Kepala Balai Besar Peramalan OPT, Jatisari, Karawang Yuris Tiyanto mengingatkan petani agar penggunaan pestisida harus benar dan bijaksana. Aplikasi pestisida dalam PHT ketika cara lain tidak cukup kuat mempertahankan populasi OPT tetap di bawah ambang kerusakan ekonomis. ”Pestisida itu bukan barang haram. Jangan bicara organik, tapi pestisida kita haramkan. Kebijakan pemerintah dalam pengendalian dengan PHT, pestisida adalah alternatif terakhir,” ujarnya.
Ada beberapa strategi pencegahan dan pengendalian yang efektif agar resistensi hama di lapangan dapat diminimalisir, bahkan dihindari sepenuhnya. Pertama, petani dapat memanfaatkan angka ramalan OPT sebagai persiapan dan panduan untuk menentukan kebijakan dalam pengendalian OPT.
Kedua, pengendalian OPT berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan akurat. Ketiga, jika OPT dibawah ambang pengendalian, maka petani bisa menggunakan Agensia Hayati dan Pestisida Nabati untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan dan ekosistem.
Keempat, dalam penggunaan pestisida, petani harus memenuhi 6 Tepat yaitu Tepat Sasaran, Tepat Mutu, Tepat Jenis, Tepat Waktu, Tepat Dosis dan Tepat Cara. “Dengan menggabungkan langkah-langkah ini, kita dapat menciptakan strategi pengendalian hama yang lebih efisien dan berkelanjutan untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan dan lingkungan yang sehat,” tutur Yuris.
Product Development Manager PT BASF Indonesia, Rokhani Widodo mengatakan, sebagai salah satu perusahaan perlindungan tanaman yang tergabung dalam Crop Life, pihaknya berusaha membantu petani mencegah resistensi pestisida. Misalnya, melalui label pestisda yang terdapat penomoran untuk memudahkan petani merotasi penggunaan pestisida. Dengan nomor tersebut akan terlihat cara kerjanya sama atau tidak.
“Kalau angkanya sama, maka cara kerjanya sama. Jadi untuk rotasi harus nomor yang beda. Kami mendorong juga industri pestisida selalu mengkampanyekan penggunaan pestisida berseling, jangan terus menerus,” ungkapnya.
Kepada petani, Rokhani juga menganjurkan penggunaan satu jenis pestisida tidak lebih dua kali. Meski petani menganggap efektif, tapi jika diaplikasikan terus menerus, dikhawatirkan justru menimbulkan resistensi hama.
”Jadi sekarang ini kami edukasi petani melalui penyuluh langsung penggunaan pestisida secara praktis dan benar. Kami juga kampanyekan alat proteksi diri, penggunaan sarung tangan dan masker pestisida, supaya petani terlindung dari efek aplikasi pestisida,” katanya.
Casrikin, petani bawang merah di Brebes mengakui, banyak petani di daerahnya sudah terbiasa menyemprot pestisida terus menerus hingga 4-5 kali selama tanam. Baginya, cara tersebut tidak efektif untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman bawang.
Karena itu, dirinya menggunakan pestisida selang-seling yakni pestisida jenis pemukul dan pencampur. “Dengan pola selang-seling ini hama dan penyakit lebih bisa dikendalikan dan hemat biaya. Saya ajak petani menggunakan pola tersebut agar lebih tepat dan bijak,” katanya