Kementerian Perdagangan mengumumkan perubahan penting dalam regulasi ekspor UCO dan residu melalui Permendag 2/2025, yang mulai berlaku pada 8 Januari 2025, dengan fokus utama pada penguatan industri dalam negeri.
TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta --Kementerian Perdagangan mengumumkan perubahan penting dalam regulasi ekspor UCO dan residu melalui Permendag 2/2025, yang mulai berlaku pada 8 Januari 2025, dengan fokus utama pada penguatan industri dalam negeri.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag) baru-baru ini menyelenggarakan sosialisasi mengenai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur perubahan pada Permendag Nomor 26 Tahun 2024 mengenai ketentuan ekspor produk turunan kelapa sawit.
Sosialisasi ini diadakan di Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa, 14 Januari 2025, dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari sektor kelapa sawit dan turunannya.
Permendag 2/2025 mulai berlaku pada 8 Januari 2025 dan menjadi tonggak penting dalam regulasi ekspor produk turunan kelapa sawit, terutama dalam hal pengendalian ekspor limbah industri kelapa sawit seperti Palm Oil Mill Effluent (POME), High Acid Palm Oil Residue (HAPOR), dan Used Cooking Oil (UCO).
Peraturan ini bertujuan untuk memperketat pengawasan terhadap ekspor produk-produk tersebut, dengan tujuan mendukung industri dalam negeri, termasuk industri minyak goreng dan biodiesel.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, membuka acara sosialisasi ini dan menjelaskan tujuan utama dari peraturan baru tersebut.
Dalam sambutannya, Isy menegaskan bahwa Permendag 2/2025 merupakan langkah strategis untuk memastikan ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam negeri dan mendukung program biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40).
"Permendag ini ditempuh untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng, yang merupakan bagian dari program minyak goreng rakyat," ujar Isy.
Pengetatan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit
Permendag 2/2025 berfokus pada pengetatan ketentuan ekspor untuk produk turunan kelapa sawit, terutama yang terkait dengan limbah seperti UCO, POME, dan HAPOR.
Kebijakan ini dirancang untuk memastikan bahwa sumber daya alam yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan industri dalam negeri, yang turut berperan penting dalam ketahanan pangan dan energi nasional.
Salah satu poin penting dalam peraturan ini adalah pembatasan ekspor produk turunan kelapa sawit, seperti yang dijelaskan oleh Isy dalam sambutannya.
Menurutnya, ekspor UCO dan residu hanya dapat dilakukan jika disertai dengan persetujuan ekspor (PE) yang diberikan oleh pihak yang berwenang.
"Salah satu aspek penting yang diatur dalam Permendag ini adalah pemberian persetujuan ekspor (PE) yang hanya dapat diberikan jika alokasi ekspor disepakati dalam rapat koordinasi," ujar Isy.
Ia menambahkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasokan bahan baku untuk industri dalam negeri tetap terjaga dan tidak terganggu oleh ekspor yang tidak terkendali.
Prioritas Industri Dalam Negeri
Kebijakan ini juga mengutamakan kebutuhan industri dalam negeri dengan menetapkan bahwa sebagian besar produk turunan kelapa sawit harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Isy menekankan pentingnya kebijakan ini dalam mendukung industri minyak goreng, yang belakangan ini menjadi salah satu komoditas vital bagi masyarakat Indonesia.
Selain itu, kebijakan ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendukung implementasi biodiesel B40, yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil dan mendukung pengembangan energi terbarukan.
Farid Amir, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa Permendag 2/2025 didorong oleh kebutuhan untuk mengatasi sejumlah tantangan terkait dengan ekspor produk turunan kelapa sawit.
Salah satu tantangan tersebut adalah meningkatnya permintaan internasional untuk produk seperti POME, HAPOR, dan UCO, terutama terkait dengan kebijakan Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) yang dikeluarkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).
"Permendag ini juga didasarkan pada pertumbuhan permintaan POME, HAPOR, dan UCO yang dipicu oleh kebijakan CORSIA," jelas Farid.
Selain itu, Farid juga menyebutkan bahwa banyak ditemukan praktik-praktik yang merugikan terkait pengolahan kelapa sawit, seperti pencampuran CPO dengan POME dan HAPOR asli, serta pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) yang langsung dibusukkan menjadi POME dan HAPOR.
"Maraknya pencampuran CPO dengan POME dan HAPOR asli serta praktik pengolahan TBS yang dibusukkan langsung menjadi POME dan HAPOR harus dihentikan," kata Farid dengan tegas.
Karena itu, salah satu hal yang ditekankan dalam sosialisasi ini adalah pentingnya koordinasi antara berbagai kementerian dan lembaga terkait dalam memastikan bahwa implementasi Permendag 2/2025 dapat berjalan dengan baik.
Farid Amir menambahkan bahwa meskipun terdapat pengetatan ekspor, eksportir yang telah memiliki PE berdasarkan Permendag sebelumnya tetap dapat melanjutkan ekspor produk mereka.
"Bagi eksportir yang sudah memiliki PE UCO dan PE residu yang diterbitkan berdasarkan Permendag sebelumnya, tetap bisa melaksanakan ekspor, asalkan PE tersebut masih berlaku sampai masa berlakunya habis," tambah Farid.
Harapan Ke Depan
Sosialisasi Permendag 2/2025 ini dihadiri pula oleh beberapa narasumber yang memberikan pandangan terkait pelaksanaan kebijakan ekspor produk turunan kelapa sawit.
Di antaranya adalah Tatang Yuliono, Deputi Bidang Koordinasi Tata Niaga dan Distribusi Pangan dari Kementerian Koordinator Bidang Pangan, dan Lisa Sturoyya Faaz, Pembina Industri Ahli Pertama dari Kementerian Perindustrian.
Dalam kesempatan ini, mereka mengungkapkan harapan agar kerja sama yang baik antara pemerintah, eksportir, dan asosiasi dapat memperlancar implementasi kebijakan ekspor produk kelapa sawit dan turunannya.
"Kerja sama yang baik antara pemerintah, eksportir, dan asosiasi sangat penting dalam memastikan bahwa kebijakan ini dapat berjalan dengan efektif," ujar Tatang.
Farid Amir pun berharap agar eksportir dapat menyediakan data yang akurat mengenai produksi, pasokan, dan konsumsi produk kelapa sawit yang akan diekspor.
Data tersebut sangat penting untuk mendukung kebijakan ekspor yang akan diterapkan dalam Permendag 2/2025.
"Kami berharap eksportir dan asosiasi dapat menyampaikan data yang mendukung kebijakan ekspor produk CPO dan turunannya," tambah Farid.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai Permendag 2/2025, publik dapat mengunduh peraturan lengkapnya melalui situs resmi Kemendag di [tautan ini]