Minggu, 13 Oktober 2024


Evalinda, Jatuh Bangun Bisnis Ayam Goreng D’Besto

15 Mei 2024, 12:03 WIBEditor : Yulianto

Evalinda sukses menekuni bisnis ayam goreng DBesto | Sumber Foto:HA IPB

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Bagi masyarakat di Tanah Air, miniresto D’Besto yang menyajikan ayam goreng kriuk  mungkin akan sangat familiar. Di tengah dominasi resto ayam goreng besar dengan lebel dari Negeri Paman Sam, ayam kriuk D’Besto menjadi alternatif menu cepat saji bagi berbagai kalangan, khususnya anak-anak. Apalagi harganya tak mengurang kantong.

Siapa dibalik mengguritanya bisnis ayam gireng D’Besto? Ternyata seorang ibu rumah tangga bergelar Dokter Hewan bernama Evalinda Amir. Keinginan sedari kecil memperbaiki ekonomi keluarga mengantarkan Evalinda Amir, terjun dalam bisnis ayam goreng kaki lima. Dialah CEO & FounderD’Besto.

Pernah bangkrut, Eva kini sukses membangun D’Besto, miniresto ayam goreng yang punya 300 mitra di seluruh Indonesia. Bukan jalan mudah menggapai beragam nikmat yang dikecap dan dirasakan Evalinda Amir bersama suaminya yang juga dokter hewan, Setyajid.

Kedua dokter hewan jebolan IPB itu mampu mengembangkan peternakan, hingga harus menyediakan 12 ribu ekor potong ayam untuk melayani pelanggannya melalui usaha kuliner D' Besto. Jumlahnya outlet D’Besto saat ini sudah lebih dari 165 cabang yang tersebar di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Sumatra Barat, dan Riau. Bahkan mengembangkan sayapnya ke Lampung, Jambi, dan Sumatra Utara.

Seperti dikutip dari Alumniipdpedia.com, Eva meresapi betul mimpi mengubah kehidupan. Terlebih, karena kakaknya yang harus menanggung pendidikan perempuan asal Payakumbuh, Sumbar ini saat kuliah di IPB University, Bogor. Ayahnya tidak lagi sanggup lagi membiayai.

Selesai kuliah pada 1990, Eva kerja di Jakarta sambil berbisnis. Setahun berlalu, ia menikah dan menjalani usaha bersama suami, Setyajid. Pertama kali yang dirintis yaitu jualan kambing kurban. Di rumah kontrakan, Eva tinggal dengan banyak orang. Ia pun memikirkan kerjaan buat mereka. Mulailah Eva jualan ayam potong. Orang di rumah memotong ayam, ia dan suami yang memasarkan.

“Dari jualan 5 ekor/hari, naik sampai 300 ekor/hari. Kendalanya, ayam baru dibayar setelah magrib. Jika yang punya warung tidak ada, pembayaran mundur,” ujarnya mengisahkan awal meniti usahanya tersebut.

Eva kemudian berpikir mencari dagangan yang tidak bisa diutang orang. Tercetuslah jualan nasi uduk pada 1992. Namun saat sedang jalan-jalan dengan suami di tahun 1993, Eva melihat jualan ayam goreng yang ramai pembeli. Ia pun ikut membeli dan merasakan enaknya ayam goreng tersebut.

Terbersit dari pengalaman tersebut, Eva lalu mencoba menjajakan ayam goreng sambil mempelajari bumbunya. Setahun ia mempelajari resep dan menguji coba. Jika ketemu orang yang senang masak, ia minta cicip ayam goreng racikannya lalu tanya pendapatnya.

Upaya kerasnya mencari resep ayam goreng bumbu akhirnya menuai hasil. Pada 1994, Eva berhasil menemukan formula yang pas. Eva kemudian memulai dagang ayam goreng kaki lima bermerek Kentuku Fried Chicken (KuFC). “Suami saya bagian mendobrak. Bagian keuangan tetap saya. Saya punya ponakan, dia yang saya ajak bagian catat-catatnya,” ulasnya.

Bisnis Eva terus menanjak. Pada tahun 1997, omzet usaha KuFC mencapai Rp 5 juta sehari. Dengan omzet yang cukup besar itu, ia memberanikan diri meminta ijin kepada sang suami untuk berhenti kerja untuk fokus mengembangkan KuFC.  Apalagi saat itu bertepatan pula perusahaan menawari pegawai mengundurkan diri dan memberi pesangon karena krisis moneter mulai melanda.

Jalan terjal membuat Eva sempat jatuh, krisis ekonomi menghempaskan bisnisnya. Baca halaman selanjutnya.

Reporter : Julian
Sumber : alumniipbpedia.com
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018