Rabu, 15 Januari 2025


Abdul Wahab, Pionir Pengusaha Jamur Tiram di Kawasan IKN

12 Agu 2024, 11:10 WIBEditor : Gesha

Abdul Wahab dengan baglog jamur tiramnya | Sumber Foto:Foto/NabilaUlfa

TABLOIDSINARTANI.COM, Penajam Passer Utara -- Abdul Wahab adalah seorang pengusaha sukses yang dikenal sebagai pionir budidaya jamur tiram di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru. Memulai usahanya dari skala kecil, Wahab melihat potensi besar dalam budidaya jamur tiram sebagai alternatif pertanian yang berkelanjutan.

Abdul Wahab dan istrinya, Misem, adalah pasangan yang tidak hanya menemukan passion baru, tetapi juga menginspirasi perubahan di Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur.

Dikenal sebagai pionir budidaya jamur tiram di wilayah mereka, kisah pasangan ini adalah bukti bagaimana cinta terhadap pertanian dapat tumbuh menjadi usaha yang sukses dan bermanfaat bagi komunitas.

Segalanya dimulai pada awal 2018, ketika Abdul Wahab dan Misem, yang saat itu berprofesi sebagai guru sekolah menengah, mulai merenungkan apa yang akan mereka lakukan setelah pensiun.

Meski sama-sama memiliki kecintaan terhadap pertanian, ada satu tantangan besar: Misem tidak kuat terhadap panas matahari. Hal ini membuat mereka berpikir keras tentang jenis pertanian apa yang bisa dilakukan tanpa harus berurusan dengan teriknya matahari.

Setelah banyak pertimbangan, mereka menemukan jawabannya: jamur tiram. Dalam langkah yang penuh keyakinan, mereka memulai budidaya jamur tiram di rumah mereka, meskipun pada awalnya hanya berskala kecil.

Pada akhir 2018, Abdul Wahab, yang selalu memiliki mata yang jeli terhadap potensi di sekitarnya, menyadari sesuatu yang sering kali diabaikan orang lain.

Ketika berjalan-jalan di sekitar rumahnya di Kecamatan Waru, Penajam Paser Utara, ia sering kali melihat limbah gergajian kayu yang dibuang begitu saja. Meskipun tampak seperti sampah bagi banyak orang, Abdul Wahab melihatnya sebagai peluang emas.

"Saya melihat banyak bekas gergajian yang dibuang begitu saja, padahal itu manfaatnya banyak," ujarnya.

Setelah menemukan tumpukan limbah gergajian kayu yang terbuang begitu saja di sekitar rumahnya, Abdul Wahab merasa penasaran dengan potensi yang mungkin tersembunyi di balik limbah tersebut.

Dengan tekad untuk mengubah sesuatu yang tampak tidak berguna menjadi peluang, ia mulai mencari cara untuk memanfaatkannya.

Bermodal akses internet dan rasa ingin tahu yang tinggi, Abdul Wahab memutuskan untuk mencari informasi melalui YouTube.

Ia menghabiskan waktu menonton berbagai video untuk mempelajari jenis tanaman apa yang bisa ditanam menggunakan limbah gergajian kayu sebagai media tanam.

Saat Abdul Wahab menemukan bahwa limbah gergajian kayu bisa dimanfaatkan sebagai media tanam, muncul ide brilian dalam benaknya: membudidayakan jamur tiram.

Budidaya jamur tiram tampak sebagai solusi yang sempurna, bukan hanya karena bahan bakunya melimpah, tetapi juga karena prosesnya tidak memerlukan paparan sinar matahari langsung, sesuatu yang menjadi pertimbangan penting bagi istrinya, Misem.

Dengan keyakinan bahwa budidaya jamur tiram akan cocok bagi mereka, Abdul Wahab dengan antusias mengusulkan idenya kepada sang istri. Misem, yang memang tidak tahan dengan panas matahari, segera mendukung penuh ide tersebut.

"Ibu pasti mau karena tidak perlu berjemur di bawah matahari," ucap Abdul Wahab sambil tersenyum, mengingatkan kembali alasan sederhana namun penting yang membuat mereka berdua yakin untuk melangkah maju.

