Ratusan nelayan Banten geruduk Kantor KKP di Jakarta, Senin (2/6), menuntut harga benih bening lobster (BBL) dinaikkan. Mereka protes karena harga jual anjlok jauh di bawah patokan resmi.
TABLOIDSINARTANI.COM, JAKARTA -- Ratusan nelayan Banten geruduk Kantor KKP di Jakarta, Senin (2/6), menuntut harga benih bening lobster (BBL) dinaikkan. Mereka protes karena harga jual anjlok jauh di bawah patokan resmi.
Ratusan nelayan dari wilayah pesisir Banten menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Senin, 2 Juni 2025. Aksi damai ini digelar oleh Aliansi Nelayan Benih Bening Lobster (BBL) Banten sebagai bentuk protes atas anjloknya harga jual benih lobster di lapangan yang jauh di bawah Harga Patokan Tertinggi (HPT) yang ditetapkan pemerintah.
Pantauan di lapangan menunjukkan para demonstran membawa berbagai spanduk dan poster bertuliskan "Stop Permainan Harga", "Tegakkan HPT BBL Sesuai Kepmen", hingga "Nelayan Jangan Terus Dikorbankan". Aksi ini pun menyedot perhatian publik dan aparat keamanan.
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, mengatakan pihaknya menurunkan sebanyak 918 personel gabungan dari Polres Metro dan jajaran Polsek untuk memastikan pengamanan selama aksi berlangsung.
"Seluruh personel tidak dibekali senjata api. Pengamanan dilakukan secara humanis dan profesional. Kami juga mengimbau kepada para orator agar menjaga ketertiban selama aksi, tidak memprovokasi massa," kata Susatyo kepada wartawan.
Para nelayan mengaku kecewa karena harga jual benih lobster yang mereka tangkap di laut hanya dibeli di kisaran Rp2.500 per ekor, jauh dari HPT sebesar Rp8.500 per ekor sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KEPMEN KP) No. 24 Tahun 2024. Padahal, menurut mereka, peraturan tersebut dibuat untuk melindungi nelayan kecil agar mendapatkan harga yang layak dan stabil.
“Regulasi ini semestinya berpihak kepada kami, tapi di lapangan tidak berjalan. Ini menyakitkan. Kami sudah ikuti aturan, tapi koperasi dan pembeli seenaknya main harga,” ungkap Dede Ruslan Rafiudin Albadar, Aktivis Nelayan Binuangen dari Kabupaten Lebak, yang menjadi salah satu orator dalam aksi tersebut.
Menurut Dede, banyak koperasi atau pembeli yang membeli benih lobster di bawah HPT, bahkan tanpa memperhatikan kualitas dan prosedur sortir yang wajar. Ia menyebutkan bahwa mekanisme sortir yang diterapkan terlalu ketat, menyebabkan sebagian besar benih dianggap tidak layak jual, dan akhirnya dibuang oleh nelayan.
“Kami ini rakyat kecil yang menggantungkan hidup dari laut. Tapi kalau sistem distribusi tidak berpihak, kalau harga ditekan seenaknya, kami jadi korban,” ujar Dede. “Kami meminta evaluasi menyeluruh terhadap koperasi dan pembeli yang terbukti menyalahi aturan.”
Poin-poin utama yang dituntut oleh para nelayan antara lain: menegakkan KEPMEN KP No. 24 Tahun 2024 tentang harga patokan tertinggi BBL; menindak koperasi yang membeli di bawah HPT; menghapus mekanisme sortir yang dianggap merugikan nelayan; menjamin transparansi dalam distribusi Purchase Order (PO); serta mengevaluasi kinerja BLU (Balai Layanan Usaha) Perikanan Budidaya yang dianggap tidak merespons keluhan nelayan.
Aksi ini juga menyuarakan desakan agar pemerintah segera mengambil langkah nyata dalam memperbaiki tata kelola benih lobster, termasuk memperhatikan jalur distribusi ekspor yang lesu. Diketahui, dalam pertemuan sebelumnya antara Dinas Perikanan Kabupaten Lebak dan pihak BLU BPBAP Situbondo pada 20 Mei 2025, BLU mengakui adanya penurunan permintaan dari negara tujuan seperti Vietnam, yang selama ini menjadi mitra utama.
"Permintaan dari mitra luar negeri, terutama Vietnam, memang menurun, dan kami akui ada kendala dalam sistem PO. Kami sedang melakukan pembenahan,” demikian pernyataan dari perwakilan BLU dalam pertemuan tersebut.
Namun, menurut Dinas Perikanan Kabupaten Lebak, perbaikan tersebut belum terasa di lapangan. Mereka menilai, langkah-langkah yang diambil pemerintah masih bersifat reaktif dan belum mampu menjamin stabilitas harga serta kesejahteraan nelayan.
“Kalau pemerintah tidak segera mengambil tindakan tegas, dikhawatirkan keresahan di kalangan nelayan akan meluas. Peraturan yang dibuat harus ditegakkan agar tak jadi kertas kosong,” ujar salah satu pejabat Dinas Perikanan Lebak yang ikut mengawal aksi.
Di akhir aksi, perwakilan nelayan menyerahkan petisi berisi tujuh tuntutan kepada pihak KKP. Mereka berharap, pemerintah tidak sekadar menerima aspirasi, tetapi juga merespons dengan kebijakan konkret yang berpihak kepada nelayan kecil. Petisi tersebut juga ditembuskan kepada Komisi IV DPR RI dan Ombudsman Republik Indonesia.
Hingga siang hari, aksi berlangsung damai dan kondusif. Para peserta membubarkan diri dengan tertib setelah menyampaikan aspirasi mereka. Namun, pesan mereka sangat jelas: nelayan bukan musuh negara. Mereka hanya ingin hidup layak dari laut yang mereka cintai.