Minggu, 26 Januari 2025


Menteri Perdagangan Terapkan Aturan Baru, Ekspor Limbah Kelapa Sawit Diperketat

09 Jan 2025, 15:41 WIBEditor : Gesha

Menteri Perdagangan Indonesia mengumumkan aturan baru yang memperketat ekspor limbah kelapa sawit dan minyak jelantah, bertujuan untuk meningkatkan pengawasan dan mendorong pengolahan dalam negeri.

TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta -- Menteri Perdagangan Indonesia mengumumkan aturan baru yang memperketat ekspor limbah kelapa sawit dan minyak jelantah, bertujuan untuk meningkatkan pengawasan dan mendorong pengolahan dalam negeri.

Mulai 8 Januari 2025, kebijakan baru dari pemerintah Indonesia mulai berlaku melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025.

Aturan ini membawa perubahan signifikan dalam ekspor produk turunan kelapa sawit, seperti Palm Oil Mill Effluent (POME), High Acid Palm Oil Residue (HAPOR), dan Used Cooking Oil (UCO) atau yang lebih dikenal sebagai Minyak Jelantah.

Kebijakan ini dikeluarkan untuk memastikan ketersediaan bahan baku minyak goreng bagi masyarakat dan mendukung implementasi biodiesel B40, yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Menteri Perdagangan, Budi Santoso, yang akrab disapa Mendag Busan, menegaskan bahwa kebijakan ini diambil untuk menjaga kepentingan industri dalam negeri.

Menurutnya, pemerintah memiliki prioritas utama untuk memastikan pasokan minyak kelapa sawit (CPO) yang stabil bagi industri minyak goreng dan kebutuhan biodiesel.

“Kebijakan ini memang akan berdampak, namun kami tegaskan bahwa kepentingan industri dalam negeri adalah yang utama,” ujar Mendag Busan.

Permendag Nomor 2 Tahun 2025 mengatur bahwa ekspor produk turunan kelapa sawit, termasuk POME, HAPOR, dan UCO, harus melalui proses yang lebih ketat.

Salah satunya adalah penerapan Persetujuan Ekspor (PE) yang hanya diberikan setelah adanya rapat koordinasi antar kementerian terkait.

Hal ini dimaksudkan untuk mengatur alokasi ekspor yang sebelumnya tidak terkontrol, yang selama ini mencatatkan angka yang lebih besar dari kapasitas wajar.

Data terbaru menunjukkan bahwa pada Januari hingga Oktober 2024, ekspor POME dan HAPOR mencapai 3,45 juta ton, jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspor CPO yang hanya 2,7 juta ton pada periode yang sama.

Bahkan, pada 2023, ekspor POME dan HAPOR tercatat mencapai 4,87 juta ton, sebuah angka yang jauh melampaui ekspor CPO yang hanya 3,6 juta ton.

Angka ini menjadi sorotan, mengingat ekspor produk turunan kelapa sawit ini tumbuh sebesar 20,74 persen dalam lima tahun terakhir, sementara ekspor CPO justru mengalami penurunan rata-rata sebesar 19,54 persen.

Mendag Busan mengungkapkan bahwa ekspor POME dan HAPOR yang jauh melampaui kapasitas wajar ini berpotensi mengancam ketersediaan CPO di dalam negeri.

Banyak pihak yang memperkirakan, jika tren ini berlanjut, ketersediaan CPO sebagai bahan baku minyak goreng akan semakin terbatas.

Hal ini juga diperparah dengan adanya pengalihan Tandan Buah Segar (TBS) untuk diproses menjadi POME dan HAPOR, yang berimbas pada kesulitan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) konvensional dalam memperoleh TBS.

Menjaga Keseimbangan Industri

Dengan adanya kebijakan baru ini, pemerintah berharap dapat menyeimbangkan antara kebutuhan industri domestik dengan ekspor produk kelapa sawit.

Kebijakan ini diambil untuk mengatasi lonjakan ekspor yang tidak terkendali, di mana POME dan HAPOR lebih banyak diekspor daripada CPO itu sendiri.

Kebijakan ini juga menjadi langkah penting dalam mendukung program biodiesel berbasis minyak sawit yang akan diterapkan pada 2025 mendatang.

Kebijakan ini mungkin menimbulkan beberapa dampak bagi eksportir yang sudah mendapatkan Persetujuan Ekspor berdasarkan Permendag Nomor 26 Tahun 2024, namun mereka tetap dapat melanjutkan ekspor hingga masa berlaku izin mereka habis.

Bagi banyak pihak, kebijakan ini menjadi titik balik bagi industri kelapa sawit Indonesia. Meskipun ekspor POME dan HAPOR yang tinggi memberi keuntungan ekonomi, keberlanjutan pasokan CPO di dalam negeri harus tetap dijaga.

Dengan adanya regulasi yang lebih ketat, pemerintah berharap dapat menciptakan iklim yang lebih seimbang bagi industri kelapa sawit yang tidak hanya menguntungkan ekspor tetapi juga mendukung kebutuhan dalam negeri.

Kebijakan ini, yang dituangkan dalam Permendag Nomor 2 Tahun 2025, bisa menjadi solusi tepat untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat menciptakan ekosistem yang sehat bagi industri kelapa sawit, serta melindungi kebutuhan pasar domestik yang semakin tinggi akan minyak goreng dan biodiesel.

Cek aturan Kemendag terkait dengan Klik dibawah ini

Permendag Nomor 2 Tahun 2025 dapat diunduh melalui link resmi: [Permendag Nomor 2 Tahun 2025]

Reporter : Nattasya
Edisi Terakhir Sinar Tani
Copyright @ Tabloid Sinar Tani 2018