa mereka gak jadi apa-apa,” ungkapnya.

Terkait mengenai pemasaran produk hasil Kelompoktani Seurasi, Kampung Pahlawan, Karang Baru tersebut, secara khusus, Bupati Mursil telah menawarkan beras ini kepada perusahaan BUMN dan BUMD di Aceh Tamiang, seperti Pertamina, Bank Aceh, dan jajaran Forkopimda untuk mengkonsumsi beras ini. Bupati Mursil juga sengaja mengundang Wakil Ketua DPRK, Muhammad Nur, serta memintanya memberikan tempat untuk menjual Ortam-58.

"Tadi pagi khusus saya undang, karena beliau ini memiliki swalayan besar di Aceh Tamiang dan Langsa. Kita minta nanti disediakan satu tempat untuk beras organik,” kata Mursil yang diamini Muhammad Nur.

Selaku Bupati, Mursil meminta kepada Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan dan Kelompoktani supaya menciptakan kesinambungan produksi. Ia meminta dinas terkait mengawal dan memastikan hal itu terwujud.

“Produk beras ini mesti terus tersedia di pasaran. Harus selalu ada... Jangan habis diluncurkan, hilang dari peredaran, ngak ada lagi”, tutur Bupati.

Menurut Bupati Mursil, salah satu faktor utama gagalnya produk pertanian lokal menembus jejaring pasar modern adalah ketiadaan kontinuitas produksi yang terjaga. “Setahun silam saya bertemu salah satu pemilik jaringan pasar modern di Medan. Di sana disampaikan, kita (Aceh Tamiang -red) bisa pasok buah-buahan, beras organik dan sayuran, tapi mereka minta jaminan pasokan. Ini yang kita belum mampu”, bebernya.

Aceh Tamiang harus menjadi pionir pengembangan beras organik di Aceh. Begitu disampaikan oleh Safrizal, Kabid Tanaman Pangan Distanbun Aceh. "Aceh Tamiang hari ini menjadi pionir pengembangan beras organik di Aceh. Bukan hanya karena memasarkan, tapi juga telah mengantongi sertifikasi,” sebutnya.

Menurutnya, belum ada kabupaten/kota lain di Aceh yang memiliki sertifikasi untuk produk beras organik. “Kabupaten/kota lain di Aceh belum ada yang melahirkan sertifikasi, makanya kita kejar terus,” tuturnya.

Sepakat dengan Bupati, Safrizal menyarankan Pemkab Aceh Tamiang terus mengawal pengembangan budidaya ini dan mengajukan usulan anggaran untuk mendukung akselerasi pertanian organik. Namun yang terpenting kata dia, pemeritah daerah dan seluruh elemen masyarakat yang terlibat pengembangan budidaya ini sepakat mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap petani tentang tanaman organik dan pola usahataninya.

“Yang terpenting, mindset petani dulu kita mantapkan. Kalau sudan bersinergi, anggaran ke pusat, dan saya kira kita jangan berhenti hanya pada beras organik saja”, lugasnya.

Reporter : AbdA
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018