Virus mematikan CSSVD merusak pohon cokelat di Ghana
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Virus mematikan CSSVD merusak pohon cokelat di Ghana, yang merupakan produsen kakao terbesar kedua di dunia.
Mengutip New York Post, seorang profesor matematika di Universitas Texas di Arlington, Benito Chen-Charpentier mengungkapkan, virus ini merupakan ancaman nyata terhadap pasokan cokelat global.
Dikenal sebagai Cocoa Swollen Shoot Virus Disease (CSSVD), penyakit ini menyebar melalui sejumlah spesies kutu putih yang menginfeksi tanaman cokelat. Setelah terjangkit, tanaman menunjukkan berbagai gejala seperti pembengkakan pada batang dan akar, urat merah pada daun muda, dan buah kakao yang berkurang ukurannya dan membulat.
Menurut penelitian, para ilmuwan menghubungkan penyebaran penyakit ini dengan fenomena globalisasi, perubahan iklim, intensifikasi pertanian, dan penurunan ketahanan dalam sistem produksi.
Mereka juga memperkirakan, virus CSSVD telah menyebabkan penurunan panen sekitar 15–20 persen di Ghana, yang merupakan produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading. Lebih dari separuh produksi cokelat dunia berasal dari kedua negara ini.
"Ghana telah kehilangan lebih dari 254 juta pohon kakao dalam beberapa tahun terakhir," keluh Chen-Charpentier.
Ilmuwan menjelaskan, upaya memerangi wabah ini merupakan tantangan besar. Kutu putih memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap pestisida, sehingga petani terpaksa menggunakan metode seperti pemusnahan tanaman yang terinfeksi, pembiakan pohon yang tahan terhadap penyakit, dan bahkan vaksinasi tanaman dengan vaksin CSSVD untuk menghentikan penyebarannya.
Namun, biaya vaksin yang tinggi menimbulkan beban bagi petani dengan pendapatan rendah. Selain itu, efek virus yang mengurangi hasil kakao juga menghambat pencapaian tujuan mereka.
Tetapi, CSSVD bukanlah satu-satunya ancaman bagi perdagangan kakao global. Pabrik-pabrik cokelat di Pantai Gading dan Ghana terpaksa menghentikan atau mengurangi operasinya karena kesulitan membeli biji kakao, yang menyebabkan lonjakan harga kakao lebih dari dua kali lipat dalam setahun terakhir, melebihi beberapa harga tertinggi dalam sejarah.
Solusi Baru
Untungnya, Chen-Charpentier dan timnya telah menemukan metode inovatif menggunakan data matematika untuk melawan ancaman ini.
Mereka menentukan jarak optimal di antara pohon yang divaksinasi, yang dapat mencegah kutu putih berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain dalam penyebaran virus.
"Kutu putih memiliki berbagai cara pergerakan, termasuk pindah dari kanopi ke kanopi, dibawa oleh semut, atau terbawa angin," jelas ahli matematika tersebut.
"Tugas kita sekarang adalah mengembangkan model bagi petani kakao, yang memungkinkan mereka menentukan jarak yang aman antara pohon yang divaksinasi dan tidak divaksinasi. Hal ini akan membantu mencegah penyebaran virus sambil tetap menjaga biaya terjangkau bagi petani kecil," tambahnya.
Dengan pendekatan ini, para peneliti telah menciptakan model yang memungkinkan petani membentuk lingkaran pertahanan dengan pohon kakao yang telah divaksinasi mengelilingi pohon yang belum divaksinasi. Konsep ini menyerupai gajah yang membentuk lingkaran untuk melindungi anak-anaknya.
Meskipun masih dalam tahap awal, secara teoritis model ini akan membantu petani melindungi tanaman mereka dan meningkatkan hasil panen, sehingga mengatasi beberapa masalah sekaligus. Selain itu, mekanisme ini dapat membantu menjaga kakao tetap lestari dan melindunginya dari kepunahan.