TABLOIDSINARTANI.COM, JAKARTA---Setelah masa perkawinan yang cukup lama, pola kemitraan pekebun dengan perusahaan sawit yang dikenal dengan Perkebunan Inti Rakyat (PIR) kini mulai retak. Dengan berakhirnya program pemerintah sekitar tahun 2005, kini mulai ada pekebun memilih untuk berjalan sendiri alias cerai. Mungkinkah kedua stakeholder tersebut rujuk kembali?
Jika melihat perjalanan kemitraan pekebun dengan perusahaan sawit telah menemempuh jalan panjang. Lika liku perkawinan banyak dilalui, ada suka dan duka. Sekjen DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Rino Afrino mengakui, pola kemitraan sekarang ini banyak yang sudah bubar.
”Sejak tahun 2017, kemitraan yang selama ini sukses mulai banyak yang bubar. Pertanyaannya mengapa program yang baik ini bubar. Apalagi kini pekebun sawit banyak tuntutan, terutama sawit berkelanjutan,” kata Rino saat Diskusi Virtual Forum Wartawan Pertanian (Forwatan): Memperkuat Kemitraan Sawit Melalui Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat, Jakarta, Jumat (26/5).
Padahal menurut Rino, kemitraan diharapkan dapat menjawab tantangan untuk kelapa sawit berkelanjutan yang memenuhi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam hal ini termasuk sebagai pemenuhan kewajiban perusahaan untuk fasilitasi pembangunan kebun masyarakat (FPKM) sebesar 20 persen diwaktu perpanjangan HGU.
“Posisi petani kelapa sawit di sektor hulu sebagai penghasil TBS tidak mungkin tidak bermitra. Ini yang harus menjadi perhatian untuk kita semua bahwa petani kelapa sawit itu harus bermitra dan kemitraan itu harus berkelanjutan untuk mewujudkan kelapa sawit yang berkelanjutan," kata Rino.
Berpijak dari disertasinya yang membahas kemitraan, Rino menyampaikan formulasi kemitraan yang mampu menyatukan kembali perusahaan dan petani di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Jika dilihat dari aspek pengelolaan, Rino memandang pola kemitraan sudah berjalan dengan baik. Namun yang kini menjadi persoalan utama adalah dari aspek penyelenggaraan.
Dari hasil kajian, Rino melihat kondisi bubarnya kemitraan tercermin karena adanya perbedaan pandangan tiga pihak yaitu perusahaan, petani dan koperasi berkaitan pola kemitraan. Masing-masing mempunyai konsep kemitraan sendiri. ”Petani, koperasi dan perusahaan mempunyai pandangan sendiri mengenai kemitraan. Ini yang menyebabkan mereka bercerai,” katanya.
Rino berkeyakinan kemitraan perusahaan dengan petani menjadi solusi petani sawit menuju produktivitas tinggi dan sejahtera. Namun demikian, ke depan memang harus ada komitmen kuat dari para pihak, morality yang baik, serta pengawasan dan pembinaan dari instansi terkait.
Pemerintah telah menerbitkan regulasi agar pekebun dan perusahaan sawit kembali rujuk. Baca halaman selanjutnya.