Pipin Aripin Pendiri E-QuaNik Agri Nusantara
TABLOIDSINARTANI.COM, Kuningan --- E-QuaNik Agri Nusantara hadir mengubah wajah pertanian tanah air. Fokus pada budidaya melon premium dan sistem smart farming, usaha yang dirintis Pipin Aripin dan Fitri Melyasari ini memberdayakan pemuda desa untuk bertani secara efisien dan berkelanjutan, serta membawa produk mereka bersaing di pasar global.
Ditengah generasi muda di desa yang meninggalkan dunia pertanian. Pipin dan Fitri malah sebaliknya, suami istri dari Desa Hantara, Kabupaten Kuningan, memutuskan untuk tidak ikut-ikutan pergi.
Walaupun latar belakang mereka jauh dari dunia pertanian, namun justru dari sana mereka melihat sesuatu yang berbeda.
Pertanian tak harus identik dengan lumpur dan peluh. Ia bisa modern, menguntungkan, dan keren, asal disentuh dengan cara yang tepat.
“Kami melihat, banyak anak muda di desa yang pintar dan punya potensi, tapi tidak melihat pertanian sebagai masa depan. Padahal kalau diolah dengan teknologi, justru pertanian bisa jadi bisnis yang menjanjikan,” kata Kang Pipin.
Pada Desember 2023, mereka mendirikan e-QuaNik Agri Nusantara, sebuah inisiatif sosial sekaligus platform agribisnis berbasis teknologi yang berfokus pada smart farming, pengembangan melon premium, dan pemberdayaan pemuda desa.
Berawal dari sebidang lahan dan ide sederhana, bagaimana membuat pertanian bisa berjalan sepanjang musim tanpa bergantung pada cuaca.
Mereka merancang sistem pertanian berbasis solar cell, lengkap dengan sensor otomatis untuk memantau dan mengatur pH, suhu, kelembaban, hingga pemberian pupuk, yang bisa dipantau melalui Smartphone.
Salah satu keberhasilan awal mereka adalah budidaya Melon Premium seperti Haruka, Midori Honey, hingga Fujisawa, yang hasilnya mampu bersaing dengan melon impor.
Kebun mereka di Kuningan dan Bandung menjadi percontohan budidaya melon premium di tanah air.
"Kuncinya bukan hanya pada alat, tapi bagaimana membangun pola pikir baru. Bertani itu keren, kalau dilakukan dengan ilmu dan teknologi,” tambahnya.
e-QuaNik bukan hanya tentang alat dan panen, tapi juga tentang regenerasi. Mereka aktif membentuk dan mendampingi kelompok pemuda desa.
Hingga April 2025, sudah terbentuk 27 kelompok binaan, tersebar dari Kuningan, Bandung, hingga Penang, Malaysia.
Pelatihan diberikan secara rutin mulai dari manajemen pertanian, pemanfaatan teknologi, hingga pemasaran digital.
Hasilnya, anak-anak muda desa kini mulai punya penghasilan dari pertanian dan kembali percaya diri membangun desanya sendiri.
Kesuksesan e-QuaNik tak lepas dari jaringan kemitraan yang mereka bangun.
Pipin dan Fitri membuka pintu lebar-lebar untuk kolaborasi, mulai dari institusi pendidikan, perusahaan teknologi, lembaga keuangan, hingga mitra distribusi.
Model kemitraan e-QuaNik Agri Nusantara meliputi beberapa hal.
Mulai dari Teknologi & Inovasi yaitu kolaborasi pengembangan sistem smart farming dan R&D agritech.
Produksi & Budidaya adalah pola kemitraan plasma dengan kelompok tani binaan, termasuk suplai bibit unggul dan sistem sensor irigasi.
Pemasaran yang meliputi kerja sama dengan distributor dan ritel modern untuk menyerap hasil panen.
Investasi & Pembiayaan yaitu skema bagi hasil transparan bersama lembaga keuangan dan program CSR.
Hingga pendidikan & Pemberdayaan yang merupakan program magang, sekolah lapang, dan inkubasi bisnis agrikultur.
“Kami ingin mitra kami tumbuh bersama. Kami bukan hanya menjual hasil panen, tapi membangun sistem yang bisa jadi contoh nasional,” ujar Kang Pipin.
Langkah besar berikutnya adalah Nusantara Melon Fest 2025.
Festival melon pertama di Indonesia tersebut akan mempertemukan para petani, inovator, investor, dan pecinta agribisnis dari seluruh nusantara.
Event ini dirancang sebagai tempat bertemunya inovasi, edukasi, dan peluang pasar ekspor.
“Festival ini bukan sekadar pameran. Ini ajang unjuk gigi bahwa Indonesia punya buah premium yang bisa bersaing global. Dan itu dimulai dari desa,” kata Kang Pipin.
Melalui festival ini, Kang Pipin berharap bisa membuka jalan ekspor melon premium Indonesia ke pasar internasional, menyaingi dominasi Jepang, China, dan Thailand.
Lebih dari itu, mereka ingin mengangkat pertanian desa sebagai motor penggerak ekonomi nasional.