Teknologi hemat air dapat menyelematkan tanaman dari gagal panen saat musim kemarau
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Dampak perubahan iklim membawa kerugian di berbagai sektor, termasuk pertanian. Beberapa faktor iklim yang berpengaruh terhadap budidaya hortikultura antara lain curah hujan, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara.
Dengan adanya informasi prakiraan iklim yang akurat, kemungkinan terjadinya gagal panen dapat dihindari. Sebab, petani bisa menyesuaikan sistem budidaya atau manajemen pola tanam. Salah satu teknologi yang dapat menyelamatkan tanaman saat musim kemarau adalah teknologi hemat air.
Setditjen Hortikultura, Retno Mulyandari mewakili Dirjen Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan, ada tiga strategi kebijakan pembangunan hortikultura terkait perubahan iklim, yaitu antisipasi, mitigasi, dan adaptasi. Strategi antisipasi dengan mengadakan pengkajian terhadap perubahan iklim untuk meminimalkan dampak negatif.
Lalu, mitigasi untuk mengurangi resiko terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca. Terakhir, adaptasi melalui penyesuaian sistem alam dan sosial untuk menghadapi dampak negatif terhadap perubahan iklim.
Langkah konkret yang dilakukan dalam rangka penanganan dampak perubahan iklim melalui pengumpulan data dan informasi iklim dari UPTD BPTPH se-Indonesia. Selanjutnya berkoordinasi dengan BMKG tentang prakiraan cuaca untuk 3 bulan ke depan dan antisipasi ketersediaan air hujan.
“Kami juga telah menyusun Early Warning System (EWS) manajemen pola tanam ke dinas pertanian se-Indonesia. Kemudian berkordinasi dengan perguruan tinggi dan instansi terkait informasi daerah rawan kekeringan dan kebanjiran,” tuturnya saat Virtual Literacy GEDOR HORTI In Action di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf menyampaikan, kebijakan pusat untuk pengamanan produk hortikultura melalui strategi adaptasi dan mitigasi. Sasarannya lokasi sentra hortikultura yang rawan terkena dampak perubahan iklim (kekeringan dan banjir).
Adapun yang menjadi komponen-komponen kegiatan, diantaranya adalah teknologi hemat air (irigasi tetes/sprinkler/kabut), teknologi panen air (embung, sumur dangkal, sumur dalam), dan penampungan air sementara (gorong-gorong beton).
Murtiningrum, dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada menyampaikan, penerapan teknologi hemat air pada komoditas hortikultura sangat penting dilakukan mengingat aktivititas pertanian bergantung pada ketersediaan air sepanjang musim tanam. "Petani dapat menerapkan teknologi irigasi tetes dan irigasi curah untuk antisipasi musim kemarau," ungkapnya.
Senada dengan hal tersebut, Budi Kartiwa, peneliti Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Badan Litbang Pertanian menyampaikan, model pengelolaan air harus mendapat perhatian yang utama. Produktivitas lahan dapat ditingkatkan dengan optimalisasi pengelolaan air.
“Empat faktor utama dalam pengelolaan air seperti potensi ketersediaan air, eksploitasi sumber daya air, distribusi air dari sumber menuju lahan dan teknik penyiraman. Ini semua harus kita perhatikan,” katanya.