Pupuk Organik perlu political will dari pemerintah | Sumber Foto:ISTIMEWA
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta --- Berbagai teknologi menghasilkan produk-produk alternatif pupuk kimia seperti pupuk organik dan pupuk hayati saat ini sudah demikian berkembang di masyarakat. Namun upaya memproduksinya secara masal serta kecepatan pengaplikasiannya di tingkat petani masih terkendala sejumlah kendala terutama kurangnya Political Will dari pemerintah.
"Sebetulnya simpel kalau diinginkan untuk mempercepat peningkatan produksi pupuk organik , alihkan saja dana subsidi pupuk untuk membangun pusat-pusat produksi di daerah. Hanya diperlukan kemauan politik pemerintah," tandas produsen pupuk organik penemu inovasi magot Agus Pakpahan di acara FGD Sinar Tani, Rabu (27/02).
Memproduksi bio fertilizer, menurut Agus Pakpahan, prosesnya tak terlalu rumit karenanya di daerah telah banyak muncul inovasi-inovasi berbasis sumberdaya lokal.
Seperti yang ditekuninya nya selama ini, dengan melakukan pengolahan sampah organik hasil buangan rumah tangga bisa dihasilkan larva lalat Black Soldier (maggot) . Lalat ini sebagai dekomposer memiliki peran besar termasuk menghasilkan pupuk organik.
Melalui inovasi pengolahan limbah rumah tangga ini pihaknya sekaligus bisa menghasilkan tiga produk yakni magot, pupuk organik cair dan pupuk padat. "Maggotnya sendiri bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak hingga aneka produk farmasi," jelasnya.
Budaya Pilah Sampah
Saat ini yang dirasakannya sebagai kendala dalam menghasilkan pupuk organik berbasis teknologi maggot adalah sulitnya mendapatkan bahan baku berupa sampah organik murni. Sejauh ini memilah sampah belum menjadi budaya dari masyarakat Indonesia. Padahal lebih dari 50 % waktu akan habis untuk memilah sampah. "Merubah kebiasaan masyarakat tentu perlu waktu lama tapi bukannya tak bisa direalisasikan," ujarnya.
Pemerintah DKI Jakarta misalnya, selama ini telah mengeluarkan banyak dana untuk kegiatan pengelolaan sampah . Bisa menjadi solusi bila sebagian dana digunakan untuk mengintensifkan sosialisasi masalah pemilahan sampah ke masyarakat serta juga membangun lebih banyak lagi instalasi pengolahan sampah. "Pasti akan banyak manfaat yang bisa dirasakan. Jika diibaratkan investasi, tidak sampai setahun saya yakin sudah balik modal," kata Agus.
Kecepatan dalam menghasilkan pupuk organik dinilai Agus perlu segera digiatkan karena tak semata-mata demi kepentingan penyediaan pangan secara berkelanjutan namun juga untuk dapat melakukan perbaikan kesuburan tanah.
Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar lahan pertanian di Indonesia kandungan bahan organiknya kurang dari 2 %. " Kondisinya sudah sama dengan gurun pasir. Karena itu upaya memperbaiki struktur tanah dengan penambahan pupuk organik penting dilakukan," tuturnya.