Jumat, 07 Februari 2025


Apkasindo Berharap Pemerintah Baru Wujudkan Badan Sawit

09 Jul 2024, 12:59 WIBEditor : Yulianto

Pekebun sawit rakyat

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta---Wacana pembentukan Badan Sawit Indonesia mulai mencuat untuk dibentuk pada masa Pemerintahan Baru, Prabowo Subijanto. Dengan adanya badan tersebut harapannya, persoalan yang kerap menerpa industri sawit dalam negeri bisa dieliminasi.

Setelah kalangan industri melalui Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendukung rencana pembentukan Badan Sawit, kini kalangan pekebun sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) yang berharap pemerintah baru mewujudkan badan tersebut.

Gulat Manurung, Ketua Umum Apkasindo

Ketua Umum APKASINDO, Gulat ME Manurung juga berharap pemerintah baru mendatang bisa mwujudkan Badan Sawit yang otoritasnya langsung di bawah Presiden. Dengan adanya badan tersebut akan ada kepastian dalam regulasi sawit.

“Saat ini yang terjadi inkonsistensi regulasi sawit dari hulu dan hilir. Bahkan regulasi berubah sangat cepat, kemudian cenderung tidak melibatkan stakeholder. Apalagi regulasi tersebut ditangani multi kementerian,” tuturnya saat diskusi “Menjaga Keberlanjutan Industri Sawit dalam Pemerintahan Baru” yang diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) di Auditorium Gedung D Kementerian Pertanian, Kamis (4/7).

Menyinggung soal aturan, Gulat mengungkapkan, kebun sawit di dalam kawasan hutan berdasarkan UU Cipta Kerja pasal 110B dianggap merugikan dan memperburuk produksi sawit nasional. Berdasarkan UU tersebut ada sekitar 2,8 juta hektar (ha) lahan sawit yang dianggap masuk dalam kawasan hutan dan  tidak boleh dilakukan replanting (peremajaan sawit).

Selain itu, Gulat juga merasa kecewa isi draf revisi Permentan Nomor 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Pasalnya, revisi ini dinilai tidak memberikan perlindungan terhadap pekebun sawit mandiri atau pekebun sawit swadaya.

Karena itu, APKASINDO meminta penundaan revisi permentan tersebut hingga Pemerintahan Prabowo-Gibran resmi dilantik. “Kami minta draf revisi Permentan No. 3 dan 19 di hold dulu, karena sarat kepentingan NGO. Selain itu melakukan mandatori  ISPO bagi pekebun rakyat yang akan dberlakukan tahun 2025,” katanya.

Gulat menilai, peremajaan sawit rakyat (PSR) harus menjadi prioritas. Lewat replanting, produktivitas kepala sawit petani disebut dapat melonjak lebih tinggi. Nyatanya hingga kini program PSR masih jauh dari harapan. Sejak diluncurkan pada 2017, realisasi PSR saat ini hanya mencapai 323.000 ha dari target 500.000 ha. Tumpang tindih kebijakan, dianggap menjadi faktor utama minimnya realisasi peremajaan sawit di kalangan petani swadaya.

Sementara itu, Ketua Kompartemen Media Relation GAPKI, Fenny A. Sofyan mengatakan, kalangan industri kelapa sawit juga merasakan perlu adanya Lembaga/Badan Khusus yang menangani industri kelapa sawit yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Dengan demikian, tidak akan lagi adanya tumpang tindih pengaturan, kebijakan maupun implementasi di lapangan.

“Mengingat perkebunan kelapa sawit adalah investasi jangka panjang, industri kelapa sawit menuntut adanya kepastian hukum dan dihindari kebijakan yang cepat berubah dan tumpang tindih,” katanya.

Reporter : Julian
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018