Jumat, 26 April 2024


Tingkatkan Produksi, Yuk Mulai Gunakan Padi Hibrida !

08 Agu 2019, 14:55 WIBEditor : Gesha

Padi Hibrida juga bisa menjadi pilihan bagi petani untuk meningkatkan produksi | Sumber Foto:HUMAS BALITBANGTAN

Dalam ketahanan hama dan penyakit di Padi Hibrida ditentukan oleh adanya gen ketahanan yang ada pada tetuanya

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Penggunaan padi hibrida kini terus didorong Kementerian Pertanian (Kementan), khususnya dengan sistem korporasi petani. Melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah dirilis beberapa varietas padi hibrida yang bahkan mampu meningkatkan produksi mencapai 10-20%.

Kepala Balitbangtan, Dr. Fadjry Djufry menuturkan dalam RPJMN Kementan menetapkan langkah operasional untuk mendukung program tersebut melalui pengembangan kawasan berbasis korporasi petani. Rintisannya sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2017 dengan melakukan kegiatan demonstration farming padi hibrida skala luas berbasis korporasi di Tabanan, Bali dan Gelar Teknologi di Yogyakarta bekerjasama dengan International Rice Research Institute.

"Kedua kegiatan melibatkan mitra swasta, petani, petani penangkar, pemilik penggilingan secara terintegrasi. Hal ini menjadi poin penting bahwa pengembangan padi hibrida paling tepat adalah berbasis korporasi," bebernya. 

Kementerian Pertanian melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) memberikan dukungan penuh dalam penelitian dan pengembangan padi hibrida di Indonesia yang sudah dimulai sejak tahun 1984.

Namun, melihat peluang yang bisa dikembangkan, padi hibrida unggulan terus diupayakan untuk terus dirakit. Hasil penelitian BB Padi 2002 – 2019 telah dilepasnya 21 varietas unggul hibrida dengan potensi hasil tinggi, dan beberapa keunggulan ketahanan terhadap hama dan penyakit utama dan mutu, dengan rata-rata produksi benih 1,5-2 ton per ha. Dukungan penelitian juga dilakukan untuk optimasi teknologi budidaya dan produksi benih F1 hibrida. 

"Benih padi hibrida berbeda dengan inbrida dalam hal genetik, harga benih, dan status biji hasil panen (F2) yang tidak dapat dibudidayakan kembali karena akan mengalami degradasi (penurunan) hasil. Potensi hasil yang lebih tinggi dibanding padi inbrida, menjadi alasan utama pemanfaatan hibrida," beber Fadjry.

Kementan merupakan satu-satunya institusi pemerintah yang fokus pada pengembangan padi hibrida mulai dari skala riset (melalui BB Padi – Badan Litbang Pertanian), bantuan benih padi hibrida sebagai upaya peningkatan tingkat adopsi (Direktorat Perbenihan - Ditjen TP), sampai dengan alih teknologi hingga komersialisasi dan menyebar luas di masyarakat (difasilitasi oleh BPATP – Badan Litbang Pertanian).

Saat ini telah dilakukan sinergitas Kementan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah, perusahaan nasional maupun multinasional untuk melakukan komersialisasi varietas padi hibrida yang telah dilepas secara nasional.

Beberapa perusahaan yang mengembangkan padi hibrida milik Kementan, antara lain PT Petrokimia Gresik yang melisensi Hipa18, PT Bayer Indonesia melisensi Hipa 20, PT. Saprotan Benih Utama yang melisensi Hipa12 dan Hipa 14.

Adopsi Teknologi

Melihat manfaat dan peluang dari padi hibrida, seharusnya proses adopsi teknologi bisa jauh lebih mudah. Namun kenyataannya, adopsi petani terhadap benih hibrida masih rendah, dari 2013-2017 saja adopsi teknologi terhadap padi hibrida masih dibawah 5%. 

Peneliti BB Padi, Yudhistira Nugraha menuturkan Rendahnya adopsi padi hibrida di tingkat petani dibandingkan total luas lahan yang ditanami padi di Indonesia, diantaranya disebabkan oleh tiga faktor, yaitu produksi benih padi hibrida memerlukan proses yang rumit dibandingkan dengan padi inbrida. 

Tak hanya itu, produksi benih padi hibrida melibatkan galur mandul jantan yang secara alamiah memiliki rendemen benih lebih rendah dibandingkan padi normal, yaitu sekitar 1,5 ton per ha. 

Oleh karena itu, harga benih padi hibrida lebih mahal dibandingkan dengan benih padi Inbrida. Hal ini menyebabkan terbatasnya ketersediaan benih hibrida di toko pertanian, karena terbatasnya jumlah produsen (penangkar benih) padi hibrida.

Faktor kedua adalah produktivitas varietas unggul hibrida memberikan keunggulan heterosis sekitar 10% dibandingkan padi inbrida, padahal pada tingkat penelitian dan pengkajian bisa mencapai 15-20%. 

"Memang di tingkat petani dengan skala ekonomi petani kecil tidak memberikan dampak yang berarti, namun jika di hitung secara akumulasi nasional kenaikan hasil tersebut akan memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan produksi padi," bebernya.

Faktor berikutnya yaitu masih adanya pemahaman yang tidak tepat terhadap padi hibrida, dimana petani mengganggap padi hibrida adalah padi yang perlu mendapat perlakuan istimewa dan menjadi sumber hama dan penyakit.  Kenyataannya padi hibrida dapat ditanam sebagaimana padi Inbrida sesuai dengan rekomendasi dari hasil uji adaptasi yang dilakukan pada saat proses pelepasan varietas. 

"Saat ini telah banyak dilepas padi hibrida yang tahan terhadap hama dan penyakit utama padi, karena menjadi persyaratan wajib dari Kementan untuk pelepasan varietas unggul baru," ungkap Kepala BB Padi, Priyatna Sasmita.

Hal ini memperlihatkan bahwa dalam ketahanan hama dan penyakit di padi hibrida ditentukan oleh adanya gen ketahanan yang ada pada tetuanya, sehingga padi hibrida pun dapat menjadi pilihan petani untuk mendapatkan hasil yang menggembirakan.

Reporter : Kontributor
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018