TABLOIDSINARTANI.COM, Boyolali---Petani Boyolali, Jawa Tengah yang menjadi lokasi program Perluasan Areal Tanam (PAT) mengusulkan agar pemerintah membantu sarana sumur pantek guna mengantisipasi ancaman kemarau panjang (El Nino). Dengan sumur pantek, ketersediaan air bisa lebih kontinyu untuk mengairi sawah petani.
Ketua Kelompok Tani Sido Tentrem II, Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Sumadi mengungkapkan, permasalahan teknis usaha tani yang sering menjadi kendala. Diantaranya. sebagian besar hamparan sawah berada di atas aliran sungai, sehingga dibutuhkan pompanisasi untuk irigasi. Namun untuk pompanisasi petani terpaksa harus menambah biaya produksi.
Masalah lainnya, debit air sungai dan sumur dangkal pada musim kemarau sering tidak bisa mencukupi kebutuhan budidaya. Akibatnya, pada kondisi tertentu hanya bisa tanam 1-2 kali dalam satu tahun.
“Kurangnya sarana pompanisasi ketika awal musim tanam yang menyebabkan tidak bisa tanam serempak,” kata Sumadi saat kunjungan kerja Kepala Pusat PVTPP, Leli Nuryati ke Kelompok Tani Sido Tentrem II, Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kamis (25/4).
Kelompok Tani Sido Tentrem II merupakan salah satu dari empat kelompok tani yang dibentuk berdasarkan kesamaan kepentingan anggota dan juga berdasarkan letak sawah/blok hamparan sawah para anggota. Jadi secara otomatis sawah dari semua anggota berada dalam satu kawasan.
Total luas hamparan yang dikelola kelompok tani tersebut seluas 18 ha. Jumlah anggota kelompok tani ebanyak 80 orang. Sedangkan jenis lahan terdiri dari lahan irigasi setengah teknis dan tadah hujan yang mengandalkan sistem irigasi pompanisasi dari sumber air sungai dan sumur pantek.
Karena itu, petani anggota Poktan Sido Tentrem II mengusulkan sumur dalam (submersible), karena pada musim kemarau air sungai yang dibutuhkan tidak mencukupi
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali, Joko Suhartono berharap, program pompanisasi dari pemerintah dikoordinasikan dengan kelangan petani, baik kelompok tani maupun gabungan kelompok tani. Pasalnya, di wilayah Boyolali bagian utara, petani yang berada di lahan kering sudah terbiasa menanam komoditas lain, khususnya jagung saat musim kemarau.
Joko mengusulkan agar pelaksanaan program pompanisasi dilakukan evaluasi untuk tindak lanjut ke depan. Pasalnya, lokasi sawah yang dekat waduk dan sumber air lainnya seperti waduk, umumnya saat musim kemarau tidak ada air, sehingga untuk menyedot air dengan pompanisasi juga akan sulit. “Sebaiknya pemerintah membantu sumur pantek di lokasi lahan kering, karena sumber airnya tidak tergantung hujan,” katanya.
Lahan Tadah Hujan
Sebagai salah satu solusi mengatasi permasalah tersebut, Leli Nuryati yang juga penanggung jawab Program PAT wilayah Boyolali, Sragen, Purworejo dan Kebumen ini mengatakan, rencananya akan dilakukan secara swadaya dan dimohonkan bantuan dari pemerintah. Diantaranya, penambahan unit pompanisasi dan pembangunan sumur dalam.
Kabupaten Boyolali memiliki potensi lahan tadah hujan dan penanaman padi gogo yang cukup luas. Data menyebutkan, potensi penanaman padi sawah tadah hujan seluas 10.635 ha dan padi gogo lahan kering sekitar 209 ha.
Menurut Leli, lahan Kelompok Tani Sido Tentrem II yang menjadi lokasi kunjungan merupakah lahan tadah hujan yang sudah sesuai dengan kriteria PAT. Saat ini pompa yang digunakan petani sudah dimodifikasi menggunakan gas elpiji 3 kg. Biaya modifikasi dengan hanya gas sebesar Rp 150 ribu per pompa.
Pompa tersebut dapat digunakan untuk mengairi lahan selama 10 jam dengan biaya Rp 20 ribu. Dengan biaya tersebut menurut Leli memang jauh lebih murah dibandingkan menggunakan solar dan tidak memerlukan surat keterangan.
Dalam kunjungan ini Tenaga Ahli Mneteri Pertanian Bidang Mekanisasi Alsin, Dr. Ir. Astu Unadi, M.Eng menyampaikan kebutuhan sumur submersible dapat diusulkan melalui ABT 2024. "Penggunaan submersible dirasakan lebih ekonomis karena menggunakan listrik dan dapat diatur secara otomatis," katanya.
Pada kesempatan itu, Astu mengatakan, pemerintah telah menetapkan beberapa persyaratan teknis dalam program bantuan pompanisasi. Pertama, terdapat sumber air baik air permukaan berupa sungai, mata air, saluran pembuang, maupun air tanah yang tersedia sepanjang tahun.
Kedua adalah lahan sawah tadah hujan dan atau sawah dengan IP 0-1 atau dibawah 2 yang sering kekurangan air irigasi. “Lahan-lahan ini adalah potensi yang dapat dioptimalkan melalui PAT. jadi melalui koordinasi langsung ke poktan ini dapat mengakselerasi PAT di musim tanam berikutnya,” kata Astu.
Selain itu Astu Unadi juga mengingatkan agar petani yang mendapat bantuan program pompanisasi juga dibimbing dalam pemanfaatannya, termasuk efisien dalam penggunaan air. “Setelah mendapatkan pompa, nantinya petani dibimbing jangan sampai air yang dipompa terbuang percuma,” katanya.
Astu juga mengatakan, karena program PAT akan masuk dalam data statistik pertanian, yakni perhitungan pertambahan luas areal, produktivitas dan produksi juga bertambah. Hal lain yang perlu diperhatian adalah jangan sampai mengejar PAT, tapi program LTT (Luas Tambah Tanam) terlupakan. “Jadi mohon kerjasama semua pihak,” pesannya.
Sementara itu dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan, Kementan menfokuskan program pompanisasi di pulau Jawa karena rentang kendali yang dekat. Selain itu, 70 persen produksi beras nasional juga masih ditopang oleh Pulau Jawa.
Pompanisasi dilakukan secara masif karena dapat membantu aktivitas tanam petani di lapangan. Petani juga akan lebih mudah dan cepat melakukan olah tanah. Gerakan pompanisasi pun diharapkan bisa meningkatkan produksi beras nasional secara signifikan.