Sandi Octa Susila menangkap peluang usaha empon empon selama masa pandemi COVID 19 | Sumber Foto:Istimewa
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta --- Kondisi pandemi Covid-19 juga dirasakan mengganggu aktivitas bisnis para petani milenial tanah air yang selama ini telah bermitra dengan pihak hotel, restoran dan katering (horeka). Anjloknya permintaan dari pasar khusus tersebut memaksa mereka aktif mencari peluang yang masih ada antara lain beralih mengembangkan bisnis empon-empon .
“Kami bisa dikatakan pernah nol permintaan saat hotel-hotel mitra kami tutup akibat pandemi Covid-19. Tapi kami tak mungkin pasrah begitu saja dengan keadaan, penyesuaian-penyesuaian pun cepat kami lakukan ,” kata petani milenial asal Cianjur, Sandi Octa Susila di acara FGD yang diselenggarakan Tabloid Sinar Tani, Rabu (17/03).
Sebagai ketua Kelompok Tani (Poktan) Mitra Tani Parahyangan , saat ini Sandi membina 385 petani muda di Kabupaten Cianjur Jawa Barat dimana sebagian besar dari mereka bergerak di usaha budidaya hortikultura (sayur mayur). Hasil pertanian anggota Poktan disamping dijual ke pasar konvensional (ritel) selama ini juga berhasil menembus segmen horeka termasuk ke pasar modern (super market).
Namun sejak terjadi pandemi ,permintaan di market retail naik tinggi sementara pasar horeka terpuruk. Adanya kebijakan pembatasan sosial dan wilayah oleh banyak pemerintah daerah membuat kegiatan distribusi produk dari wilayah produsen ke konsumen terhambat sampai akhirnya di masyarakat mulai ramai pembelian secara online. “Maka kami pun menerapkan digitalisasi dalam memasarkan produk anggota kami hingga saat ini,” jelas Sandi.
Meski disatu sisi muncul kendala dalam pemasaran hasil panen anggota poktan, tetapi menurut pria 29 tahun itu, disisi lain muncul peluang bisnis lain di masa pandemi Covid-19 yakni permintaan empon-empon sebagai bahan baku utama pembuatan jamu (ramuan herbal) meningkat tajam.
Lahan Cukup Tersedia
Pesanan produk empon-empon diantaranya jenis kunyit, jahe dan kencur mencapai 1 hingga 2 ton per hari. “Maka kami meminta anggota koperasi kami untuk juga membudidayakan empon-empon sehingga pesanan yang ada itu bisa dipenuhi,” ujar alumnus IPB itu.
Mengenai lahan untuk kegiatan budidaya pertanian ia mengemukakan sejauh ini tak menjadi masalah karena disamping poktan memiliki lahan sendiri , selama ini telah pula dilakukan penggunaan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VIII sehingga lahan tidak produktif milik PTPN tersebut seluas 94 hektar bisa dimanfaatkan jika diperlukan.
Sejauh ini pihaknya juga telah melakukan pendekatan dengan beberapa pimpinan daerah sebagai upaya dapat memanfaatkan lahan yang tidak produktif untuk kegiatan budidaya pertanian bagi petani milenial .
“Sejauh ini kepala daerah yang kami temui menyambut baik dan mempersilahkan untuk memanfatkan lahan non produktif di wilayahnya untuk diusahakan oleh petani milenial,” tutur pria yang begitu konsisten mendukung upaya Kementerian Pertanian menumbuhkan wirausahawan muda di bidang pertanian.
Ia menegaskan, apapun produk yang akan dikembangkan oleh petani milenial jika ingin bisa diterima pasar maka ada tiga hal yang harus diperhatikan yakni kualitas produk harus konsisten, secara kuantitas mencukupi dan produk bersangkutan harus terjamin kontinyuitasnya.
Untuk masuk ke pasar khusus horeka satu hal yang juga penting adalah harga nya harus kompetitif karena tentu akan banyak pihak lain yang mengincar pasar khusus.
“Produk anggota poktan kami bisa kompetitif karena dihasilkan sendiri bukan mengambil dari pasar induk. Bahkan kami mempersilahkan klien kami dari hotel untuk melihat langsung proses produksi sejak di kegiatan budidayanya,” kata Sandi.