TABLOIDSINARTANI.COM, Bogor --- Upaya pembangunan pertanian secara nasional akan mandeg jika tidak ada komitmen dan kerja keras serta keberpihakan pemerintah daerah kepada kegiatan penyuluhan pertanian.
"Banyak desakan perlu ditingkatkan dana untuk ini itu (dalam kegiatan penyuluhan ) Tetapi apakah itu yang paling penting? Bukan !. Yang penting komitmen daerah dalam melaksanakan program. Berapapun dana dikucurkan disitu, tetapi tidak serius, jangan pernah berani bermimpi pembangunan pertanian ada disana," tegas Kepala BPPSDMP, Prof Dedi Nursyamsi saat Konsolidasi dan Evaluasi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Periode Semester II Tahun Anggaran 2019 di Bogor, Rabu (4/11).
Padahal, Penyuluhan itu sudah terbukti memberikan kontribusi dalam peningkatan produktivitas. "Makanya kami di pusat tak segan-segan mengucurkan dana untuk penyelenggaraan penyuluhan di daerah. Baik dalam bentuk dekon, DAK, termasuk berbentuk bantuan pemerintah serta beragam kegiatan lainnya yang lokusnya ada di daerah," tuturnya
Keberpihakan pemerintah daerah dalam mendukung penyelenggaraan penyuluhan tidak hanya melalui pengelolaan dana anggaran kegiatan penyuluhan saja, tetapi juga dalam bentuk ketersediaan "rumah penyuluh" bagi tenaga penyuluh pertanian di daerah tersebut.
"Kita berharap di setiap daerah ada organisasi penyuluh, ada rumah penyuluh. Untuk daerah yang belum mengakomodasi rumah/organisasi penyuluh, sangat berharap diakomodasi,sehingga program Kementan bisa berjalan lebih efektif lagi," tuturnya.
Untuk diketahui, dinamika penyuluhan ini terjadi setelah digulirkannya UU Otonomi Daerah (UU 32/2004) yang menarik posisi penyuluh dari pusat ke daerah. Kemudian di tahun 2006, muncul UU 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan. Dimana pada tahun tersebut, muncul rumah bersama penyuluh dalam bentuk Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh), Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) dan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K).
Sayangnya, di tahun 2014 lahir kembali UU 23/2014 yang menyebabkan bakorluh masuk ke dalam Dinas Pertanian di tingkat Kab/Kota bahkn Provinsi. Agar kegiatan dan koordinasi penyuluhan pertanian tetap berjalan, Dinas Pertanian mewadahinya menjadi bentuk UPTD, Kepala Bidang Penyuluhan maupun Kepala Seksi (Kasie) Penyuluhan.
"Kalau enggak ada rumah penyuluh, susah dalam implementasinya dan penyuluhnya dalam kondisi mengkhawatirkan. Sehingga dibutuhkan perhatian dari kepala daerah untuk bersama memperhatikan pertanian salah satunya dengan menyelenggarakan menyediakan rumah bagi penyuluh," jelas Prof Dedi.
Mirisnya, ada pemerintah daerah yang sulit bersinergi untuk pengangkatan nasib THL TBPP yang sudah memenuhi persyaratan menjadi ASN. "Padahal Rumahnya penyuluh, Bapak Ibunya Penyuluh sudah Bupati dan Walikota bahkan Gubernur," tukasnya.
Prof Dedi mencontohkan Kementerian Pertanian sudah mengajukan pengangkatan THL TBPP menjadi tenaga PPPK kepada KemenPANRB adalah 11.600. Namun hingga saat terakhir, hanya ada 9.500 orang THL TBPP yang bisa diangkat. "Mereka terganjal surat rekomendasi dan formasi Penyuluh Pertanian di Kab/Kota bersangkutan," bebernya.
Kostratani
Lebih lanjut Prof Dedi menuturkan salah satu upaya meningkatkan komitmen daerah dalam pembangunan pertanian dan penyuluhan adalah dengan digulirkannya Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostratani) yang berjenjang dari pusat, provinsi, kabupaten hingga kecamatan oleh Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Prof. Dedi memaparkan Konstratani menjadi pusat pembelajaran, pusat konsultasi agribisnis, pusat gerakan pemberdayaan petani hingga pusat data dan informasi, dan pusat membangun network. "Konstratani menjadi center of excellence Pembangunan Pertanian Indonesia. Penyuluh sangat berperan untuk kelembagaan dan jejaring usaha petani. Karena itu melalui Kostratani Komando Strategis Pembangunan Pertanian Tingkat Kecamatan akan menjadikan BPP didukung oleh Pemda dan kementerian lintas sektoral," tuturnya.
Prof Dedi juga menekankan bahwa BPP sebagai konstratani akan menjadi pengubah paradigma pertanian di tingkat kecamatan. Adanya Kostratani membuat simpul koordinasi menjadi lebih baik dalam pembangunan pertanian di daerah.
Kostratani merupakan bagian dari lima program jangka pendek yang meliputi akurasi data lahan dan produksi pertanian dan pengembangan agriculture war room AWR, membangun Kostratani hingga tingkat kecamatan untuk revitalisasi BPP, menjamin ketersediaan pangan strategis tiga bulan ke depan, sinergitas penguatan manajemen pembangunan pertanian lintas kementerian, melibatkan perguruan tinggi dan didukung pemerintah daerah, pembiayaan pertanian melalui perbaikan konsep asuransi dan inisiasi bank pertanian.