Tak hanya menggerakkan petani menanam kedelai hitam, Dwi pun mencoba membangun industri kecap kedelai hitam. Ia menjelaskan, komposisi bahan kedelai untuk membuat produk kecap setiap 1 kg kedelai hitam ditambah 7 kg gula merah.
Kedelainya difermentasi seperti membuat tempe. Kedelai direbus kemudian ditiriskan. Lalu diberi ragi, kemudian ditutup dengan kain seperti membuat tempe. Nah, setelah menjadi tempe, dikeringkan sampai 3 hari. “Baru kita bersihkan kotorannya,” ujarnya.
Langkah selanjutnya adalah dikeringkan. Bahan yang sudah kering akan tahan selama tidak terkena air. Jadi, yang penting disimpan dalam plastik atau toples kedap udara. Jadi hindari disimpan dalam karung, karena bisa terkena jamur.
Dwi mengungkapkan, bahan kedelai hasil peragian yang sudah dikeringkan selanjutnya difermentasi dengan air garam. Perbandingan bahan yang digunakan adalah 1 kg garam dan 10 liter air direbus, kemudian ditambahkan sekitar 5 kg bahan kedelai hasil peragian.
Proses fermentasinya dalam tempat tertutup seperti dari bahan tong plastik dan disimpan selama kurang lebih 2 bulan. Artinya proses pembuatan kecapnya masih secara tradisional. Karena itu diperlukan tersedianya stok bahan baku.
Hasil fermentasi selama 2 bulan kemudian dipisahkan dengan ampasnya. Dengan komposisi 2 liter air hasil fermentasi ditambahkan air murni atau kalau tersedia air kelapa kisaran 12 liter, sehingga menjadi 14 liter.
Dwi menjelaskan, perpaduan air tersebut ditambahkan dengan bumbu-bumbu gula merah sekitar 7 kg, bumbu rempah-rempah, bawang putih 700 gram. “Sertakan juga bunga lawang atau bahan aroma lainnya kisaran 35 gram, serai 7 ruas, laos 200 gram, daun salam secukupnya,” ujarnya.
Bahan-bahan tersebut kemudian direbus serta diaduk sampai matang sempurna. Hasil akhirnya setelah dingin disaring dan siap dikemas dalam kemasan botol plastik atau media lainnya.
Untuk memproduksi kecap kedelai hitam, dalam sehari Dwi membutuhkan kurang lebih setengah kwintal kedelai dengan kapasitas alat pemasak 100 liter. Produksi kecap yang Dwi buat ada dua varia yakni pedas dan manis.
Untuk ukuran paling besar 500 ml dijual Rp 24 ribu, ukuran 300 ml Rp 16 ribu, sedangkan yang paling kecil 140 ml dengan harga Rp 8 ribu.
Dwi berharap apa yang dilakukan saat ini meski masih kecil agar kedelai lokal tidak punah. Apalagi petani juga mau menanam asalkan hasilnya ada yang membeli.