Selasa, 10 Desember 2024


Membenahi Produksi Dua Sejoli Penyebab Inflasi

25 Mei 2015, 12:26 WIBEditor : Kontributor

Bawang merah dan cabai ibarat dua sejoli penyumbang inflasi. Fluktuasi produksi kedua bumbu dapur ini membuat pemerintah harus turun tangan karena harganya melonjak. Karena itu pemerintah akan membenahi produksi komoditi tersebut.

Dirjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, Hasanuddin Ibrahim, beberapa waktu lalu mengatakan, bawang merah dan cabai memberikan kontribusi terhadap peningkatan angka inflasi. Padahal, dalam catatannya Indonesia pernah surplus bawang merah dan cabai.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Ditjen Hortikultura menyebutkan, produksi bawang merah domestik tahun 2014 mencapai 1,22 juta ton. Tahun 2015 diperkirakan mencapai 1,14 juta ton atau sekitar 120 ribu ton per bulan.

Namun demikian, diakui, masih ada impor bawang merah, termasuk untuk kebutuhan benih. Pada 2011 Indonesia mengimpor bawah merah sebanyak 160.467 ton senilai 77,44 juta dolar AS, kemudian pada 2012 menjadi 123.315 ton (55,13 juta dolar AS). Pada 2013 impor turun menjadi 96.139 ton senilai 54,71 juta dolar AS dan tahun 2014 hanya 60.023 ton dengan nilai 23,47 juta dolar AS.

Meski ada impor bawang merah, Hasanuddin menegaskan, Indonesia juga mengekspor komoditas sayuran tersebut meski volume maupun nilai masih sangat kecil. Selama periode 2011-2014, ekspornya berturut-turut yakni 13.792 ton, kemudian naik menjadi 19.196 ton pada 2012. Namun pada 2013 turun menjadi 4.982 ton dan semakin rendah pada 2014 hanya 394 ton.

Nilai ekspor bawang merah Indonesia pada 2011 sebanyak 6,59 juta dolar AS, kemudian naik menjadi 8,87 juta dolar AS pada 2012 dan turun menjadi 2,98 juta dolar pada 2013 sedangkan 2014 hanya 169.343 dolar AS.

Namun pada semester kedua tahun ini Hasanuddin memperkirakan akan terjadi panen raya di sentra pengembangan bawang merah, khususnya Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan NTB. Dengan demikian diharapkan, pada Juli, Agustus dan September akan ada surplus. “Karena itu kami mengusulkan tidak ada impor bawang merah pada semester II 2015,” katanya.

Hasanuddin berharap upaya pengembangan tanaman bawang merah benar-benar dipikirkan dan kendali kegiatan langsung dipegang bupati. Dengan demikian semakin banyak kabupaten yang menghasilkan bawang merah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya sendiri. Bukan hanya itu,  bisa dipasarkan keluar kabupaten bila terdapat kelebihan produksi.

Bagaimana dengan cabai? Hasanuddin memperkirakan, produksinya sudah mencapai 1,5 juta ton. Padahal yang kebutuhan masyarakat hanya sebesar 80 ribu ton. Sementara volume impor cabai tahun 2013 mencapai 96.139 ton. Adapun di tahun 2014 tercatat 60.023 ton (angka sementara BPS).

Menurut dia, impor cabai umumnya dalam bentuk cabai kering, bubuk dan olahan. Namun untuk cabai segar, produk dalam negeri lebih baik dan rasanya pun lebih pedas, sehingga lebih enak dibandingkan produk luar negeri. “Ini karena varietas yang kami tanam bukan untuk bubuk,” katanya.

Produksi Tidak Merata

Mengapa masih ada impor bawang merah dan cabai? Hasanuddin mengatakan, karena produksi petani tidak merata sepanjang tahun dan sangat bergantung musim. Mayoritas produksi berlebih di musim kemarau, namun pada musim hujan berkurang.  

“Fluktuasi harga bawang merah dan cabai selalu terjadi menjelang Ramadhan. Hal itu karena tidak meratanya produksi sepanjang tahun. Saat musim hujan, produksinya menurun drastis, sebaliknya melimpah saat kemarau atau kering,” tuturnya.

Produksi bawang merah dan cabai meningkat pada kuartal kedua. Namun, produksinya menurun pada kuartal ketiga. Tidak meratanya pola produksi menyebabkan pada waktu-waktu tertentu terjadi defisit, sehingga harganya berfluktuasi dan mendorong inflasi. Padahal kebutuhan masyarakat konstan.

“Produksi yang berkurang itu memicu impor, sehingga pemerintah berupaya melakukan gerakan menanam bawang merah dan cabai di musim kemarau,” katanya. Gerakan penanaman pada musim kemarau tersebut akan dimulai pada Juli, Agustus, September dan Oktober mendatang.

Harapannya sepanjang musim hujan tidak ada kelangkaan dan harganyapun relatif stabil. Sebab, cabai yang ditanam Juli akan panen perdana Oktober. Sedangkan yang ditanam Agustus akan panen November dan seterusnya. “Dengan gerakan ini kita harapkan produksi bawang merah dan cabai tersedia sepanjang tahun,” ujarnya.

