TABLOIDSINARTANILCOM, Jakarta---Komoditas sawit melalui produksnya minyak sawit selama ini menjadi penyumbang devisa negara yang sangat besar. Namun di sisi lain, perkebunan sawit di dalam negeri banyak mengalami tantangan yang juga besar, bukan hanya di dalam negeri, tapi juga di mancanegara.
Dengan potensi yang sangat besar tersebut, saat ini mencuat usulan pembentukan Badan Sawit Nasional pada pemerintahan baru Prabowo-Gibran. Adanya badan otorita tersebut diharapkan mampu menciptakan produk sawit yang berdaya saing serta memperkuat posisinya sebagai komoditas strategis bagi pasar dalam dan luar negeri.
Guru Besar IPB University Rachmat Pambudy mengatakan, usulan pembentukan Badan Sawit Nasional ini haruslah memiliki dasar kuat secara argumen dan data. Sebaiknya, pembentukan badan tersebut menjadi kebutuhan bersama pemangku kepentingan sawit.
”Jadi ini (badan sawit) harus menjadi kebutuhan bersama. Pak Prabowo adalah pemimpin yang sangat menghargai fungsi demokrasi, demokrasi dilaksanakan dari aspirasi bawah sampai menjadi keputusan nasional. Aspirasi ini bukan hanya dari petani. Jadi kita harus tahu pembentukannya berdasarkan apa? Apakah berdasarkan Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ini perlu dasar hukumnya," tutur Rachmat.
Sebagai Guru Besar dan selaku pengurus HKTI, Rachmat merasa Badan Sawit menjadi kebutuhan dan bagian strategi menghasilkan produk unggulan yang berdaya saing. Selain itu, kebijakan proteksi dapat dipilih pemerintah karena sawit seringkali dapat gangguan.
“Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melindungi sawit dengan cara aktif dan pasif,” ujarnya Saat diskusi “Menjaga Keberlanjutan Industri Sawit dalam Pemerintahan Baru” yang diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) di Auditorium Gedung D Kementerian Pertanian, Kamis (4/7).
Dalam diskusi tersebut juga hadir Dr. Gulat ME Manurung (Ketua Umum DPP APKASINDO), Fenny Sofyan (Pengurus Bidang Komunikasi GAPKI), dan Ardi Praptono (Direktur Tanaman Sawit dan Aneka Palma Kementerian Pertanian RI).
Rachmat menjelaskan, kebijakan proteksi dan promosi sawit perlu secara aktif dilakukan melalui dukungan pembiayaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sebab sawit dapat menjadi senjata untuk menyerang dan bertahan lantaran dapat dimanfaatkan sebagai produk makanan.
Sementara itu, Fenny Sofyan mengatakan, kalangan industri kelapa sawit juga merasakan perlu adanya Lembaga/Badan Khusus yang menangani industri kelapa sawit yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Dengan demikian, tidak akan lagi adanya tumpang tindih pengaturan, kebijakan maupun implementasi di lapangan.
“Mengingat perkebunan kelapa sawit adalah investasi jangka panjang, industri kelapa sawit menuntut adanya kepastian hukum dan dihindari kebijakan yang cepat berubah dan tumpang tindih,” katanya.
Bagi perusahaan yang sudah berjalan dan telah mempunyai perizinan dan mempunyai hak atas tanah yang dikeluarkan pemerintah semestinya sudah final. Saat ini ia menilai, banyaknya kementrian dan lembaga yang terlibat dalam industri kelapa sawit, setidaknya lebih dari 31 kementerian/lembaga pusat dan daerah justru menyulitkan kalangan industri.
Kondisi itu menurut Fenny, berpotensi membuat kebijakan yang disharmoni, sehingga berdampak negatif terhadap keberlanjutan industri kelapa sawit. Misalnya, sawit teridentifikasi masuk kawaan hutan, pengaturan ijin pendirian Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan pegaturan kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20%. “Bagi kami, pemerintah adalah satu, jadi hilangkan ego-sectoral,” tegasnya.
Kendala lain ungkap Fenny, sawit Indonesia masih terus menghadapi kampanye negatif sawit. Salah satu yang bisa menangkal kampanye itu adalah menggencarkan Indonesia Sustainable Palm Oil atau (ISPO). Karena itu, ia berharap, Pemerintahan Prabowo-Gibran nantinya bisa menjadikan ISPO sebagai sertifikasi satu-satunya yang berlaku agar keberterimaan pasar terhadap sawit bisa terjadi.
“Keberterimaan sawit oleh masyarakat harus terjadi, maknaya ISPO menjadi value edit bagi pelaku industri. Kepada pemerintah selanjutnya kita berharap adanya advokasi mengenai hal ini. Nantinya saya berharap ada satu brand dengan hanya ISPO sebagai sebagai sertifikasi yang sustainable,” tuturnya.