Bambang Soga, Ketua Umum Patri
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Bambang Sulistiyo, atau yang akrab disapa Bambang Soga, resmi terpilih sebagai Ketua Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (Patri). Dalam kepemimpinannya, dirinya komitmen untuk mengangkat martabat anak transmigran dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
Sejak awal, transmigrasi digagas sebagai perekat bangsa yang menyatukan berbagai suku, agama, ras, dan budaya. Visi pendiri PATRI tersebut akan diwujudkan dengan berbagai misi yang akan dilakukannya.
Bambang menekankan, setidaknya ada dua misi utama PATRI dibawah kepemimpinannya. Pertama, menanamkan kebanggaan kepada generasi muda transmigran agar mereka tidak merasa malu dengan status mereka.
“Menjadi anak transmigran bukanlah sesuatu yang memalukan. Transmigrasi hanyalah nasib awal, tetapi ke mana kita membawa nasib itu, ke arah baik atau buruk, adalah pilihan kita sendiri,” ujar Bambang.
Selama ini dirinya mengakui, masih ada stigma negatif terhadap anak transmigran yang harus diperbaiki. Karena itu, Ia bertekad ingin membangun kesadaran bahwa mereka adalah bagian penting dalam perekat bangsa.
Untuk mencapai hal tersebut, dua hal utama yang menjadi fokusnya adalah membangun kebanggaan dan memperkuat fondasi ekonomi anak-anak transmigran. Namun kebanggaan sebagai anak transmigran harus diiringi dengan kemajuan ekonomi. “Jika komunitas transmigran tidak memiliki fondasi ekonomi yang kuat, kebanggaan tersebut akan sulit dipertahankan,” tuturnya.
Siap Ikut Andil
Sebagai organisasi berbasis petani dan nelayan, Bambang mengaku PATRI siap ikut andil dalam program ketahanan pangan dan swasembada yang dicanangkan pemerintah. “Kami hidup di daerah-daerah sulit. “Jika potensi ini dimaksimalkan, bisa menjadi kekuatan besar dalam mendukung ketahanan pangan nasional,” katanya.
Namun, Bambang juga mengkritisi kondisi saat ini yang mana Indonesia masih mengandalkan impor pangan, meski berbagai program telah pemerintah canangkan selama puluhan tahun. Karena itu, ia menegaskan, pemerintah perlu mencari solusi konkret agar swasembada pangan benar-benar terwujud.
Sebagai organisasi yang memiliki pengalaman hidup di daerah terpencil, PATRI siap berkontribusi dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Saat ini kata Bambang, PATRI memiliki tenaga kerja yang melimpah dan siap membantu program pemerintah.
Bahkan, PATRI ingin aktif memberikan masukan kepada kementerian terkait agar kebijakan yang dibuat benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan. “Banyak kebijakan pangan yang dirancang tanpa mempertimbangkan pengalaman nyata di lapangan. Kami ingin menjadi mitra pemerintah dalam memberikan solusi yang lebih efektif,” tambahnya.
Bahkan Bambang mendukung penuh program Astacita, yang berfokus pada pembangunan dari pinggiran untuk memperkuat ekonomi nasional. Ia melihat program ini sangat relevan dengan kondisi para transmigran, yang mayoritas tinggal di daerah terpencil dan pinggiran.
“Dulu, PATRI bermula dari hutan yang tak berpenghuni, tanpa akses jalan, dan dianggap sebagai daerah buangan. Kini, dengan program pembangunan dari pinggiran, kesenjangan antara desa dan kota bisa diperkecil. Tapi, tentu saja, ini harus disertai dengan aksi nyata, bukan sekadar cita-cita,” tuturnya.
Sebagai anak transmigrasi, Bambang mengaku prihatin terhadap nasib petani di daerah transmigrasi. Ia mencontohkan bagaimana sulitnya petani di daerah terpencil menjual hasil panen karena minimnya infrastruktur.
“Pernah satu kampung menanam semangka, tetapi karena tidak ada akses jalan, ribuan ton semangka membusuk di kebun. Infrastruktur yang buruk menjadi masalah utama yang harus segera dibenahi,” katanya. Karena itu, menurut Bambang, pembangunan infrastruktur harus berjalan seiring dengan program ketahanan pangan agar hasil panen tidak terbuang sia-sia.
Teruji di Daerah Terpencil
Selain memperjuangkan kesejahteraan petani dan nelayan transmigran, PATRI juga berencana untuk segera melakukan audiensi dengan kementerian terkait. Bambang ingin memastikan bahwa aspirasi dan pengalaman masyarakat transmigran yang telah puluhan tahun hidup di daerah terpencil dapat menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan pemerintah.
“Kami ingin kebijakan pangan tidak hanya didasarkan pada teori akademisi yang belum pernah turun langsung ke lumpur. Kami yang hidup di daerah ini tahu betul bagaimana cara mengelola lahan, termasuk lahan gambut yang selama ini dianggap sulit untuk pertanian,” ungkapnya.
Bambang mengatakan, para transmigran yang sudah bertahun-tahun tinggal di lokasi tersebut lebih memahami bagaimana menghadapi medan yang sulit. Karena itu, ia berharap pemerintah seharusnya lebih banyak melibatkan komunitas transmigran sebagai mitra strategis, khususnya dalam membangun pertanian di daerah.
Ke depan dirinya berharap bahwa peran PATRI dalam pembangunan nasional semakin diperhitungkan. Dengan pengalaman bertahan di daerah terpencil, komunitas transmigran memiliki keunggulan dalam mengelola lahan dan menghadapi tantangan di sektor pertanian dan perikanan.
“Kami sudah berjuang dari nol, dari daerah yang sebelumnya tak berpenghuni hingga bisa menjadi desa yang berkembang. Itu bukti keuletan kami. Kami ingin menjadi mitra strategis pemerintah agar kebijakan yang diambil benar-benar berdampak pada kesejahteraan rakyat,” tutur warga transmigran asal Kabupaten Landak, Kalimantan Barat ini.
Dengan semangat baru di bawah kepemimpinan Bambang Sulistiyo, PATRI siap mengangkat martabat anak transmigran dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Kini, tinggal bagaimana pemerintah merespons dan berkolaborasi untuk mewujudkan cita-cita besar ini.