TABLOIDSINARTANI.COM, Bandung --- Menanam dan menjual kopi bagi Petani Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kab. Bandung, Jawa Barat (Jabar) adalah pekerjaan utama yang diwariskan secara turun-temurun dari leluhur mereka. Bahkan salah satunya sudah menjadi petani dengan omzet Rp 600 juta/bulan.
Umumnya, petani kopi Desa Margamulya,Kecamatan Pangalengan menanam kopi arabika yang sudah memiliki sertifikat idikasi geografis (IG) dengan label Java Preanger.
Tak heran apabila jenis kopi yang ditanam petani Pangalengan ini sudah banyak dikenal masyarakat luas karena punya cita rasa yang khas.
"Kopi yang kami tanam dan kami jual dengan label Java Preanger, "Gunung Tilu" adalah kopi specialty dengan aroma dan cita rasa yang khas," kata Ketua Koperasi Produsen Kopi Margamulya, H.M.Aleh, di Pangalengan, Bandung.
Lantaran memiliki cita rasa khas, kopi yang ditanam petani Pangalengan sangat disukai konsumen. Untuk jenis kopi cherry saja harganya sudah Rp 10 ribu/kg. Bahkan kalau sudah diproses menjadi kopi bean natural harganya bisa mencapai Rp 160 ribu/kg.
"Kalau sudah diproses menjadi kopi honey harganya Rp 140 ribu/kg. Sedangkan jenis kopi wet harganya Rp 95 ribu/kg dan untuk kopi dengan rasa wine harganya bisa mencapai Rp 500 ribu-Rp 750 ribu/kg," kata Aleh.
Aleh juga mengakui, Koperasi Produsen Kopi Margamulya yang dibentuk pada tahun 2014 tak hanya menampung dan menjual biji kopi petani Pangalengan.
Bahkan, koperasi produsen kopi yang beranggota 200 petani sudah membuat coffe shop di tiga titik, seperti Culture Coffe, Rest Area Coffe Gunung Tilu dan Coffe Family.
Menurut Aleh, kopi yang dijual di warung atau kedai dengan harga Rp 15 ribu/gelas cukup diminati pengunjung. Dari hasil warung kopi tersebut omzetnya rata-rata Rp 50 juta/bulan.
"Kami juga kerjasama dengan eksportir kopi per minggu 2-3 ton. Kalau harga kopi kering Rp 70 ribu/kg, dari kerjasama ini kami dapat penghasilan Rp 250 juta/minggu. Ada juga yang dijual secara online sekitar Rp 20 juta/bulan. Sehingga kalau ditotal omzet kami sekitar Rp 600 juta/bulan," papar Aleh.
Pria berusia 47 tahun ini mengungkapkan, sampai saat ini ada 250 ha kebun kopi yang dikelola anggota Koperasi Produsen Kopi Margamulya.
Lahan kopi di lereng gunung ini produktivitasnya 10 ton/ha. "Kalau punya saya sendiri seluas 5 ha. Selain tanam kopi, kami juga mengembangkan bibit kopi arabika untuk petani anggota koperasi," ujarnya.
Menurut Aleh, kopi yang ditanam petani masuk musim panen raya pada Maret-Juli. Pada saat musim panen raya, provitasnya ada yang mencapai 15 ton/ha..
"Ketika memasuki bulan Agustus produksi kopi sudah mulai berkurang. Dan pada bulan September tanaman kopi sudah mulau berbunga lagi," ujarnya.
Bapak tiga anak ini juga mengatakan, tanaman kopi harus dirawat dan diberi pupuk kandang supaya tiap tahun bisa menghasilkan buah yang bagus. "Harus rutin kita siangi supaya tak kena hama dan penyakit," ujar Aleh.
Diversifikasi Produk
Agar usaha kopi yang dikembangkan Koperasi Produsen Kopi Margamulya terus berkesinambungan, pengurus koperasi tak hanya menjual biji kopi kering dan kopi bubuk. Koperasi yang dikelola anak-anak muda ini juga menciptakan produk baru berbahan kopi.
Diantara produk kopi olahan itu adalah, permen kopi (caramel coffe). yang dibanrol dengan harga Rp 25 ribu/bungkus.
Kemudian green coffe dengan harga Rp 250 ribu/dus, dan masker coffe madu dengan harga Rp 150 ribu/dus. "Semua produk kopi yang kami kembangkan bisa diperoleh di warung kopi kami atau bisa juga dibeli secara online," kata Aleh.
Berkat ketekunan dan kegigihannya dalam mengembangkan kopi specialty, pada Hari Perkebunan ke 61 tahun 2018, Aleh mendapat penghargaan berupa sertifikat pengolah kopi yang sudah berkoperasi.
"Selama ini kami juga mendapat pendampingan dan bantuan sejumlah alat pasca panen. Hal ini membuat kami semakin bangga menjadi petani kopi," kata Aleh.