Edward Silalahi, Wakil Ketua P3P1, Posma Sinurat, Ketua Bidang Pabrik Kelapa Sawit P3P1, Lila Harsya Bachtiar, Koodinator Industri Sawit, Kemenperin.
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Pemanfaatan produk CPO (Crude Palm Oil) untuk food, terutama minyak goreng mencapai 50 persen. Dengan banyaknya CPO untuk food, maka PKS penghasil CPO harus mengubah menjadi industri makanan (food factory) dengan standar yang ketat.
Wakil Ketua Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI), Edward Silalahi pada diskusi Updating Technology Palm Oil Mill Indonesia di Jakarta, Jumat (4/4) mengatakan, perlu adanya peraturan untuk menekan supaya PKS jadi food factory. Misalnya, manajer harus bersertifikat food factory.
Untuk PKS milik perusahaan besar menurut Edward, sudah ada sistim yang bisa membuat produk makanan, sedangkan perusahaan kecil masih berkutat menekan biaya. "Saat ini masih banyak PKS yang kotor seperti membiarkan ada tikus, kecoa, merokok di lori dan lain-lain. Bahkan di refinery yang jelas merupakan pabrik minyak goreng penerapan standarnya tidak seketat pabrik roti misalnya," katanya.
Dikatakan, untuk satu PKS ada 130 mesin yang berputar untuk mengolah TBS menjadi CPO. Mesin itu perlu grease dan oli. Pada prosesnya grease itu bisa tercampur dalam proses menjadi CPO. “Untuk menjadi food factory maka grease dan oli yang dihasilkan harus food grade dengan harga yang lebih tinggi,” katanya.
Karena memerlukan biaya yang lebih tinggi, agar pelaku usaha mau membuat industri makanan, harus dibuat aturan pemerintah. Kalau tidak, maka banyak PKS yang tidak mau melakukannya.
“Kita mentargetkan tahun 2045 menjadi negara maju. Industri sawit senbagai penghasil devisa nomor satu juga harus naik kelas. PKSnya harus jadi food factory semua,” tegasnya.
Dengan adanya regulasi, pelaku bisnis ditekan untuk menyadari pentingnya PKS sebagai food factory. Contohnya kebijakan sustainability (ISPO,red), meski perlu biaya banyak, tapi karena sifatnya wajib, akhirnya perusahaan menerapkan kebijakan tersebut. “Kalau wajib, maka mau tidak mau PKS akan melakukan, meskipun ada tambahan biaya,” katanya.
Direktur Eksekutif GIMNI (Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia) Sahat Sinaga menyetujui upaya mendorong pabrik sawit menjadi food factory. Karena itu, perlu dibuat aturan.
“Tapi peraturannya jangan terlalu sulit,. Kalau terlalu sulit, maka semua akan susah. Dengan adanya regulasi yang tidak terlalu berat menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sudah melakukan sesuatu,” katanya.
Menurutnya, Kementerian Perindustrian melalui regulasi industri hijau perlu mengatur kebijakan tersebut. Saat ini ada 1.220 PKS di 27 provinsi yang harus menjadi food factory.
Ketua Bidang Perkebunan GAPKI, Aziz Hidayat sependapat harus ada standar untuk PKS, baik dari sisi kesehatan, kebersihan dan keselamatan dan kesehatan kerja. Apalagi mulai Oktober 2024, pemerintah telah menetapkan semua produk CPO harus bersertifikat halal.
“Kalau nanti diberlakukan, maka bisa ditelusuri CPO tersebut, apakah tercampur dengan unsur lain atau tidak. Bukan saja faktor kesehatan atau kehalalannya juga. Sedang minyak goreng sudah ada SNI-nya,” katanya.