TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Perusahaan perkebunan kelapa sawit menegaskan kembali komitmennya membangun sawit berkelanjutan. Bahkan mereka siap membantu pekebun sawit, baik plasma dan swadaya bisa memenuhi standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Seperti diungkapkan Direktur Asian Agri, Bernard Riedo dan Direktur Sustainable dan Riset PT. Astra Agro Lestari (AAL), M. Hadi Sugeng W saat Webinar Minyak Sawit sebagai Minyak Nabati Berkelanjutan Terbesar di Dunia, yang diselenggarakan Info Sawit Kamis (9/12).
Bernard mengatakan, pihaknya saat ini mendorong sertifikasi ISPO tidak hanya di kebun inti, tapi juga di lahan kemitraan petani plasma dan swadaya. Apalagi kini syarat dari pembeli (buyer) produk minyak sawit di luar negeri semakin kompleks.
“Asian Agri telah menerapkan kebijakan sustainable. Saat ini, kami fokus pada kebijakan non deforestasi dan pelaksanaan best manajemen practiced dalam pengelolaan perkebunan,” katanya.
Beberapa kebijakan untuk pembangunan kebun sawit seperti penggunaan bibit berkualitas. Hal ini menurut Bernard menjadi menjad pondasi utama untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi dalam intensifikasi dan ekstensifikasi.
Selain itu, lanjut Bernard, pihaknya melakukan pengelolaan limbah sawit untuk menghasilkan listrik untuk masyarakat sekitar perkebunan sawit. Upaya lainnya adalah berkolaborasi dengan masyarakat membangun desa bebas api untuk mengcegah bahaya kebakaran lahan.
Bagi petani plasma dan swadya yang bermitra dengan PT. Asian Agri dan mampu memenuhi ISPO, Bernard mengatakan, pihak memberikan insentif. Sejak 2015, petani akan mendapatkan premium sharing agar mempertahankan sertifikasi ISPO tersebut dengan menetapkan praktek berkelanjutan.
“Premium sharing ini bisa untuk membantu pengembangan dan praktek berkelanjutan. Kita ingin pastikan seluruh petani mitra, baik plasma dan swadaya mendapatkan sertifikat ISPO. Apalagi tahun 2025, ISPO juga akan menjadi mandatory juga bagi petani sawit, seperti perusahaan saat ini,” tuturnya.
Direktur Sustainable dan Riset PT. Astra Agro Lestari (AAL), M. Hadi Sugeng W mendukung penuh upaya pemerintah dalam pembangunan perkebunan sawit melalui kebijakan ISPO. Bahkan hingga tahun 2020 sudah lebih baik dari sebelumnya dengan adanya kriteria ketelusuran produk minyak sawit.
“Saya melihat prinsif dan kriteria ISPO sudah setara dengan standar asing, bahkan bisa diterima sebagai standar global,” katanya. Bahkan Sugeng menilai, ISPO harus menjadi nomor satu standar keberlanjutan yang implementasinya diperjuangkan perusahaan. “ISPO ada sustainable. Sustainable adalah ISPO,” tegas Sugeng yang juga Kepala bidang Implementasi ISPO GAPKI.
Keuntungan ISPO
Sugeng menilai, banyak keuntungan penerapan ISPO bagi petani. Pertama, dengan memegang sertifikat ISPO, petani akan dimudahkan dalam aspek pendanaan. Kedua, petani mendapatkan jaminan produkivitas. Sebab dengan menerapkan prinsif dan kriteria ISPO, petani akan menerapkan praktek agronomi dengan baik, bagaimana merawat dan memupuk sama dengan yang perusahaan lakukan.
Keuntungan lain adalah petani mendapatkan keuntungan dalam memasarkan tandan buah segar (TBS). Artinya, TBS dari petani yang bersertifikat ISPO akan menjadi prioritas yang akan dibeli pabrik yang juga memiliki sertifikat ISPO. “Saat ini minimal 30 persen TBS yang diolah pabrik adalah dari kebun petani,” ujarnya.
Menurut Sugeng, persyaratan pengajuan ISPO bagi pekebun prinsif dan kriterianya juga lebih mudah dibandingkan perusahaan. Paling tidak adalah kepatuhan pekebun terhadap pengelolaan lingkungan dan transparansi dalam menerapakn keberlanjutan. Bahkan untuk sawit rakyat, tidak ada tanggung kepada pekerja dan sosial seperti perusahaan.
Jadi yang harus dilakukan pekebun adalah mempersiapkan dokumen yang diperlukan. Namun untuk itu, perlu kerjasama dengan Dinas Perkebunan, BPN dan intansi terkait. “Perusahaan inti bisa menjadi pendamping petani supaya proses berjalan dengan baik. Setelah itu tinggal memilih lembaga sertifikasi,” katanya.
Sugeng menegaskan, saat ini GAPKI tengah memperjuangkan agar dalam skema ISPO ada pemberian insentif harga kepada perusahaan yang memproduksi minyak sawit bersertifikat ISPO. “Memang tidak mudah, tapi harus diperjuangkan,” ujarnya.
Dengan ISPO, Sugeng berharap, semua masalah dan kendala yang terjadi selama ini dalam produk minyak sawit Indonesia bisa terurai, termasuk dalam pemasaran di global.