Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Perpres 35 Tahun 2022 hadir untuk menjawab dukungan kuat terhadap penyuluhan pertanian dalam pencapaian ketahanan pangan yang terdiri peningkatan ketersediaan, akses hingga kualitas konsumsi pangan. Harapannya geliat penyuluhan pertanian di Indonesia akan semakin terasa.
Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan PPSDM Pertanian, Bustanul Arifin Caya mengatakan, geliat tersebut akan terasa gerakannya di daerah seiring diwajibkannya pembentukan Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) setara eselon III dan berbentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), khususnya membidangi Penyuluhan Pertanian di Dinas Pertanian Provinsi maupun Kabupaten. “Satminkal ini menjadi wadah pengelolaan pembinaan dan pengembangan kompetensi Penyuluh,” katanya saat acara Ngobras (Ngobrol Asik) Yuk Kenali Perpres No. 35 Tahun 2022 di Jakarta, Selasa (5/4).
Amanat pembentukan satminkal setara UPTD Penyuluhan Pertanian ini tertera pada Pasal 3 Perpres 35 Tahun 2022, khususnya Bab II Penguatan Hubungan Kerja. Jika di Provinsi dan Kabupaten/Kota tidak terdapat UPTD Penyuluhan Pertanian, maka Gubernur dan Walikota/Bupati wajib menetapkan satu satminkal di Dinas Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Dengan demikian, penyelenggaraan penyuluhan pertanian di Provinsi serta Kabupaten/Kota dilakukan satminkal.
Dampaknya, pengelolaan karir penyuluh (mulai administrasi, penilaian angka kredit penyuluh pertanian, uji kompetensi, kenaikan pangkat/jenjang jabatan fungsional, peningkatan uji kompetensi) berada pada satu unit kerja. “Adanya satminkal akan memudahkan dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kinerja penyuluh pertanian,” kata Bustanul.
Dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian, akan terjadi koordinasi dan mekanisme kerja yang teratur antara Pusat (Kementerian Pertanian), Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Sementara Pusat memberikan arahan, provinsi melaksanakaan koordinasi dan kab/kota sebagai pelaksana kegiatan melalui mekanisme kerja terintegrasi sesuai perencanaan, pembinaan, pengawalan dan pengendalian, serta pemantauan dan evaluasi Penyuluhan Pertanian.
BPP dan Posluhdes
Di tingkat Kecamatan hingga Desa, Bustanul mengungkapkan, Balai Penyuluhan Pertanian dan Pos Penyuluhan Desa (Posluhdes) menjadi wajib dibentuk serta ditumbuhkan sesuai amanat Pasal 10 Perpres No. 35 Tahun 2022. BPP dibentuk pada setiap kecamatan yang memiliki potensi pertanian. “Setidaknya tersedia lahan pertanian dan terdapat rumah tangga petani dan ditetapkan Bupati/Walikota,” ujarnya.
Sedangkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi BPP, lanjut Bustanul, Kepala Dinas Kab/Kota menetapkan seorang penyuluh sebagai koordinator BPP. Koordinator BPP bertanggung jawab kepada kepala dinas kab/kota melalui Satminkal Penyuluhan Pertanian Kab/Kota. Dan dalam melaksanakan tugas dan fungsi, berkoordinasi dengan camat. “Dulu, penetapan penyuluh sebagai Koordinator BPP belum cukup tegas dan masih beragam. Sekarang, dengan adanya Perpres ini diharapkan penetapan penyuluh sebagai Koordinator BPP oleh kepala dinas kab/kota sudah tegas dan seragam. Sehingga, berdampak pada meningkatnya penyelenggaraan penyuluhan pertanian di kecamatan,” tuturnya.
Bustanul juga menyoroti, sebelum hadirnya Perpres 35/2022 ini, nomenklatur BPP di kecamatan sebagai lembaga penyuluhan pertanian belum seragam. Karena itu, sekarang diharapkan adanya kejelasan status wajib menumbuhkan dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota, bisa memiliki nomenklatur yang sama. “Diharapkan, eksistensi BPP dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian di kecamatan semakin kuat,” tambahnya.
Terkait materi penyuluhan pertanian, Bustanul mengatakan, materi penyuluhan pertanian belum sepenuhnya spesifik dan sesuai kebutuhan pelaku utama, pelaku usaha dan masyarakat pertanian. Namun pada Pasal 15 Perpres No. 35 Tahun 2022 diatur materi penyuluhan, Menteri menyediakan sumber materi penyuluhan berbasis TIK dan penekanan materi pada peningkatan ketersediaan pangan, akses pangan dan kualitas konsumsi pangan. “Diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pelaku utama, pelaku usaha dan masyarakat pertanian dalam pencapaian ketersediaan pangan, akses pangan, dan kualitas konsumsi pangan,” harap Bustanul.