TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Dunia terkejut dengan lonjakan harga kakao yang tak terduga, tapi bagi Indonesia, ini adalah berkah yang tidak terduga.
Pada April 2024, harga kakao melonjak hingga mencapai puncak tertinggi sepanjang masa, mencapai US$ 11.878 per ton atau sekitar Rp 192,66 juta per ton.
Lonjakan ini bukan hanya sebuah angka, tapi juga potensi berkah bagi Indonesia. Dengan kakao menjadi salah satu harta karun ekspor utama, Indonesia dapat merasakan manfaat yang signifikan dari kenaikan ini.
Sepanjang tahun 2024, harga kakao berjangka telah melonjak luar biasa sebesar 183 persen, mencerminkan permintaan yang tetap kuat meskipun harga terus naik.
Dampak kenaikan ini sangat dirasakan oleh produsen kakao, termasuk Indonesia, yang merupakan negara penghasil coklat terbesar ketiga di dunia dengan total produksi mencapai 667.296 ton pada tahun 2022.
Indonesia telah menjadi pemain utama dalam ekspor kakao, dengan produk utama termasuk Kakao Butter, Tepung Kakao, Kakao Pasta, dan Biji Kakao yang Belum Difermentasi.
Mayoritas produksi kakao diekspor ke luar negeri, mencapai lima benua termasuk Asia, Afrika, Oseania, Amerika, dan Eropa, dengan pangsa pasar utama terletak di Asia.
Pada tahun 2022, lima negara tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah India, Amerika Serikat, Malaysia, Tiongkok, dan Australia, yang mencakup 56,68 persen dari total ekspor kakao Indonesia.
Eropa Importir
Di sisi lain, Eropa memimpin dalam impor biji kakao, menguasai sekitar 56 persen dari total impor dunia, jauh melampaui Amerika Latin dan Asia.
Volume impor Eropa mencapai 2,2 juta ton dengan nilai mencapai US$ 9,29 miliar. Industri cokelat yang pesat di Eropa, diwakili oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Nestle, Mondelez, Mars, Hershey, Lindt & Sprüngli, dan Ferrero, mendorong permintaan tinggi akan biji kakao.
Namun, sementara permintaan terus meningkat, produksi kakao menurun, memicu perkiraan defisit global yang melonjak menjadi 374.000 ton pada 2023/2024.
Hal ini akan mengakibatkan Eropa dan perusahaan-perusahaan cokelat lainnya harus mengeluarkan lebih banyak dana untuk impor biji kakao.