TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta--- Komoditas kelapa memiliki peran besar dalam mencetak devisa negara. Ekspor komoditas kelapa menempati urutan ke empat setelah sawit, karet dan kakao. Selain menjalin kemitraan, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Perkebunan terus mendorong petani kelapa untuk meningkatkan produksi kelapa dan turunannya dalam rangka memenuhi permintaan pasar ekspor.
Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono mengatakan, sebagian besar petani kelapa memproduksi kelapa dalam bentuk kopra. Sementara itu, potensi produk turunan kelapa lainnya baik produk utama maupun produk samping sangat besar.
“ Melalui FGD kelapa ini yang tuju tidak hanya persoalan nilai tambah produk kelapa tapi bagaimana mencari pasarnya, meningkatkan akses pasarnya. Untuk itu kita mengundang Atase Perdagangan Beijing, China untuk membicarkan potensi pasar dan hambatan ekspor produk kelapa Indonesia terutama di masa pandemic covid19, karena China adalah salah satu negara tujuan ekspor terbesar kelapa Indonesia,” kata Kasdi di Jakarta, Kamis (12/11).
Kasdi Subagyono dalam sambutannya menyatakan, FGD yang ke- dua ini merupakan rangkaian pertemuan di dua wilayah sentra produksi kelapa. Pada tanggal 24 September yang lalu FGD dilakukan di Manado, untuk sentra kelapa wilayah timur meliputi Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
“ Sedangkan pada hari ini untuk sentra produksi wilayah barat meliputi Sumatera dan Jawa.,” ujarnya.
Dikatakan, komoditas Kelapa berkontribusi cukup besar sebagai sumber devisa negara. Mengacu pada data BPS, hingga triwulan ke-3 tahun 2020, ekspor kelapa Indonesia sebesar 1,53 juta ton atau senilai USD 819,26 juta. Angka volume ekspor tercatat meningkat 14 persen. Sedangkan dari sisi nilai ekspor meningkat 27 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019.
Menurut Kasdi, melalui FGD Peningkatan Akses Pasar Serta Pengembangan Produk Utama dan Produk Samping Kelapa Berbasis Kelompok Tani yang dilaksanakan di Palembang, 10-11 November 2020 bertujuan untuk menggali potensi-potensi produk turunan kelapa di provinsi sentra produksi kelapa di wilayah barat, guna memenuhi kebutuhan pasar dunia melalui kemitraan produksi dan pemasaran.
Kasdi juga mengatakan, Direktorat Jenderal Perkebunan terus melakukan upaya-upaya akselerasi peningkatan ekspor 3x lipat (Gratieks) melalui peningkaran produksi, nilai tambah dan daya saing (Grasida). Hal tersebut dilakukan dengan mengedepankan penguatan kelompok tani berbasis korporasi petani di Kawasan pengembangan.
“ Melalui penguatan kelembagaan petani ini akan ada jaminan standarisasi kualitas dan keberlanjutan usaha hingga peningkatan kesejahteraan petani sebagai outcome yang harus kita tuju,” ujar Kasdi.
Diharapkan, dalam kesepakatan kerjasama pada FGD kelapa mampu mendorong percepatan ekspor. Sehingga pada triwulan ke-4 tahun 2020, perekonomian negara dapat terdongkrak naik untuk mendukung pemulihan ekonomi di masa pandemic covid 19 ini.
Menurut Kasdi, hingga triwulan ke-3 tahun 2020 ini, sektor pertanian secara year on year tumbuh positif 2,15 persen terhadap PDB nasional. Menurut lapangan usaha, dan sub sektor perkebunan turut berkontribusi besar terhadap pembentukan nilai PDB sektor pertanian.
Hal senada juga disampaikan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi. Menurut Dedi, tantangan pengembangan kelapa nasional tidak hanya persoalan produktivitas tetapi juga nilai tambah yang sangat butuh perhatian yang besar.
“ Ditengah pandemic ini, pada hakikatnya produk kelapa seperti VCO semakin meningkat kebutuhannya karena memiliki kandungan antioksidan yang baik untuk daya tahan tubuh,” kata Dedi.
Menurut Dedi, untuk mendorong produksi dan produk turunan kelapa perlu inovasi-inovasi yang lebih baik lagi di sisi petani dan pelaku usaha agar produk kelapa ini mendapat branding yang positif dalam hal pemasarannya.
“ Produk turunan seperti sabut kelapa/ coco fibre memiliki potensi sangat besar untuk bahan baku industry jok & dashboard kendaraan, media tanaman dan alat rumah tangga lainnya. Tidak kalah potensinya untuk bahan bakar adalah charcoal yang saat ini banyak diminati di negara Kawasan Timur Tengah dan Eropa,” paparnya.
Dedi Junaedi menambahkan, peningkatan daya saing produk perkebunan khususnya kelapa dapat dilakukan melalui kegiatan promosi dan upaya diplomasi perundingan baik dalam skema PTA, FTA maupun CEPA yang sedang berjalan. Bisa juga dilakukan upaya inisiatif baru dengan negara lain secara bilateral dan regional.
“ Teknologi Informasi akan menjadi suatu kepatutan dalam sistem perdagangan komoditas ekspor. Penggunaan IT dalam bentuk marketing online platform juga diharapkan dapat mendukung untuk setiap aktivitas promosi,” kata Dedi.
FGD kelapa ini juga menghadirkan sejumlah nara sumber. Diantaranya, Kepala Dinas Perkebunan Prov. Sumatera Selatan, Ketua Umum Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI), Atase Perdagangan Beijing China, Manager Riset PT. Pupuk Sriwidjaja, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan & Koperasi Kabupaten Banyuasin dan pelaku usaha produk kelapa di Sumatera Selatan seperti CV. Amran Sulaiman, PT. Raksasa Cipta Niscala, PT. Elang Sriwijaya Perkasa, PT. Kelapa Puncak Nusantara, Kulaku Indonesia dan CV. Agromandiri Internusa.