TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Masyarakat Indonesia kini tengah heboh soal susu ikan. Banyak kalangan yang mempertanyakan produk minuman tersebut. Pasalnya, selama ini dunia pun tidak menganal produk susu ikan. Jadi apa sebenarnya susu ikan tersebut?
Usut punya usut ternyata, susu ikan bukanlah arti harfiah atau sebenarnya. Dalam Pertauran Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 13 Tahun 2023 tentang Kategor Pangan, definisi dan klasifikasi susu tertuang dengan jelas.
Susu adalah cairan dari ambing sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, dan hewan ternak penghasil susu lainnya baik segar maupun yang dipanaskan melalui proses pasteurisasi, Ultra High Temperature (UHT) atau sterilisasi. Secara definitif, minuman susu adalah minuman berbahan dasar susu segar, susu rekonstitusi atau susu rekombinasi, dapat ditambahkan bahan pangan lain dan sterilisasi atau pasteurisasi.
Sementara menurut SNI No. 3141-1 (1995) susu adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diambil dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.
Jika dikaitkan dengan definisi susu, maka susu ikan tidak masuk dalam definsi tersebut. Karena itu, pakar susu dari IPB University, Prof. Epi Taufik mengatakan, istilah susu sebenarnya kurang tepat. “Saya konsultasi ahli teknologi perikanan, yang dimaksud susu ikan adalah hidrolisat ikan. Di negara-negara maju, sebenarnya sudah dikenal hidrolisat ikan, tapi bukan istilah susu ikan,” ujarnya.
Epi juga menegaskan,, istilah "susu ikan" juga tidak pernah dikenal dalam terminologi ilmiah maupun industri. Dari segi regulasi, standar internasional mengenai susu diatur CODEX Alimentarius Commission (CAC), yang bernaung di bawah FAO dan WHO. Tujuannya adalah untuk melindungi kesehatan konsumen dan memastikan praktik perdagangan pangan yang adil.
Berdasarkan ketentuan CAC, susu adalah sekresi alami dari mamalia, yang diperoleh tanpa penambahan atau pengurangan zat tertentu. Artinya, susu yang diakui CODEX harus berasal dari mamalia seperti sapi, kambing, domba, kerbau, kuda, atau unta. Karena itu, Epi menganggap, istilah "susu" pada produk seperti susu nabati atau susu ikan sebagai istilah pemasaran.
Azhar Burhanuddin dari Fakultas Kesehatan, Kedokteran dan Ilmu Alam Universitas Airlangga mengatakan, polemik pemakaian kata susu sempat terjadi saat produk Susu Kental Manis (SKM). Polemik tersebut berakhir ketika BPOM memutuskan meminta produsen menarik kembali produk dan mengganti label kemasan menjadi bernama “kental manis” saja, tanpa penggunaan kata susu.
Karena itu, menurut Azhar, pemerintah seharusnya mengklasifikasikan susu ikan sebagai bagian dalam produk “susu”. Dalam upaya peningkatan perlindungan konsumen, BPOM serta pemerintah perlu melarang penggunaan nama susu ikan. Karena bahan pangan kaya protein hewani itu bukan berasal dari ambing hewan.
Pengawasan produk yang mengatasnamakan susu harus segera ditingkatkan melalui penguatan legislasi veteriner. Hal tersebut merupakan bagian upaya penting perlindungan konsumen. ”Klasifikasi susu bukan hanya bertujuan dalam memberikan konsumen pilihan produk asal hewan. Namun juga dalam memastikan konsumen mendapatkan nutrisi yang telah sesuai,” tuturnya.
Menurutnya, salah satu nama yang tepat adalah Minuman Tinggi Protein atau Minuman Asal Ikan. Penggunaan nama yang sesuai itu juga akan melindungi konsumen dari permainan oknum produsen nakal yang memanfaatkan dengan menjual produk yang tinggi gula. Kandungan tersebut sangat berbahaya bagi konsumen akibat efek buruknya yaitu diabetes.
Potensi Hidrolisat Ikan
Melihat perkembangan dunia, pemanfaatan hidrolisat ikan sebagai bagian dalam upaya pemenuhan gizi masyarakat telah menjadi tren nutrisi di beberapa negara maju, seperti Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara Eropa. Di negara-negara ini, produk berbasis protein ikan sudah lama digunakan untuk mendukung kebutuhan gizi harian.
Di Jepang, misalnya, bubuk protein ikan telah menjadi bagian dari diet sehari-hari. Kandungan protein yang tinggi, serta manfaatnya bagi kesehatan otak dan jantung menjadikan produk ini sangat diminati. Di Afrika dan India, susu ikan juga mulai diadopsi sebagai alternatif protein yang lebih ekonomis dan berkelanjutan.
Dalam situasi akses terhadap protein hewani seperti daging atau susu sapi terbatas, hidrolisat ikan memang bisa menjadi alternatif efektif dan mudah diakses nutrisi masyarakat Indonesia. Kelebihan hidrolisat ikan adalah bebas dari alergen yang sering kali menjadi masalah bagi yang alergi terhadap susu sapi.
Dengan demikian, menjadi pilihan yang lebih aman bagi anak-anak dan orang dewasa yang memiliki sensitivitas terhadap produk susu sapi. Tidak hanya itu, susu ikan juga kaya akan omega-3, EPA, dan DHA, yang dikenal penting untuk perkembangan otak anak-anak dan menjaga kesehatan jantung.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, Hidrolisat Protein Ikan (HPI) diperkenalkan sebagai solusi untuk mengatasi kendala tersebut. Dengan HPI, ikan dapat diolah menjadi produk yang lebih praktis dan diterima berbagai lapisan masyarakat. Salah satu produk berbasis HPI yang kini tengah dikembangkan adalah susu ikan.
Dengan teknologi ultrafiltrasi, komponen-komponen yang menyebabkan bau amis dan alergen pada ikan dapat dihilangkan. Alhasil, susu ikan yang dihasilkan tidak hanya aman dikonsumsi, tetapi juga tidak berbau amis. Dengan demikian, lebih mudah diterima masyarakat.
Ketua Koordinasi Kesehatan Majelis Pengurus Pusat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (MPP ICMI), Fachmi Idris berharap, pengembangan alternatif seperti hidrolisat ikan dapat menjadi langkah inovatif dalam mendukung pencegahan stunting di Indonesia. Dengan target 82,9 juta anak sebagai sasaran pencegahan stunting, Fachmi optimis bahwa dengan intervensi gizi yang tepat, Indonesia bisa mencapai target penurunan stunting secara signifikan.
Namun, tantangan utama dalam pengembangan susu ikan adalah harga yang relatif tinggi karena biaya produksi, terutama untuk enzim yang masih diimpor. Hingga kini HPP untuk produksi susu ikan ini masih cukup besar, terutama di komponen enzimnya dan masih harus diimpor.
Jadi meski potensi susu ikan begitu besar, tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah teknologi pengolahannya. Meskipun Indonesia kaya akan sumber daya laut, teknologi pengolahan susu ikan masih belum berkembang secepat yang diharapkan. Produksi susu ikan membutuhkan teknologi yang canggih untuk memastikan kualitas produk, baik untuk konsumsi