Tantangan

Meskipun Abdul Wahab dan Misem memulai usaha budidaya jamur tiram dengan penuh keyakinan dan semangat, perjalanan mereka tidak selalu mulus.

Selama beberapa tahun pertama, mereka menghadapi berbagai tantangan dan kegagalan. Salah satu kesulitan utama adalah mendapatkan bibit jamur tiram yang berkualitas. Pada masa itu, bibit hanya bisa diperoleh dari daerah Jawa, dan seringkali kualitasnya menurun karena proses pengiriman yang lama.

"Kalau sampai sudah tidak bagus, karena pengirimannya kan lama," ungkap Abdul Wahab. Meski demikian, ia tetap berusaha menanam bibit yang telah mereka beli meskipun hasilnya tidak memuaskan—jamur tidak tumbuh subur seperti yang diharapkan.

Selain masalah bibit, proses produksi juga menjadi kendala besar. Seluruh tahapan produksi dilakukan secara manual. Mereka harus memadatkan limbah gergajian yang dicampur dengan kapur menggunakan botol kaca bekas untuk membuat baglog. Proses ini memakan waktu yang lama dan sangat melelahkan.

Dalam seminggu, mereka hanya mampu memproduksi sekitar 300 baglog, dan setiap baglog memerlukan waktu sekitar dua jam untuk diproses. Hasil panen dari jumlah tersebut rata-rata hanya tiga kilogram jamur tiram per hari. "Kadang balik modal kadang tidak dengan hasil panen segitu," kata Abdul Wahab, mencerminkan tantangan finansial yang mereka hadapi.

Kesulitan ini membuat usaha mereka berjalan lambat dan tidak selalu menguntungkan. Namun, ketekunan dan dedikasi mereka terus mendorong mereka untuk mencari solusi dan perbaikan.

Pada tahun 2022, Abdul Wahab menemukan angin segar untuk usahanya ketika mendapatkan informasi melalui rekan nelayannya tentang program Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT). Program ini dirancang untuk mendukung usaha potensial yang belum sepenuhnya berkembang. Abdul Wahab merasa sangat terbantu oleh dukungan PHKT.

"Saya ketemunya itu 2022, dan bantuannya luar biasa," ujar Abdul Wahab dengan penuh rasa syukur. Bantuan yang diterima meliputi peralatan dan mesin canggih, seperti mesin untuk mengolah media tanam, mesin pres, dan mesin sterilisasi. PHKT juga menyediakan fasilitas tambahan berupa rumah khusus untuk budidaya jamur tiram.

Dukungan ini sejalan dengan rencana Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) untuk meningkatkan ketahanan pangan di kawasan Waru. Jamur tiram dipilih karena kaya akan nutrisi dan dapat berkontribusi pada pemenuhan gizi masyarakat setempat.

Dengan peralatan baru dan fasilitas yang disediakan, Abdul Wahab dan istrinya mampu meningkatkan produksi jamur mereka secara signifikan. Proses budidaya yang sebelumnya terhambat oleh keterbatasan peralatan kini menjadi lebih efisien dan produktif. Kemajuan usaha budidaya jamur tiram Abdul Wahab dan istrinya telah membawa dampak positif yang luas.

Dengan meningkatnya produksi yang kini mencapai 7.000 baglog, mereka tidak hanya memperbesar skala usaha, tetapi juga memberikan peluang ekonomi kepada masyarakat sekitar.

Saat ini, 12 ibu-ibu di sekitar rumah mereka telah bergabung dalam budidaya jamur tiram, mendapatkan penghasilan tambahan meski tetap menjalankan pekerjaan rumah tangga. Proses panen dilakukan setiap hari, menghasilkan antara 20 hingga 25 kilogram jamur per panen.

Dengan harga jual sekitar Rp45.000 hingga Rp50.000 per kilogram, usaha ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi kepada Abdul Wahab dan istrinya, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan komunitas lokal.

Jamur tiram tidak hanya dijual segar di pasar tradisional Penajam Paser Utara (PPU), tetapi juga diolah menjadi berbagai produk makanan bernilai tambah seperti kebab jamur, bakso jamur, nugget jamur, dan jamur crispy.

Diversifikasi produk ini tidak hanya meningkatkan nilai jual, tetapi juga menarik perhatian konsumen dengan variasi pilihan yang lebih luas.

Reporter : Nattasya
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018