TABLOIDSINARTANI.COM,Jakarta-- Minyak sawit (CPO) yang diproduksi Indonesia sangat strategis dan punya potensi ekonomi tinggi. Agar industri sawit ini berkelanjutan, supply-nya perlu dijaga dan hilirisasi ditingkatkan supaya ada nilai tambahnya.
Tim Sawit Pusat Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Indra Budi Susetyo mengemukakan, Indonesia menguasai 40% minyak di perdagangan dunia. "Dari pangsa pasar minyak dunia, ada sebanyak 50 juta ton produksi minyak sawit kita. Nah, dari jumlah tersebut sekitar 5 juta ton yang dikonsumsi dalam negeri," kata Indra dalam FGD Sawit Berkelanjutan Bertema “Ketahanan Pangan Indonesia: Sawit Berkelanjutan,” pada Kamis (19/12).
Menurut Indra, sebagian besar minyak sawit yang diproduksi Indonesia, yakni sekitar 85 persen diekspor. Supaya harga minyak sawit di pasar dunia tak berfluktuaktif (harga murah atau terlalu tinggi), penyerapan produk sawit perlu dijaga. "Selain itu, perlu dilakukan perluasan peningkatan pasar, menjaga
nilai tukar produk, dan melakukan kontrol supply terhadap minyak sawit di pasar dunia," ujarnya.
Indra juga mengatakan, meski hilirisasi yang dilakukan industri sawit sudah cukup bagus, harus terus ditingkatkan. "Kebutuhan dalam negeri pun harus dijaga. Seperti untuk pangan, energy, feed stock industry,” kata Indra.
Diakuinya, industri sawit dari hulu-hilir telah menjadi perhatian pemerintah, lantaran keunggulan yang dimiliki dan kontribusinya terhadap devisa negara."Karena itu produk sawit ini harus dijaga keberlangsungannya," ujarnya.
Sementara itu, Deputy Head of Corporate Sustainability Bumiatam Gunajaya Agro Group, Agam Fatchurrochman mengatakan, saat ini harga sawit mulai naik, bahkan hanya dalam waktu 2 bulan kenaikannya sudah mencapai US$ 150/ton. Sehingga harga minyak sawit dan soyabean oil sudah hampir tidak ada perbedaan. "Kendati demikain, pola pengembangan perkebunan kelapa sawit tetap mengacu pada praktik budidaya berkelanjutan," ujar Agam.
Agam juga mengimbau masyarakat menjauhi cara membuka lahan dengan dibakar. Perusahaan telah melakukan perjanjian sekitar 2 km dari batas kebun, perusahaan bisa membantu msyarakat dalam kegiatan pembukaan lahan pangan tanpa bakar. “Itu salah satu cara kami dalam mengajak masyarakat dalam menjaga lingkungan,” kata Agam.
Buka Peluang Pasar
Hal senada diungkapkan, Direktur
Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO), Tiur Rumondang. Menurut Tiur, menjaga pasar minyak sawit yang sudah ada, serta membuka berbagai peluang terciptanya pasar baru, juga menjadi kunci keberhasilan bagi minyak sawit Indonesia.
"Berbagai potensi terciptanya pasar, tentu saja perlu dukungan promosi minyak sawit kepada pasar global, sekaligus dukungan kuat dari pemerintah. Selain tentu saja tetap menerapkan prinsip berkelanjutan," papar Tiur
Diakuinya, memang kerap muncul pertanyaan dari berbagai pihak bila sudah masuk anggota RSPO apakah kemudian perkebunan kelapa sawit tersebut sudah sustainable? Menurut Tiur, untuk para pelaku sawit yang telah menerapkan praktik berkelanjutan, RSPO menjadi salah satu tools untuk mengukur sampai sejauh mana praktik berkelanjutan itu diterapkan dan dampaknya kepada perlindungan lingkungan.
“Apakah dampaknya bisa mengurangi bencana atau justru menambah bencana. Namun standar itu dibuat sebagai tools pengukur dampak positif,” ujarnya.
Tiur juga menyampaikan, melalui theory of Change RSPO, menjadi upaya pelaku perkebunan tidak memiliki pengaruh buruk terhadap lingkungan. “Misalnya dalam konteks sosial, banyak masyarakat yang tidak mengetahui haknya, maka itu kita perlu melakukan perbaikan secara bersama dalam proses pembukaan lahan sehingga, masyarakat tidak kehilangan lahan,” pungkasnya.