Jumat, 13 Juni 2025


Tiga Tahun Budidaya Kentang Industri

24 Sep 2024, 13:56 WIBEditor : Yulianto

Nurdin Azis, petani kentang Sembalun

Sejak tiga tahun terakhir, Nurdin mengakui, petani di Sembalun sudah mulai menanam kentang industri varietas Citra yang dikembangkan PT. AIMS. Bekerja sama dengan perusahaan tersebut, petani menanam kentang industri dari mulai G0 (nol) hingga G4 (empat).

”Kita dibantu memproduksi G2 dan G3 tahun 2023, akhirnya kami memproduksi G4 dan hasilnya diterima perusahaan seperti Indofood dan Wings Food,” tuturnya. Meski petani telah mampu memproduksi kentang industri, Nurdin mengakui, petani belum sepenuhnya bisa memasok kebutuhan industri.

Nurdin mengakui, benih Citra merupakan benih endemik di Sembalun. Dari hasil penanaman dua varietas bibit kentang impor dan lokal, hasilnya justru kentang lokal memiliki keunggulan yang tidak ada di kentang impor. Salah satunya tahan terhadap penyakit endemik  NSK.

Dengan hadirnya bibit kentang industri lokal, Nurdin menegaskan, generasi mudah petani di Sembalun makin tertarik dengan benih tersebut. Bandingkan saja, harga kentang bibit impor harga sekarang mencapai angka Rp 19-20 ribu/kg, sedangkan bibit kentang Citra hanya Rp 11-13 ribu/kg.  ”Bahkan hasilnya jauh lebih unggul dari benih kentang impor yang harga benih lebih mahal,” ujarnya.

Apalagi analisa usaha tani kentang industri sangat mahal sekitar Rp 112 ribu-120 juta dari mulai biaya membeli benih, pengolahan lahan dan pemupukan pada musim tanam pertama (musim hujan), sedangan musim kemarau sekitar Rp 110 juta. ”Untuk mengembalikan modal, kami petani coban menghitung ternyata biaya usaha tani per hektar paling besar adalah untuk membeli benih,” tuturnya.

Hitungan jika untuk menanam 1 ha diperlukan 2 ton benih kentang impor, maka diperlukan biaya benih sebanyak Rp 40 juta. Sementara ketika petani menanam menggunakan benih kentung Citra, kebutuhan benihnya lebih sedikit hanya 1,3-1,5 ton. Diperkirakan untuk biaya benih hanya sekitar Rp 20 juta-an. ”Ini sangat menguntungkan petani. Ditambah dengan budidaya yang sesuai dengan rekomendasi,” katanya.

Apalagi setelah petani bekerjasama dengan PT Pupuk Indonesia, penggunaan pupuk bisa lebih efisien. Dengan kerjasama tersebut, pH tanah di lokasi penanaman kentang bisa ditingkatkan dari sebelumnya hanya sekitar 5 menjadi 6 lebih. “Pupuk Indonesia membantu petani dengan pengujian tanah. Jadi sebelum penanaman, lahah petani diuji dulu,” tuturnya.

Mengikuti Program Agrosolution atau kini bernama Program Makmur, Nurdin mengakui, petani mendapat banyak pilihan. Misalnya, membayar pupuk dengan sistem yarnen (bayar setelah panen).

“Ini sangat membantu kami dalam mendapatkan pupuk. Kita gunakan pupuk non subsidi. Kenapa pupuk non subsidi? Karena budidaya ketang ternyata tidak cocok menggunakan pupuk subsidi, karena unsur yang dibutuhkan kurang,” ungkapnya.

Nurdin mengakui, keberhasilan petani dalam budidaya kentang industri tak lepas dari pendampingan dari penyuluh pertanian. Baca halaman selanjutnya.

Reporter : Echa
BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018