Kamis, 18 April 2024


Iriana Ekasari, Sajikan Teh dengan Cara Berbeda

06 Jan 2023, 10:03 WIBEditor : Yulianto

Iriana Ekasari, founder Sila Tea | Sumber Foto:Dok. Peragi

TABLOIDSINARTANI.COM, BOGOR--Teh memang menjadi salah satu komoditas perkebunan yang laku di pasar ekspor. Sayangnya, meski menjadi salah satu produsen teh dunia, minum teh belum menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Kebanyakan konsumen dalam negeri hanya sekedar meminum, bukan penikmat.

Hal itu berbeda dengan beberapa negara penghasil teh seperti China dan Jepang. Minum teh menjadi bagian gaya hidup masyarakat negara tersebut. Mirisnya lagi, di pasar dunia teh Indonesia justru dikenal bermutu rendah, sehingga hanya untuk blending teh dari negara lain. Bahkan kondisi petani teh dalam negeri juga terbilang jauh dari sejahtera.

Melihat kondisi dunia teh dalam negeri yang kian surut mendorong, Iriana Ekasari ingin mengembalikan posisi teh Indonesia di kancah perdagangan teh mancanegara. Dirinya membangun usaha Sila Tea yang berlokasi di Bogor.

Mengapa harus ada kami? Setiap kita mau berbisnis kalau tidak ada alasan akan sulit untuk langeng,” katanya saat Bertani on Cloud Agribisnis Teh yang berlangsung di tengah kebun teh, puncak Bogor. Kegiatan tersebut merupakan kerjasama Pusat Pelatihan Pertanian, BPPSDMP dengan Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi).

Iriana melihat, dunia teh dalam negeri bukan hanya bermasalah di hulu, tapi juga di hilir. Di hulu, ia melihat, petani teh umumnya miskin dan tidak mendapatkan kesejahteraan dari usaha taninya. Harga pucuk teh sangat murah, di Garut hanya Rp 1.500/kg dan beberapa wilayah lain sekitar Rp 2.000-2.500/kg.  

“Ini kan tidak adil. Petani tidak mendapatkan kesejahteraan dari apa yang dia rawat. Kalau kita terus membiarkan terjadi, maka tanaman akan rusak,” tuturnya.

Masalah kedua menurut Iriana adalah banyaknya lahan teh yang beralih fungsi untuk usaha lain, bahkan banyak lahan kebun teh yang mulai gundul. Selain itu, terjadi kerusakan lingkungan. Padahal tanaman teh menjadi penyangga penggunungan yang ada di atasnya. “Kalau rusak akan ada ancaman pangan dan lingkungan,” ujarnya.

Sedangkan di bagian hilir, Iriana juga melihat kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mengonsumsi teh adalah yang berwarna gelap. Padahal di luar negeri justru yang mempunyai nilai tinggi adalah teh yang bening. Masalah lainnya di hilir adalah ekspor kian turun, sebaliknya impor justru naik. “Di luar negeri citra teh Indonesia berkualitas rendah. Kerena itu, perlu kita perlu mengedukasi ke konsumen,” tegasnya.

Apa yang dilakukan Irian mengangkat teh nusantara? Baca halaman selanjutnya.

 

Reporter : Julian
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018