Jumat, 13 Desember 2024


BPDPKS: Mandatori Biodiesel B35 Hemat Devisa Rp 512  Triliun

19 Nov 2024, 11:05 WIBEditor : Yulianto

Mobil biodisel yang sudah diperkenalkan | Sumber Foto:dok. sinta

 

TABLOIDSINARTANI.COM, JAKARTA---Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus mendukung program mandatori biodiesel oleh pemerintah yang baurannya akan ditingkatkan menjadi 40% (B40) tahun depan.  Pengembangan biodiesel sebagai energi baru dan terbarukan, selain mengurangi emisi gas rumah kaca, juga terbukti menghemat devisa impor bahan bakar.

“Dari program B35 yang kita laksanakan saat ini, nilai devisa yang bisa dihemat mencapai Rp 512,07 triliun,” kata Direktur BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), Normansyah Hidayat Syahruddin saat seminar yang diselenggarakan Rumah Sawit Indonesia (RSI) di Jakarta, Senin (18/11).

Seminar dalam rangka Kongres I RSI ini menganbil tema “Menggapai Kedaulatan Pangan, Energi dan Ekonomi melalui Perkebunan Sawit untuk Menuju Indonesia Emas 2045".

Peran BPDPKS memang sangat strategis dalam mensukseskan program mandatori biodiesel. Sebagai pengelola dana pungutan eskpor sawit, BPDPKS menjamin keberlanjutan program mandatori biodiesel.  Apalagi, pemerintah berencana meningkatkan bauran dari B35, B40, B50, dan seterusnya, peran BPDPKS menjadi semakin penting.

“Pemerintah berhasil secara konsisten mempertahankan program mandatori biodiesel melalui masa pandemi dan gejolak harga minyak dunia. Bahkan  di tahun 2023 telah dilaksanakan implementasi B35 dengan realisasi penyaluran biodiesel sebesar 12,26 Juta KL, dan di tahun 2024 sd Agustus volume penyaluran biodiesel sebesar 8,35 Juta KL,” kata Normansyah.

Dalam kesempatan tersebut, Eddy juga memaparkan peran positif  industri sawit bagi perekonomian nasional. “Sebagai industri padat karya, sektor kelapa sawit memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian.

Sektor ini mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ekspor dan neraca perdagangan, mengurangi inflasi dan mengganti bahan bakar fosil dengan energi terbarukan untuk memperkuat ketahanan energi nasional,” katanya.

Di tengah peran yang sangat signifikan tersebut, kata Eddy, industri sawit nasional juga menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan tersebut antara lain: produktivitas yang rendah (rata-rata 2,8 ton CPO per hektar per tahun),  adanya perkebunan sawit dalam kawasan hutan (terindikasi 3 juta hektar), persoalan legalitas, sarana dan prasarana yang belum memadai, hingga tantangan regulasi.

“Selain tantangan dari dalam negeri, industri sawit juga menghadapi tantangan global yang juga sangat kompleks.  Seperti hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif, serta masih maraknya black campaign sawit di luar negeri,” kata Normansyah.

Reporter : Julian
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018