Kementan dengan KOLTIVA untuk memajukan kawasan lahan kering hortikultura di tujuh provinsi di Indonesia.
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Kementerian Pertanian menjalin kemitraan strategis dengan KOLTIVA untuk memajukan kawasan lahan kering hortikultura di tujuh provinsi di Indonesia.
Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian RI dan KOLTIVA meluncurkan Proyek Pengembangan Hortikultura di Lahan Kering (Horticulture Development Dryland Area Project, HDDAP).
Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, dan rantai nilai produk hortikultura di Indonesia, serta melibatkan tujuh provinsi dan 13 kabupaten dan dijadwalkan berlangsung dari tahun 2024 hingga 2028.
Pada 20-22 Mei 2024, Kementerian Pertanian dan KOLTIVA melakukan kunjungan lapangan ke tujuh provinsi—Sumatera Utara, Jawa Barat, Bali, NTT, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Tengah—untuk memantau implementasi proyek HDDAP.
Program ini diharapkan dapat mengoptimalkan lebih dari 10.000 hektar lahan kering menjadi lahan budidaya hortikultura, dengan bantuan teknologi KoltiTrace MIS untuk meningkatkan ketertelusuran dan pengelolaan pertanian.
Sebagai bagian dari komitmen ini, KOLTIVA memperkenalkan KoltiTrace, sebuah Sistem Informasi Manajemen (MIS) yang dirancang untuk memantau dan mengelola proyek agrikultur dengan lebih efektif.
Sistem ini memastikan transparansi dalam rantai pasok dan mendukung pengambilan keputusan strategis melalui dashboard canggih.
Fitur seperti Geo Location & Mapping memungkinkan Kementerian Pertanian RI untuk memantau operasional, membuat keputusan berbasis data, mengoptimalkan biaya, dan meningkatkan hasil dengan sistem pelacakan yang terbukti.
Selain itu, sistem ini juga mencakup Manajemen Rantai Pasokan Produsen yang memungkinkan verifikasi pelacakan produsen dan akses ke dashboard KPI yang komprehensif, disesuaikan dengan perjanjian dan kebijakan privasi, serta berbagai fitur lainnya.
Dengan pendekatan ini, KOLTIVA menunjukkan bahwa praktik budidaya dan aktivitas ekonomi di sektor pertanian dapat menjadi lebih berkelanjutan dan layak dibiayai, mendorong transformasi sektor hortikultura menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Dalam kunjungan tersebut, pengawas kecamatan, ketua komponen, Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT), Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dan tim sekretariat mengikuti pelatihan penggunaan Aplikasi Mobile KoltiTrace MIS.
Pelatihan ini mencakup pencatatan data rinci tentang produsen dan lahan mereka, penggunaan antarmuka dan fitur aplikasi, serta praktik langsung di lokasi produksi.
Data yang dikumpulkan mencakup latar belakang keluarga hingga proses monitoring dan evaluasi, dengan tujuan memperkuat kapasitas produsen dalam memanfaatkan lahan kering secara efisien.
Pada acara peluncuran di Surabaya akhir bulan lalu, program HDDAP resmi dimulai dengan durasi lima tahun dan tujuan besar untuk memberikan manfaat substansial bagi para produsen, termasuk pemberdayaan perempuan.
Program ini tidak hanya fokus pada modernisasi pertanian, tetapi juga pada kolaborasi erat antara produsen dan sektor swasta, stimulasi permintaan pasar, dan peningkatan kapasitas bisnis kelompok produsen.
Proyek HDDAP bertujuan untuk mentransformasi sektor pertanian melalui digitalisasi, sambil memberikan dampak nyata bagi kehidupan produsen.
Dukungan langsung berupa sarana produksi pertanian dan peningkatan keterampilan akan membantu para produsen mengoptimalkan praktik pertanian mereka.
Bantuan seperti pupuk, peralatan pertanian, dan sarana produksi lainnya diharapkan dapat meningkatkan hasil panen dan kesejahteraan ekonomi para petani.
"Pemetaan rantai pasokan dalam KoltiTrace MIS adalah kunci bagi sektor hortikultura. Sistem ini memberdayakan pelaku industri untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan dalam produksi dan distribusi," kata Manfred Borer, CEO dan Co-Founder KOLTIVA.
Dengan KoltiTrace MIS, diharapkan upaya pembangunan hortikultura menjadi lebih efisien dan efektif, memperkuat kolaborasi antara semua pemangku kepentingan, serta memastikan optimalisasi sumber daya.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa praktik budidaya dan aktivitas ekonomi di sektor pertanian bisa menjadi lebih berkelanjutan dan layak dibiayai, mendorong transformasi sektor hortikultura menuju masa depan yang lebih cerah dan inklusif.