Suwarni, Wakil Ketua KWT Putri Candi
TABLOIDSINARTANI.COM, Purworejo---Mendengar bir pletok, pastinya yang terbayang adalah minuman khas masyarakat Betawi (Jakarta). Minuman berbahan baku rempah ini memang sudah menjadi brand tersendiri bagi warga Ibukota Negara sejak lama, bahkan ketika bangsa Indonesia ini masih dijajah Belanda.
Tapi dengan perkembangan zaman dan terbukti khasiatnya untuk kesehatan, beberapa daerah juga mengembangkan minuman rempah tersebut. Salah satunya Kelompok Wanita Tani (KWT) Putri Candi di Kabupaten Purworejo yang memproduksi Bithok .
Kepada Tabloid Sinar Tani, Suwarni, Wakil Ketua KWT Putri Candi menceritakan alasannya memproduksi bir pletok. “Alasan kami membuat bir pletok, awalnya kami ikut pelatihan di Suropadan, lalu kami kembangkan di KWT Putri Candi, lalu dipasarkan pertama kali dari kalangan ibu-ibu PKK RT, PKK RW, lalu lansia dari desa ke desa,” tuturnya.
Bukan hanya itu, untuk memperkenalkan bir pletok anggota KWT Putri Candi juga melakukan promsi jika ada pejabat dari kabupaten yang berkunjung ke desa. “Mereka kami suguhi dengan minuman bir pletok. Cara tersebut bisa memperluas pasar. Alhamdulillaah,” ujarnya.
Kini Bithok sudah bisa menembus jaringan minimarket di Purworejo. “Kami juga menerima pesanan melalui online atau WA juga,” katanya. Soal harga, Ia menjelaskan, pihaknya menjual untuk yang kemasan 100 gram sebesar Rp 20.000. Sedangkan yang kemasan 150 gram sebesar Rp. 25.000.
Alasan lain yang mendorong KWT Putri Candi memproduksi bir pletok adalah bahan baku untuk membuatnya mudah didapatkan. Misalnya, jahe, kayu manis, kapulaga, kayu secang, daun pandan, daun jeruk wangi, cengkeh, serai dan cabe Jawa. Setidaknya ada 10 macam rempah yang semuanya diolah. “Untuk ketersediaan bahan baku selalu ada, karena terbuat dari rempah alami. Bahan alami di Indonesia itu banyak. Jadi selalu tersedia dipasaran,” katanya.
Suwarni mengakui, saat ini KWT Putri Candi baru mampu memproduksi memproduksi 5 kg per minggu. Ada beberapa kendala. Misalnya, untuk menghasilkan bir pletok memerlukan proses pemasakan yang cukup lama yaitu sekitar 3-4 jam. “Bahkan saat memasak tidak bisa ditinggalkan, sehingga seringkali tidak bisa memenuhi permintaan pasar,” ujarnya.
Kendala lain, menurut Suwarni produksi bir pletok masih di rumah. KWT Putri Candi berada di Desa Candi Ngasinan, Kecamatan Banyu Urip, Kabupaten Purworejo. Anggota KWT ada sekitar 20 orang yang tinggal dalam satu RW.
Program SIMURP
Perkembangan KWT Putri Candi yang dibentuk 10 Oktober 2010 memang tak lepas dari dukungan Program SIMURP (Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project), Kementerian Pertanian. Pada awalnya KWT tersebut hanya bermodalkan Rp 2 juta yang hanya memproduksi kue kering berbahan baku terigu saat menjelang Lebaran. “Kami juga punya tanaman hidroponik yang sudah berjalan 2 tahun, lalu kami juga menerima katering nasi box dan snack juga,” katanya.
Pada tahun 2022 KWT Putri Candi mendapat bantuan dana pengembangan dari SIMURP berupa alat evaporafor untuk membuat bir pletok agar produksinya lebih banyak. Pada tahun yang sama, pihaknya mendapatkan bantuan lagi sebesar Rp 14,7 juta untuk membuat kemasan. “Walaupun kemasan kami sudah cukup baik, tapi untuk lebih baik lagi kami mendapatkan bantuan. Jadinya seperti sekarang ini lebih bagus,” ujarnya.
Untuk mendapatkan bantuan program SIMURP ini menurut Suwarni tak mudah. Sebab, calon penerima bantuan harus mengikuti seleksi dengan pendampingan dari penyuluh. “Karena penyuluh yang mendampingi kami sudah sejak 2010, sehingga sudah tahu seluk beluk KWT, bagaimana kegiatan kami, bagaimana orangnya. Alhamdulillah kami ditunjuk untuk Ikut mendapatkan bantuan SIMURP,” tuturnya.
Setelah lolos seleksi, anggota KWT mendapat pelatihan terlebih dahulu penggunaan alat evaporator, sekaligus mempraktekan pembuatan bir pletok. Dengan bantuan operasional dari kegiatan SIMURP berupa alat evaporator, sebuah alat yang bisa memasak sekaligus mengaduk secara otomatis, usaha bir pletok yang dilakoni KWT Putri Candi kian berkembang, terutama pemberdayaan kaum wanita dalam memproduksi bir pletok.
“Dengan alat tersebut waktu produksi dapat dipersingkat dari 3 sampai 4 jam menjadi 2 jam. Ini sangat menguntungkan bagi anggota, karena proses pemasakannya juga tidak harus ditunggui, bisa untuk bekerja yang lain,” ungkapnya.
Karena itu Suwarni berharap produksi bir pletok akan semakin lancar dan pemasarannya semakin luas, sehingga kesejahteraan anggota KWT juga membaik. “Kita semua berharap alat evaporator ini dapat benar-benar digunakan meningkatkan produksi bir pletok, sehingga permintaan pasar dapat terpenuhi,” katanya.
Bukan hanya itu, Suwarni juga berharap pada 2023 masih tetap digandeng (program SIMURP,red) untuk membantu pemasaran agar lebih meluas, bahkan bisa ke manca negara. Ia juga bersyukur hingga kini dukungan Pemda dan penyuluh dalam pendampingan juga sangat baik.
Salah satu program Kementerian Pertanian adalah pembinaan dan optimalisasi kelembagaan KWT dalam pengelolaan usahatani. Peran KWT sangat penting untuk memberdayakan perempuan dalam pembangunan pertanian. Manfaat sosial yang diberikan tidak hanya mempengaruhi anggotanya sendiri, tetapi juga keluarga dan komunitas mereka.
Pada tahun 2023 menjadi tahun keempat Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) melalui program SIMURP berkomitmen mengoptimalkan pemberdayaan wanita tani dengan pendekatan pada KWT. Dalam program tersebut pemerintah memberikan bantuan teknis, pengawalan dan pendampingan untuk pengembangan usaha pengolahan industri rumah tangga hasil pertanian kepada 117 KWT yang tersebar di lokasi SIMURP.
Dengan pemberdayaan KWT diharapkan usahatani kian berkembang dan meningkatkan nilai tambah. Dampak lainnya memberdayakan anggota wanita tani lainnya di sekitar KWT dalam mengembangkan usaha agribisnis dan usaha ekonomi