TABLOIDSINARTANI.COM, Malang--- Dibatasinya kegiatan yang mengumpulkan massa dalam jumlah besar, tidak menghalangi BPP Tajinan di Kabupaten Malang untuk terus berkreasi menyuarakan pentingnya menanam empon-empon. Berbagai cara melalui medsos dilakukan termasuk yang terakhir melalui siaran radio dengan kerja sama dengan Radio Republik Indonesia (RRI) Malang.
Pagi itu, tim Balai Penyuluhan Pertanian Tajinan dengan semangat Kostratani dipimpin langsung oleh Koordinator BPP yaitu Menik Patmaningsih, SP didampingi oleh 4 penyuluh Fery Prawinda RY, Ahmad Buang, Anang Subagyo dan Riwayati melaksanakan giat taping (rekaman) program ‘Kiprah Desa’ di Programa 1 Pro Saluran Budaya RRI Malang. Materi yang disajikan adalah “Budidaya Tanaman Rimpang Jahe”. Dijadwalkan tengah hari keesokan harinya akan disiarkan kepada seluruh khalayak di Malang Raya.
Menik Patmaningsih selaku koordinator BPP Tajinan mengungkapkan bahwa komoditas jahe adalah komoditas yang menjadi primadona selama pandemi covid-19. “Di saat suasana pandemi Covid-19 ini, terjadi peningkatan konsumsi tanaman rimpang seperti jahe, temu lawak, kunyit, temu giring yang diyakini ampuh meningkatkan kekebalan tubuh, sehingga meningkatkan permintaan pasar yang menjadikan harga jual rimpang yang menguntungkan petani,"tutur Menik mengawali siaran radio.
Lebih lanjut pada bagian akhir dari ‘presentasi’ singkatnya, Menik menutup tentang proses bagaimana panen dilakukan. “Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan cangkul kecil, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar," pungkas Menik sembari tersenyum kepada moderator.
Diskusi selanjutnya mengalir dan asyik diselingi canda tawa. Semua berpartisipasi dan memberikan pandangan positif bahwa jahe memang menjadi primadona. Saat ditanya moderator berapa kisaran harga jahe dalam pandemi ini dibandingkan sebelum pandemi, seorang penyuluh Anang Subagyo mengungkapkan bahwa ada kenaikan signifikan. “Dulu sebelum pandemi berkisar Rp 50 ribu hingga 60 ribu per kg jahe. Ini oleh pembeli akhir di banyak pasar tradisional. Saat ini bisa mencapai Rp 100 ribu hingga 120 ribu per kg. jadi ada kenaikan hingga sampai 100 persen,” tuturnya.
Karenanya, swasembada empon-empon bisa jadi sudah mulai diwacanakan dan mesti terus digaungkan. Jahe dan empon-empon lainnya akan tetap menjadi komoditas strategis terlebih di masa pandemi yang masih berlangsung. Empon-empon tidak hanya ‘warisan’ leluhur yang harus terus dilestarikan, melainkan sudah menjadi jawaban dari kebutuhan obat tradisional dewasa ini. Secangkir jahe di sore hari akan menjadi teman sepi di saat himbauan untuk lebih banyak beraktifitas di rumah.