TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menepis anggapan bahwa petani tidak berminat mengikuti program PSR. Justru petani generasi kedua memiliki ekspektasi tinggi terhadap kebun sawitnya.
“Mereka menginginkan produksi kebun yang lebih baik, nilai tambah tinggi, kepastian harga, dan legalitas lahan jelas,” kata Rino Afrino, Sekjen DPP APKASINDO saat webinar Forum Wartawan Pertanian (FORWATAN) bertema "Pola Kemitraan Mempercepat PSR dan Kesejahteraan Petani", Kamis (28/4).
Namun Rino tak menyangkal program PSR tersebut menghadapai kendala. Setidaknya tiga faktor yang mengakibatkan realisasi PSR turun. Faktor pertama adalah legalitas kebun petani yang diklaim berada di kawasan hutan dan juga diklaim tumpang tindih dengan HGU perusahaan. "Kita dikagetkan ternyata ada lahan-lahan walaupun dia sudah memiliki sertifikat hak miliki ternyata itu masuk dalam kawasan hutan," ujarnya.
Kedua, terkait dengan birokrasi yang rumit. Tetapi diakui Rino, Kementerian Pertanian menyelesaikan persoalan birokrasi melalui penyederhanaan syarat dan penerbitan regulasi yang mempermudah PSR.
Faktor ketiga adalah petani dihadapkan kepada masalah hukum. Mereka harus dipanggil aparat penegak hukum seperti kejaksaaan dan kepolisian berkaitan penggunaan dana PSR.
”Bahkan, ada sejumlah oknum LSM lokal yang memanfaatkan kesempatan untuk mempermasalahkan petani PSR. Akibatnya, petani kami was-was untuk mengajukan PSR,” jelas Rino.
Namun Rino sepakat dengat terbitnya jalur kemitraan dalam PSR. Ia berharap mampu meningkatkan realisasi PSR. Kuncinya adalah perjanjian kemitraan yang setara menjadi kunci sukses.
“Selain itu, BPDPKS dan Ditjen Perkebunan diharapkan lebih kreatif, dan inovatif dalam mendorong percepatan PSR melalui realisasi peraturan turunan dan meningkatkan sinergi dengan pihak khususnya dengan KLHK,” ujar Rino.