Rencana penarikan penyuluh pertanian menjadi pegawai Kementan disambut antusias oleh Perhimpunan Penyuluh Pertanian (Perhiptani) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
TABLOIDSINARTANI.COM, Mukomuko -- Rencana penarikan penyuluh pertanian menjadi pegawai Kementan disambut antusias oleh Perhimpunan Penyuluh Pertanian (Perhiptani) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Pemerintah Indonesia sepakat untuk menarik kewenangan pengelolaan penyuluh pertanian lapangan (PPL) ke tingkat pusat, yang akan dikelola oleh Kementerian Pertanian (Kementan).
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkapkan hal ini melalui rencana Peraturan Presiden (Perpres), yang akan mengatur penyuluh pertanian di seluruh Indonesia untuk berada di bawah pengelolaan Kementan.
Menurut Zulkifli, langkah ini diambil guna memperkuat sistem penyuluhan pertanian di tanah air agar lebih terkoordinasi dan terfokus pada pencapaian program-program pertanian pemerintah yang lebih efektif.
Rencana tersebut disambut positif oleh berbagai pihak, termasuk Perhimpunan Penyuluh Pertanian (Perhiptani), khususnya Perhiptani Mukomuko yang terletak di Provinsi Bengkulu.
Trisno Putra, Sekretaris DPC Perhiptani Mukomuko, menyatakan bahwa dirinya dan penyuluh lainnya telah menerima informasi mengenai perubahan kebijakan tersebut dan menyambut baik rencana penarikan kewenangan ini.
“Kami para penyuluh menunggu untuk ditarik ke pusat. Penguatan kewenangan penyuluh pertanian di bawah Kementan langsung tentu kami sambut baik,” ujar Trisno.
Sebelumnya, pada tahun 2023, DPP Perhiptani sempat mengusulkan agar penyuluh pertanian langsung berada di bawah pengelolaan pemerintah pusat, meski sempat terkendala oleh peraturan perundang-undangan.
Trisno Putra, yang juga merupakan lulusan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, mengungkapkan bahwa selama penyuluh pertanian (PPL) berada di bawah pengelolaan pemerintah daerah, banyak terjadi kebingungannya terkait pembagian tugas.
PPL seringkali dihadapkan pada tugas-tugas tambahan yang tidak berkaitan langsung dengan penyuluhan, seperti tugas administratif dinas yang justru mengalihkan fokus mereka dari pekerjaan utama sebagai penyuluh.
"Pada intinya, kami para penyuluh menunggu untuk ditarik ke pusat. Penguatan kewenangan penyuluh pertanian di bawah Kementan langsung tentu kami sambut baik," ujar Trisno.
Menurut Trisno, penarikan PPL ke pusat bisa jadi adalah langkah strategis untuk mendukung program swasembada pangan yang lebih terarah.
"Arah kebijakan pusat bisa langsung tersampai ke petani yang langsung dijembatani PPL," paparnya.
Dengan kebijakan yang lebih terpusat, program-program dari pemerintah pusat dapat langsung diteruskan ke petani melalui penyuluh yang lebih terorganisir dan fokus.
Di Kabupaten Mukomuko, PPL saat ini berada di bawah Dinas Pertanian. Dalam struktur tersebut, terdapat pejabat struktural sebagai Kepala Bidang Penyuluhan Pertanian yang setara dengan Eselon 3b, serta Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang bertanggung jawab secara teknis di masing-masing wilayah kecamatan.
Kabupaten Mukomuko memiliki 78 PPL, dengan 68 di antaranya berstatus PNS dan 10 orang berstatus P3K.
Selain itu, Pemkab juga merekrut 36 penyuluh swadaya, sehingga jumlah total penyuluh di Kabupaten Mukomuko mencapai 114 orang.
Trisno menyebutkan bahwa meski jumlah PPL di Mukomuko lebih baik dibandingkan daerah lain, rasio ideal penyuluh per desa masih belum tercapai.
"Idealnya ada 1 penyuluh pertanian di satu desa, tapi di Mukomuko, satu penyuluh PNS masih membawahi dua desa atau kelurahan," jelasnya.
Namun, dengan adanya tambahan penyuluh swadaya, hampir setiap desa di Mukomuko memiliki penyuluh lapangan.
Tantangan terbesar di Mukomuko adalah luas wilayah yang cukup besar, meskipun secara keseluruhan, rasio jumlah penyuluh dengan jumlah desa di Kabupaten Mukomuko masih tergolong lebih baik dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki rasio penyuluh hingga 5 hingga 7 desa per orang.
"Kalau saya dengar di daerah lain itu, ada 1 penyuluh pegang 5 sampai 7 desa," pungkas Trisno.