NUrkholis, Penggiat Hidroponik Desa Pesanggrahan, Malang
TABLOIDSINARTANI.COM, Batu Malang – Saat ini bertani hidroponik banyak dipilih para petani terutama petani milenia dalam mengembangkan pertanian di tempat mereka. Salah satunya adalah Nurkholis, petani milenial asal Malang yang memilih hidroponik dengan memanfaatkan lahan desa, untuk peningkatan ekonomi masyarakat.
Memanfaatkan lahan desa untuk lebih meningkatkan perekonomian masyarakat coba dilakukan Nurkholis. Petani milenial asal desa Pesanggaran, Batu, Malang ini memilih bertani hidroponik bersama teman-teman karang taruna dan ibu-ibu PKK di desa tersebut.
Diceritakan Nurkholis, bertani hidroponuk merupakan salah satu konsep pertanian modern yang bisa dikerjakan ditengah kesibukan beraktifitas. “Bertani Hidroponik itu santai tidak begitu berat, hanya perlu tempat untuk menampung air semuanya bisa terpenuhi, bisa ditinggal, lebih enak perawatannya dan sederhana,” tambahnya.
Nurkholis mengaku menaman sayur dengan sistem hdiroponik berawal dari programnya Lembaga Pemberdayaan Desa Pesanggaran tahun 2017, tentang ketahanan pangan yang diimplementasikan dengan dengan membuat lahan untuk pertanian urban farming.
“Saya dengan fokusnya di urban farming khususnya bidang edukasi pendidikan, lahan ini milik desa yang sudah lama tidak dipergunakan, akhirnya kita mempunyai inisiatif mengembangkan sebagai salah satu iconnya Desa Pesanggrahan, salah satunya bidang pertanian modern,”paparnya.
Selain hidroponik, Nurkholis juga mengembangkan tanaman organik antara lain, selada merah, selada hijau, andewi, pakcoy, tomat, kangkung serta kale. Selain itu di kebun urban farming desa Pesangrahan ada berapa sistem hidroponik, mulai dari rakit apung, dash basket, NFT, DFT, piramida juga sistem grib.
Inisiator urban farming Desa Pesanggrahan ini mengatakan, fasilitas instalasi hidroponik juga dimanfaatkan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi, untuk program magang selama tiga bulan.
“Kegiatan magang meliputi teknis dan penyuluhan, masing-masing kegiatan dilaksanakan kurang lebih selama enam minggu, tujuannya untuk memperluas ilmu tentang pertanian antara lain tentang instalasi hidroponik, pengolahan tanaman organik, penyuluhan tanaman organik ke masyarakat, harapan ke depannya dapat mendorong pembentukan ekosistem usaha pertanian bagi anak muda, karena mereka dapat berperan sebagai salah satu sumber pangan bagi lingkungan sekitarnya,”tuturnya.
Urban farming juga merupakan kegiatan produktif untuk memanfaatkan ruang terbuka serta sebagai optimalisasi lahan pekarangan dan lahan kosong di sekitar rumah. Selain itu urban farming juga dapat membantu memperbaiki lingkungan, dengan penerapan urban farming juga dapat memanfaatkan sampah organik menjadi pupuk kompos, selain sebagai upaya pemanfaatan ruang terbuka atau berorientasi pada menanam di lahan kecil, urban farming juga bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat dalam keanekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
Kendala hidroponik yang utama adalah hasil produksinya tidak begitu besar, karean itu untuk memenuhi permintaan pasar diperlukan kerjasama antar penggiat hidroponik yang ada di daerah tersebut.
“Diperlukan teman-teman yang budidaya hidroponik lainnya untuk bisa memenuhi permintaan pasar. Memang harga produknya lebih mahal kisaran Rp 20-30 ribuan dengan penyerapan pasar terutama untuk supermarket. Hidroponik itu selain mudah tidak perlu tempat yang luas, dengan luas lahan 1 meter saja bisa digunakan,budidaya hidroponik harus tetap berjalan beriringan dengan konvensional. Karena yang menguasai pasar memang masih produk pertanian konvensional, biaya operasionalnya menang diawal akan tinggi karena membutuhkan instalasi dan tempat sesuai standar, tapi keuntungannya tidak perlu pengolahan tanah, pupuknya juga kurang,” tuturnya.