Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Dalam sorotan tajam Ombudsman RI, terungkap bahwa kebijakan RIPH dan wajib tanam bawang putih dinilai sebagai kegagalan besar.
Menurut Ombudsman RI, kebijakan yang meminta importir bawang putih untuk menanam bawang putih sebagai imbalan atas izin yang mereka dapatkan ternyata tidak berhasil.
Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman RI, menyampaikan pandangan ini setelah melakukan pemeriksaan dan pengawasan secara cermat.
"Yang saya sampaikan itu adalah data-data yang kami kumpulkan dari berbagai temuan kami, maka data ini data BPS, BPS itu sakti, nggak bisa datanya disalahkan. Jadi sudah jelas wajib tanam itu gagal, ya kalau gagal evaluasi dong di mana letak kegagalannya. Nah ini salah satu bukti dari wajib tanam yang gagal," kaya Yeka dalam Konferensi Pers Pemeriksaan Maraton Kementerian Pertanian terkait RIPH dan Wajib Tanam di Kantor Ombudsman, Selasa (16/1).
Sebagaimana diberitakan, Kementerian Pertanian (Kementan) mengamanatkan kewajiban menanam 5 persen dari jumlah impor yang diajukan.
Yeka Hendra Fatika mencatat bahwa penerapan 5 persen ini terasa ambigu.
"Dari pengajuan impor mana seharusnya dihitung? RIPH atau SPI? Ternyata, 5 persen-nya berasal dari RIPH, bukan SPI," tegasnya.
Yeka melanjutkan, "Memang aneh, RIPH hanya rencana, jadi jika sebuah perusahaan mengajukan RIPH untuk mengimpor 5.000 ton, belum tentu Kementerian Perdagangan memberikan izin sebesar itu. Kewajiban seharusnya didasarkan pada realisasi, bukan rencana. Kami akan mendalami lebih lanjut mengenai masalah wajib tanam ini," ungkap Yeka Hendra Fatika.
Ombudsman RI menemukan 4 potensi maladministrasi di Kementan, termasuk layanan yang kurang, penundaan yang berlarut-larut, kurang kompeten, dan penyalahgunaan wewenang.
"RIPH itu sebenarnya hanya rencana, jadi jika suatu perusahaan mengajukan RIPH untuk mengimpor 5.000 ton, belum tentu Kementerian Perdagangan akan memberikan izin sebesar itu. Kewajiban seharusnya terkait dengan realisasi, bukan hanya rencana. Kami berencana untuk lebih mendalami permasalahan terkait wajib tanam ini," paparnya.
Yeka berharap bisa memberikan update minggu depan sebelum Pemilu selesai terkait pemeriksaan yang dilakukan pada 16-18 Januari 2024.
Periksa Pejabat Kementan
Yeka mengumumkan rencananya untuk memanggil dan memeriksa sejumlah pejabat di Kementan terkait dugaan maladministrasi dalam penerbitan RIPH dan kewajiban tanam.
Dia menjelaskan bahwa pejabat-pejabat dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan, yang memiliki peran dalam menerbitkan RIPH sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019, akan dipanggil mulai hari ini, Selasa (16/1/2024), hingga Kamis (18/1/2024).
"Mulai hari ini hingga tanggal 18 Januari 2024, kami akan melakukan pemeriksaan maraton. Pada sesi pemeriksaan siang nanti, pejabat yang akan diperiksa berasal dari Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan," ungkapnya.
Selanjutnya, pada 17 Januari besok, Ombudsman RI akan melanjutkan pemeriksaan terhadap dua pihak, yakni Sekretaris Jenderal Ditjen Hortikultura dan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Holtikultura Ditjen Hortikultura.
Yeka menjelaskan, keduanya bertanggung jawab dalam proses verifikasi dan validasi persyaratan teknis permohonan RIPH sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 tentang RIPH.
Pada Kamis, 18 Januari 2024, akan dilakukan pemeriksaan terhadap Direktur Perlindungan Hortikultura Ditjen Hortikultura.
'Dia memiliki peran dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang perlindungan hortikultura berdasarkan Pasal 118 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 Tahun 2019 tentang Struktural Organisasi dan Tata Kelola Kementerian Pertanian," ungkapnya.