TABLOIDSINARTANI.COM, Magelang --- Kualitas salak Nglumut dari Magelang tidak diragunkan. Buah yang relative besar dan rasa yang manis membuat popularitas salak Nglumut mengejar salak Pondoh dari Sleman yang sudah punya nama bukan hanya di pasar lokal namun juga internasional.
Sama-sama tumbuh dilereng Gunung Merapi yang merupakan gunung berapi paling aktif di dunia, salak Nglumut dari Magelang dan salak Pondoh di Sleman mempunyai citarasa istimewa.
Hampir semua Kecamatan di Kabupaten Magelang memproduksi salak. Menurut data BPS Kabupaten Magelang, dari 21 Kecamatan yang ada 19 Kecamatan memproduksi buah salak.
Kecamatan Srumbung menjadi daerah sentra produksi salak Nglumut di Kabupaten Magelang. Bahkan produksi salak di Kabupaten Srumbung tahun 2017 mencapai 55.431 ton, atau sekitar 75.87?ri total produksi salak di Kabupaten Magelang sebesar 73.057,9 ton.
Salak memang menjadi penghasilan utama masyarakat, salah stunya adalah Margono seorang penduduk dari dusun Kemukus, desa Sudimoro, Srumbung, Magelang. Pria yang sudah menjalani profesi sebagai penjual salak sejak tahun 1996 ini menampung hasil salak tetangganya dan menjual dipasar-pasar sekitar daerah Magelang.
Dengan keuletannya, nama Margono sebagai pengepul salak di desa Sudimoro dikenal luas. Bukan hanya di pasar lokal, pemasaran salak Margono terus berkembang hingga antar, kota maupun provinsi diluar Jawa Tengah.
Tembus Pasar Ekspor
Melalui jaringan penjualan yang dimiliki, pada tahun 2009, Margono bertemu pembeli dari negara China yang berminat dengan salak Nglumut Magelang.
Namun untuk bisa masuk pasar ekspor bukan perkara mudah, selain karena Margono tidak mengetahui masalah/tata cara eksport, banyak persyaratan dan dokumen harus dipenuhi.
Tanpa mengenal kata menyerah, akhirnya pada pertengahan tahun 2010, Margono berhasil melakukan eksport perdana salak ke Beijing, Shanghai dan Guangzou dengan memakai bendera CV. Agronusa.
“Usaha saya mempunyai keuntungan waktu. Karena berada ditengah kawasan pertanian salak, kami dapat segera memproses buah salak dari kelompok-kelompok tani mitra kami, untuk mempertahankan kesegaran buah,” ungkapnya.
Bersama para Penyuluh Pertanian dan Petugas Dinas Pertanian kabupaten, Margono membina kelompok-kelompok tani agar siap menjadi mitra produksi salak Nglumut kelas ekspor.
Setahap demi setahap kelompok tani didamping untuk melaksanakan usaha tani sesuai Standar Opersaional Prosedur Good Agricultural Practice (GAP) .
Pada tahun 2012, CV Agro Nusa telah berhasil membangun gudang pengemasan (Packing House), dan mendapatkan sertifikat sebagai rumah kemas yang memenuhi standar operasional dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementrian Pertanian tertanggal 5 Oktober 2012.
Perijinan rumah kemas ini harus diperbaui setiap 3 tahun. Sudah 2 kali Margono diverifikasi untuk mendapat pembaruan ijin rumah kemas miliknya. Dan baru-baru ini Tim OKKP-D (Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah) Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan verifikasi pembaruan ijin rumah kemas yang ke 3.
Kunjungan Tim OKKP-D yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Balai Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan (BPMKP) , Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, juga dalam rangka sosialisasi pemenuhan protokol ekspor salak dan pengambilan contoh.
Kepala Balai Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, Ir. Dina Diana Rachmawati, MP, mengatakan Pembinaan yang dilakukan oleh BPMKP ini juga dalam rangka membantu periapan CV. Agronusa yang dalam waktu dekat ini akan di audit oleh “General Administration of Customs of the People’s Republic of China (GACC)” dari pemerintah China.
Margono menegaskan, bahwa dalam perdagangan ekspor buah salak, eksportir harus harus selalu dalam keadaan siap. Karena dalam prakteknya, permintaan dari buyer (pembeli) dapat datang di setiap saat. Segala upacara ritual MoU hampir tak pernah di pakai.
Selama kurun waktu 2021 sampai pertengahan 2022 ini, CV. Agronusa sudah 25 kali melakukan pengiriman salak ke China, Thailand, Singapura, dan Australia, dengan setiap pengiriman mencapai 9 ton.
“Selama pandemi permintaan buah salak dari luar negeri menurun tajam. Saat ini masih melayani permintaan dari Kamboja,” ungkapnya.
Pria yang berlatar belakang teknik mesin ini membuat sendiri berbagai mesin yang dibutuhkan untuk prosesing di rumah kemasannya. Dengan mekanisasi, tidak heran bila kapasitas untuk memproduksi buah salak siap kirim mencapai 5 ton per hari.
“Bahkan dalam waktu dekat kapasitas rumah kemas akan ditingkatkan menjadi 10 ton per hari,” ujarnya..
Untuk memenuhi permintaan pasar,, Margono bermitra dengan Kelompok Tani “Ngudi Cukup” dan “Ngudi Mulya” yang mempunyai lahan pertanaman salak seluas 100 Ha.
“Saat ini CV. Agronusa membeli salak petani kelas AB seharga Rp 7.500,- per kg, sedang harga pasar setempat kualitas campur Rp 4.500,- per kg,” jelasnya.
Bicara mengenai harapan memajukan agrobisnis salak dan sayur, ada 3 hal yang menjadi angan-angan Margono.
Yang pertama pemerintah hendaknya tidak mensubsidi petani dalam bentuk subsidi pupuk. Tetapi dalam bentuk subsidi transport pengiriman hasil. Semisal pengiriman buah salak ke Thailand dibantu, hal ini akan meningkatkan harga beli ditingkat petani.
Pemerintah diharapkan segera menerapkan standarisasi pengemasan buah. Banyak terjadi kasus buah yang telah dikirim terpaksa dikembalikan (retour) karena kemasan kurang kokoh dan rusak. Sehingga buah yang ada didalam kemasan ikut rusak.
Dan Pemerintah diharapkan membangun titik-titik kumpul produksi sayur atau buah di dekat lahan petani. Sehingga calon pembeli dapat berinteraksi dengan petani, dan dapat melihat langsung potensi pasar yang ada didaerah tersebut. Hal ini juga akan memotong alur pemasaran yang terlalu panjang dan kontra produktif.