TABLOIDSINARTANI.COM, Semarang --- Petani dan pelaku usaha kopi di Kabupaten Semarang semakin mantap memperkuat posisi tawar mereka. Melalui komitmen menjaga kualitas kopi dan memperkuat jaringan kelembagaan agribisnis, mereka kini mendapat pengakuan lebih luas, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Hal tersebut terungkap dalam workshop pendampingan petani kopi yang diadakan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan Kabupaten Semarang, bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember, Jawa Timur.
Kegiatan ini berlangsung di "Wande Kopi," outlet milik Gapoktan Tani Rahayu di Dusun Sirap, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, dan dihadiri oleh lebih dari 30 petani dan pelaku usaha kopi dari beberapa kecamatan.
Para peserta workshop aktif mengangkat isu dan kendala yang dihadapi dalam agribisnis kopi, serta merumuskan solusi untuk meningkatkan kualitas produk dan daya saing mereka. Kepala Bidang Perkebunan DP3 Kabupaten Semarang, Erlin Dwi Estiningtyas, menekankan pentingnya sertifikasi Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) yang telah diperoleh Kopi Robusta "Gunung Kelir" dan Kopi Arabika "Java Semarang" sebagai penanda kualitas.
"Dengan sertifikasi MPIG, kopi ini telah diakui ciri khas dan kualitasnya yang tidak dimiliki kopi robusta atau arabika dari daerah lain," kata Erlin.
> alt="" width="300" height="200" />
MPIG merupakan tanda pengenal bahwa produk kopi berasal dari wilayah tertentu dengan karakteristik yang khas, baik dari sisi alam maupun campur tangan manusia. Sertifikasi ini penting untuk menjaga konsistensi kualitas kopi dan memberikan nilai tambah bagi petani di Kabupaten Semarang.
Kopi Robusta Gunung Kelir, misalnya, yang awalnya hanya populer di Kecamatan Jambu, kini sudah dikenal di wilayah lain seperti Bergas, Banyubiru, Getasan, dan Ungaran Barat.
Sementara itu, Kopi Arabika mulai tumbuh di wilayah Sumowono, Bandungan, dan Jambu di dataran tinggi yang memiliki ketinggian lebih dari 800 meter di atas permukaan laut.
Dalam sesi tersebut, tim dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang diwakili oleh Joko Sumarno, Novy Pranata, dan Rais Widianto, juga memberikan panduan teknis bagi petani. "Lembaga kami selalu terbuka untuk pelaku usaha kopi yang ingin berkonsultasi, baik melalui kunjungan, pelatihan, workshop, atau secara online," ujar Joko.
Sejalan dengan meningkatnya kualitas, kopi robusta Gunung Kelir bahkan menembus peringkat 15 besar dalam kontes kopi nasional yang diselenggarakan lembaga tersebut.
Dari sisi pertumbuhan, perkembangan kopi di Kabupaten Semarang cukup signifikan. Pada 2021, luas lahan kopi robusta mencapai 1.413 hektar dan meningkat menjadi 1.688 hektar di 2022. Kopi Arabika pun mengalami lonjakan dari hanya 33 hektar pada 2021 menjadi 968 hektar di tahun berikutnya.
Imam Widihantoro, Koordinator BPP Jambu, mengungkapkan bahwa para petani di wilayahnya kini telah meninggalkan metode panen lama. "Mereka hanya memetik buah kopi merah dan menjaga proses pengolahan dengan cermat untuk menghasilkan kopi premium," jelas Imam.
Hal senada diungkapkan oleh Ngadiyanto, Ketua Kelompok Tani "Rahayu IV" di Dusun Sirap. "Kami berkomitmen menjaga nama Kopi Robusta Gunung Kelir dan Kopi Arabika Java Semarang sebagai kopi premium, baik di kancah nasional maupun internasional," ungkapnya.
Kopi premium memiliki ciri khas yang membedakannya dari kopi biasa, termasuk kualitas biji dengan grade tinggi, asal daerah yang spesifik (single origin), aroma dan rasa yang kompleks, serta dukungan sertifikasi.
Tekad kuat para pelaku usaha kopi di Semarang ini menjadi modal penting dalam menciptakan kopi premium yang dapat bersaing di pasar global, memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lokal, dan memajukan agribisnis kopi di daerah tersebut.