Jamu gendong menjadi tradisi masyarakat nusantara
TABLOIDSINARTANI.COM, Sukabumi---Jamu merupakan minuman kesehatan yang sudah mentradisi bagi masyarakat Indonesia. Jamu bukan hanya mencegah, tapi juga diyakni mampu menyembuhkan berbagai penyakit.
Jamu disajikan dengan berbagai jenis, mengingat di Indonesia memiliki tanaman herbal berjumlah cukup banyak. Setiap daerah mempunyai jenis jamu yang berbeda, menyesuaikan dengan tanaman herbal yang tumbuh di daerahnya.
Kebiasaan minum jamu memang tidak lepas dengan kebiasaan ibu-ibu menaman berbagai tanaman obat, seperti kunir, temulawak, kencur, sirih, belimbing sayur daun kelor di halaman rumah. Fungsinya selain untuk bumbu dapur yang dikenal dengan istilah empon-empon, juga untuk media penyembuhan jika sewaktu-waktu ada keluarga yang sakit.
Kebiasaan menanam tanaman obat tersebut kemudian diadaptasi pemerintah dengan istilah TOGA (Tanaman Obat Keluarga). Karena itu, jamu identik dengan dunia budaya agraris atau budaya petani.
Sayangnya kini sangat sedikit ibu rumah tangga yang memanfaatkan halaman rumahnya dengan menanam jenis tanaman toga. Alasannya tidak praktis. Ini menjadi alasan utama kalangan ibu rumah tangga tidak lagi mengolah jamu sebagai alternatif pengobatan.
Apalagi seiring perkembangan zaman, kebiasaan minum jamu yang mulai menurun, bahkan generasi muda sudah tidak lagi meminum jamu. Alasannya, selain rasanya yang kurang disukai, juga adanya perubahan gaya hidup, tingkat ekonomi, dan selera masyarakat terus berkembang. Kondis itu mempengaruhi minat masyarakat mengonsumsi jamu.
Tingkatkan Imunitas
Di tengah wabah pendemi COVID-19 di seluruh dunia, termasuk Indonesia, salah satu upaya mencegah penyakit tersebut adalah meningkatkan imun tubuh. COVID-19 dapat disembuhkan, karena sifat virus tersebut memang dapat disembuhkan sendiri (self-limiting disease).
Penyembuhan dari tubuh sendiri dipengaruhi dari sistem imun tiap individu. Imunitas individual pun dapat dibentuk melalui makanan dan minuman bergizi yang dikonsumsi.
Salah satu jalan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, adalah mengonsumsi rempah-rempah tradisional. Beberapa contoh di antaranya seperti jahe, temulawak, sereh, kunyit atau juga kayu manis.
Ahli gizi (Sport Nutritionist and Disease Prevention) Emilia Achmadi, MS., RDN, mengatakan, jamu dibuat menggunakan herbal atau tanaman. Umumnya menggunakan tanaman rimpang seperti kunyit (Curcuma longa) dan jahe (Zingiber officinale), dan temulawak.
Kunyit dan jahe juga bagus untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga tak mudah terinfeksi bakteri atau virus. Zat warna kuning kunyit yang disebut karoten berkhasiat sebagai antioksidan.
Kunyit juga mengandung bahan aktif curcuminoid yang terdiri atas cucumin dan senyawa lainya. Curcuminoid bersifat antibakteri atau antiinfeksi, dan antiradang. Selain warna kuningnya, rasa pahit kunyit juga menandakan kandungan antioksidannya yang tinggi untuk mencegah radikal bebas.
Begitu pula dengan jahe. Bahan aktif jahe antara lain gingerol, flavonoid, agen antibakteri, agen antiperadangan, sangat baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga terhindar dari infeksi bakteri.
Dengan alasan tersebut, saat ini orang berbondong-bondong membeli aneka rimpang terutama jahe, kunyit dan temulawak. Jahe mengalami kenaikan harga yang sangat siginifican, di pasar modern harga jahe dapat mencapai Rp 79 ribu/kg naik tiga sampai empat kali lipat dari harga sebelumnya.
Kecendrungan ini disatu sisi membuat tren positif terhadap pamor jamu itu sendiri. Orang kembali meminum jamu untuk menjaga dan meningkatkan daya imun tubuhnya. Disamping itu bagi dunia pertanian, petani bersemangat kembali menanam berbagai jenis tanaman rimpang, terutama jahe kerena permintaan begitu tinggi dan harga yang sangat bagus.