Untuk membenahi produksi dua komoditi sejoli ini, pemerintah telah menyiapkan anggaran hampir Rp 500 miliar. Pada tahun 2016, diharapkan anggarannya naik menjadi Rp 2-3 triliun. “Kami akan memperbanyak areal tanaman dan panen saat hujan. Untuk bawang merah akan diperluas pada areal tanam 1.632 ha. Adapun cabai merah seluas 1.572 ha,” tuturnya.

Kawasan Bawang dan Cabai

Menggunakan fasilitas pembiayaan dari APBNP 2015, pengembangan kawasan bawang merah akan dilakukan di 27 provinsi meliputi 64 kabupaten/kota dengan luas 1.732 ha. Targetnya mampu menghasilkan produksi 17.701,04 ton atau 1,81% dari perkiraan kebutuhan nasional 978.451 ton/tahun.

Ekstensifikasi pertanian budidaya bawang merah di antaranya dikembangkan di Kabupaten Bima (NTB), Fak-Fak (Merauke), Samosir (Sumut), Kampar (Riau) dan Tapin (Kalsel). “Kami telah mengalokasikan dana sebesar Rp 129,9 miliar untuk melaksanakan pengembangan tanaman bawang merah di 64 kabupaten,” katanya.

Dalam program pengembangan bawang merah tersebut akan ada perbaikan sarana irigasi, sarana produksi, dan sarana budidaya. Untuk di daerah sentra, pemerintah akan melakukan optimalisasi penggunaan air pompa, pengaturan drainase saat hujan dan fasilitasi bantuan sarana produksi. Adapun di wilayah luar sentra akan ada tambahan introduksi teknologi budidaya di lahan kering.

Menurut Hasanuddin, di samping teknologi yang dikembangkan Badan Litbang Pertanian sejauh ini petani masih memiliki pilihan teknologi lain yang dikembangkan perguruan tinggi. Selama ini  perguruan tinggi juga sudah cukup banyak melaksanakan penelitian terkait teknologi budidaya bawang merah di luar musim.

“Kami tak berhenti mengajak petani lebih meningkatkan penggunaan pestisida biologi dalam upaya menekan penggunaan pestisida kimiawi yang berlebihan di pertanaman bawang merah,” katanya.

Guna mendukung upaya pemerataan produksi bawang merah, pemerintah juga melaksanakan program kegiatan penumbuhan penangkar benih bawang merah di 25 povinsi mencakup 40 kabupaten/kota. Melalui program ini sebanyak 40 kelompok petani/penangkar diberikan bantuan berupa gudang benih, alat pengolah tanah benih sumber bawang merah.

Sementara itu untuk komoditi cabai, Hasanuddin menjelaskan, ada beberapa teknologi yang digunakan untuk menggenjot produksi cabai nasional. Pertama, penggunaan benih yang tahan kelembaban. Jadi tanaman cabai tersebut akan tahan dengan organisme pengganggu tanaman pada saat hujan. “Benih itu juga harus disesuaikan dengan lokasi, selera, jenis cabai yang dibutuhkan oleh lokasi penanaman setempat,” ujarnya.

Kedua, penggunaan pestisida ramah lingkungan. Pestisida biologis ini untuk mengatasi serangan cendawan saat musim hujan. Ketiga, pengembangan irigasi tetes di sejumlah daerah seperti NTT dan NTB yang kering selama 9 bulan. Pasokan air diperoleh dari tandon (tempat penampungan). Model irigasi tetes ini lokasinya dekat dengan perkotaan. Bisa diartikan, pengembangannya menggunakan konsep urban farming.

Keempat, mengintensifkan produksi olahan cabai. Misalnya melalui penggaraman atau pengasaman sebagai salah satu langkah penyediaan cabai saat terjadi kelangkaan. Dengan cara ini cabai bisa tahan hampir dua tahun. Echa/Yul/Ditjen Hortikultura

 

Tabel. Perkembangan Konsumsi dan Ketersediaan Cabai

 

Uraian

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun

 2014

 

a. Konsumsi

(kg.kap/th)

Cabai merah

1,528

1,497

1,653

1,424

1,459

 

Cabai hijau

0,256

0,261

0,214

0,198

0,211

 

Cabai rawit

1,298

1,21

1,403

1,272

1,261

 

Total

3,082

2,968

3,270

2,894

2,931

 

b. Ketersediaan (kg/kap/th)

5,73

6,39

6,840

7,07

-

 

Keterangan:

·Data konsumsi merupakan data Susenas (BPS)

·Data ketersediaan merupakan data NBM

                   

Tabel. Perkembangan Konsumsi dan Ketersediaan Bawang Merah

 

Uraian

Tahun

2010

Tahun

2011

Tahun

2012

Tahun

2013

Tahun

2014*

 

Konsumsi (kg.kap/th)

2,53

2,36

2,76

2,06

2,49

 

Ketersediaan (kg/kap/th)

2,77

2,54

2,51

2,61

-

 

Keterangan:

·Data konsumsi merupakan data Susenas (BPS)

·Data ketersediaan merupakan data NBM

Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066

Editor : Julianto

BERITA TERKAIT
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018