Jumat, 13 Juni 2025


Pelatihan Penyuluh dan Petani, Tak Bisa Sepenuhnya Virtual

07 Jul 2021, 17:15 WIBEditor : Gesha

Pelatihan dan penyuluhan tak bisa dibatasi dalam ruang virtual

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Peningkatan kapasitas penyuluh dan petani melalui kegiatan pelatihan, harus dengan memperhatikan perkembangan zaman.  Namun, tetap tidak bisa sepenuhnya dilakukan melalui virtual. 

Pakar penyuluhan dari Universitas Pajajaran, Iwan Setiawan saat menjadi narasumber di acara FGD Virtual Tabloid Sinar Tani yang membahas tentang Pelatihan Penyuluh dan Petani, Selasa (6/07), menilai saat ini sangat banyak terjadi perubahan di masyarakat akibat datangnya ruang baru digital. 

Demikian juga dengan kegiatan penyuluhan, kini lebih banyak didukung oleh kemajuan informasi dan teknologi (IT). “Ruang baru berupa dunia maya itu seolah-olah menjadi pemenang. Padahal faktanya itu bisa menjadi ancaman, " tandas dosen ilmu penyuluhan tersebut.

Menurutnya, penyuluhan pertanian itu jika ingin berhasil tidak bisa menghilangkan segi kemanusiaan. Artinya tak bisa sepenuhnya petani didekati dengan cara virtual melalui media elektronik. "Kegiatan tatap muka atau ruang fisik tetap penting demi tercapai tujuan memanusiakan manusia, " tegasnya. 

Apalagi kondisi saat ini kenyataannya masih banyak pedesaan yang belum bisa terakses fasilitas internet, berarti masih diperlukan aktivitas tatap  muka dalam kegiatan penyuluhan maupun pelatihan penyuluh dan petani.

Basis Komunitas

Agar bisa berkelanjutan dan tak selalu bergantung pada kucuran dana pemerintah, ke depan perlu didorong aktivitas pelatihan berbasis komunitas. 

“Jangan selalu mengandalkan upaya pemerintah pusat, libatkan berbagai pihak terutama komunitas masyarakat tapi basisnya tetap ada di pedesaan dan mengelaborasikan ruang virtual dan fisikal,” jelas Iwan. 

Komunitas masyarakat yang sudah mengakar di pedesaan  seperti kelembagaan petani berbentuk kelompok tani (poktan), gapoktan dan terakhir P4S nyatanya selama ini sudah mampu berkiprah dalam mendukung program-program pemerintah di sektor pertanian.

Sudah banyak sosok P4S yang sukses mencetak petani milenial berjiwa bisnis bahkan berorientasi ekspor. “ Kita berdayakan saja P4S untuk melatih sebanyak mungkin petani di pedesaan  dan bisa ditautkan dengan komunitas virtual,” tuturnya.

Ia menekankan, yang penting, dalam melaksanakan pelatihan  materi yang diberikan hendaknya lebih diperluas untuk dapat menjawab tantangan di masa depan tak sekedar teknik berbudidaya tanaman karena itu bisa membosankan bagi petani .

Terutama kepada petani milenial diajarkan bagaimana bisa memperhatikan keunikan lokal. Mereka perlu didorong untuk dapat  berkreasi dan berinovasi mengangkat komoditas pertanian khas di  daerah masing-masing sehingga lebih bernilai dan berdaya saing tinggi.

“Di  Indonesia kini banyak dipasarkan Thai Tea, kenapa petani kita tak bisa menciptakan komoditas unggulannya ke pasar mancanegara? Ini tentu tantangan kita bersama,” ujarnya

Sebagaimana petani  milenial, Iwan  berharap penyuluh pertanian juga hendaknya lebih responsif terhadap apa-apa yang berkembang di ruang virtual. Karena di era digital bisa disaksikan bagaimana cara-cara negara tetangga meningkatkan daya saing produk pertaniannya. “Segala sesuatu yang bergerak itu sekarang bisa disaksikan dari genggaman ,”kata Iwan.     

 

Reporter : Ika Rahayu
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018