TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Perkebunan Expo (Bunex) 2022 yang dihelat Kementerian Pertanian di Jakarta Convention Center (JCC) memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan budidaya dan bisnis komoditas perkebunan dalam negeri. Salah satunya komoditas kenaf.
Dalam Forum Investasi dan Business Matching Komoditas Perkebunan dalam perhelatan akhir tahun mempertemukan antara petani, pelaku usaha dan off-taker atau buyer komoditas perkebunan. Kegiatan itu kian menggairahkan ekspor dan investasi komoditas perkebunan.
"Kenaf, salah satu komoditas perkebunan yang berhasil dilirik pasar global. Permintaan dunia akan serat kenaf semakin tinggi. Tanaman kenaf biasa digunakan dalam industri otomotif, maupun untuk industri di bidang serat nabati lainnya," kata Direktur Jenderal Perkebunan, Andi Nur Alam Syah pada Forum Investasi dan Business Matching Komoditas Perkebunan tersebut, Kamis (22/12).
Andi mengatakan, potensi pengembagan tanaman kenaf berhasil menarik minat investor dari Korea untuk berinvestasi. Peluang bisnis kenaf yang besar ini ditangkap PT. Sahabat Mitra Strategis yang berhasil menjalin kemitraan dengan buyer asal Korea Selatan, PT. Gaong Daol Indonesia untuk mengembangkan kenaf skala besar. Diperkirakan nilai kerjasamanya mencapai 14,8 juta dollar AS untuk luasan 1.000 ha di beberapa daerah potensi tanaman kenaf.
Selama ini biomassa kenaf dimanfaatkan sebagai sumber energi dengan memanfaatkan teknologi nano. Biomassa sisa penyeratan kenaf, yaitu core kenaf dapat dimanfaatkan untuk ban bioethanol G2, kertas, paper dan bahan lain yang memerlukan sedikit selulosa.
"Untuk pemasaran komoditas kenaf, dibutuhkan sistem yang strategis, sehingga pengembangan komoditas dapat memenuhi kebutuhan industri baik dalam negeri maupun luar negeri," jelasnya.
Andi menegaskan, pihaknya berupaya berkontribusi terhadap sumber devisa ekspor nasional dari sektor non migas hingga tahun 2024 yang menjadi target besar Kementerian Pertanian. Komoditas unggulan perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kelapa, kopi, kakao, teh, rempah-rempah dan lainnya tetap diarahkan untuk pencapaian target nilai ekspor hingga Rp 1.400 triliun tahun 2024. Saat ini devisa dari ekspor perkebunan baru mencapai Rp 400-500 triliun per tahun.
"Potensi-potensi komoditas spesifik daerah lainnya seperti pinang, gambir, aren, stevia, kelor dan tanaman atsiri termasuk kenaf perlu terus didorong karena semakin meningkatnya kebutuhan dunia," ujarnya. Karena itu, ia berharap kedepannya akses pasar semakin yang lebih luas untuk komoditas perkebunan, sehingga terciptanya iklim investasi yang berdampak positif di sub sektor perkebunan.