TABLOIDSINARTANI.COM, Riau -- Kepulauan Riau mempunyai potensi sektor marikultur (perikanan laut) yang cukup besar. Dengan luas laut hampir 61% dan daratan 39%, Kepulauan Riau ke depan bisa dikembangkan menjadi kawasan marikultur.
“Kalau ada usulan dan program di daerah silahkan usulkan ke kami bisa lewat Ditjen Perikanan Budidaya. Dan kalau memang sangat serius dan berkomitmen, kami akan prioritaskan,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, di Batam.
Edhy Prabowo juga berharap, pemerintah daerah dan pemerintah pusat lebih fokus memperhatikan pembudidaya dan nelayan. Sebab, tugas pemerintahan adalah melakukan pembinaan, maka diperbanyak diberikan pelatihan dan pembinaan kepada stakeholder.
Lantaran Kepulauan Riau memiliki potensi marikultur cukup besar, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan terus menggenjot produksi komoditas marikultur di Kepulauan Riau. Diharapkan, dengan cara tersebut perkembangan perikanan di Kepulauan Riau akan terus berkembang dan tidak kalah dari provinsi lainnya di Indonesia.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah memberikan amanat kepada menteri KKP, salah satunya penguatan sektor perikanan budidaya. “Apa yang dibutuhkan silahkan diusulkan, karena sudah ada penguatan anggaran di tahun ini. Kalau tidak memungkinkan bisa ditindaklanjuti tahun berikutnya,” papar Edhy.
Dalam kesempatan tersebut, Edhy juga mengaspresiasi atas kerjasama yang disepakati antara Ditjen Perikanan Budidaya dengan Pemerintah Propinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Kepulauan Meranti dalam pengembangan sentra kawasan bawal bintang dan kakap putih. Kerjasama ini menunjukkan keseriusan dan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan bisnis yang sesuai dengan karakteristik daerah.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengatakan, untuk pengembangan komoditas marikultur di Kepulauan Riau, Ditjen Perikanan Budidaya akan melakukan pendampingan teknologi perikanan budidaya dengan pola segmentasi. Ditjen Perikanan Budidaya juga melakukan penguatan Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Selat Panjang sebagai sentra produksi larva dan benih ikan laut.
“Ini menjadi keseriusan dan komitmen KKP dan pemerintahan Provinsi Riau dalam pengembangan sentra kawasan bawal bintang dan kakap putih di Kepulauan Meranti. Tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan bisnis yang sesuai dengan karakteristik daerah,” papar Slamet.
Menurut Slamet, industrialisasi akuakultur harus terus ditingkatkan karena memiliki potensi nilai ekonomi yang luar biasa besar dalam mendongkrak perekonomian nasional. Industri akuakultur juga bisa meningkatkan struktur ekonomi masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Sub sektor akuakultur didorong untuk mengentaskan persoalan kekurangan gizi pada balita seperti stunting (tubuh pendek) di Indonesia,” ujar Slamet.
Slamet memberi gambaran, kebutuhan bahan baku dari hasil produksi budidaya laut seperti bawal bintang, kakap putih dan kerapu di Provinsi Riau meningkat tiap tahunnya, rata-rata 40 – 60 ton per tahun, atau sekitar 3 – 5 ton per bulan. Sehingga, kedua komoditas ini menjadi peluang besar untuk ditingkatkan produksinya.
Guna meningkatkan produksi budidaya laut, lanjut Slamet, KKP telah mendukung melalui program bantuan benih, calon induk, teknologi budidaya ramah lingkungan, pengembangan perekayasaan, restocking serta pemenuhan kebutuhan masyarakat pembudidaya.
“Di Riau ada Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam yang terus berinovasi dalam pengembangan budidaya laut. Inovasi teknologi tepat guna diantaranya aplikasi sistem RAS (Reciculating Aquaculture System) pada produksi benih kakap putih, bawal bintang dan ikan hias,” papar Slamet.
Optimalisasi Tambak
Pengembangan akuakultur yang dilakukan Ditjen Perikanan Budidaya di Riau juga memanfaatkan tambak-tambak rakyat. Tambak rakyat ini dioptimalkan, sekaligus untuk pemberdayaan masyarakat lokal.
“Kita akan usung Integrated Aquaculture Business, ini strategi efektif yang akan didorong dalam upaya menjamin siklus bisnis perikanan budidaya yang efisien, bernilai tambah dan memberikan multiflier effect bagi pergerakan ekonomi masyarakat,” papar Slamet.
Slamet menilai, pengembangan akukultur harus berbasis kawasan dan komoditas unggulan di berbagai daerah potensial, dengan pengelolaan sistem produksi yang integratif.
Indonesia sendiri masih memiliki peluang besar dalam mengembangkan akuakultur laut. Hal tersebut dapat dilihat dari potensi lahan perikanan budidaya laut yang ada seluas 12,1 juta ha dengan pemanfaatan hanya 325.825 ha (2,7%).